Mohon tunggu...
Syifa Billah Ar Robbani
Syifa Billah Ar Robbani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis Dakwah Kampus

Aktivis dakwah mahasiswa yang aktif menulis untuk mengulas persoalan umat disertai dengan solusi hakiki

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masa Jabatan KPK Diperpanjang, Benarkah Solusi untuk Memberantas Korupsi?

2 Juni 2023   09:24 Diperbarui: 2 Juni 2023   09:48 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Dalam sidang pengucapan putusan yang digelar Kamis, 25 Mei 2023, MK memutuskan mengubah masa jabatan pimpinan KPK yang semula empat tahun menjadi lima tahun sebagaimana permohonan yang ditujukan untuk diuji materi mengenai pasal 34 UU KPK yang dilayangkan wakil pimpinan KPK, Nurul Ghufron. Pasalnya, gugatan ini diajukan sejak Oktober 2022. 

Awalnya ia hanya menggugat batas usia pimpinan KPK, namun akhir-akhir ini petitum dalam gugatannya ditambah soal per pemanjangan masa jabatan KPK. 

Ghufron mengajukan gugatan ini dengan maksud menyesuaikan dengan lembaga-lembaga lain. Selain itu, KPK juga menetapkan Pasal 29 huruf e UU KPK tentang syarat batas usia calon pimpinan KPK paling rendah yaitu 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun. 

Keputusan ini jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Keputusan yang ditetapkan oleh MK ini juga dinilai telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, dan bersifat diskriminasi (CNN, 26/05/23). 

Tak hanya itu, keputusan ini membuat Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengaku bingung karena putusan tersebut melangkahi wewenang DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang. M. Praswad Nugraha yang merupakan mantan penyidik KPK, mengaku khawatir dengan putusan MK yang disusupi kepentingan politik 2024. 

Hal ini dikarenakan lantaran ada keanehan dalam proses pengajuan uji materi dan argumen yang dipaksakan. Ditambah seorang Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, yang mengaku mencium keanehan karena beliau menilai bahwa materi gugatan tersebut tidak urgen dan tidak ada kaitannya dengan isu konstitusional.

Feri Amsari, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, mengaku sepakat dengan ungkapan Bivitri. Ia mengatakan bahwa pimpinan KPK sedang berupaya menyelidiki perkara dugaan korupsi Formula E yang berkaitan dengan capres tertentu. 

Ungkapan ini diperkuat dengan adanya isu bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta yang kini maju menjadi bakal capres, sudah ditargetkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi Formula E. (BBCNews, 27/05/23)

Keputusan MK yang membuat kontroversi ini mengharuskan kita untuk mengingat kembali kasus-kasus yang menjerat Firli Bahuri selaku Ketua KPK yaitu pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku ke Dewas KPK. Salah satu kasusnya yaitu pada 24 September 2020, Firli menggunakan helikopter mewah untuk kepentingan pribadi. Selain itu, Firli diduga telah menggunakan anggaran negara terkait SMS blast yang tidak berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai Ketua KPK. Firli juga dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena diduga membocorkan dokumen hasil penyelidikan di Kementerian ESDM. Kasus ini dinilai sebagai sepak terjang Firli selama bertugas di KPK. (CNN,12/04/23)

Dari catatan kasus Firli Bahuri sebagai Ketua KPK inilah yang menjadikan masyarakat dan beberapa instansi pemerintahan lain merasa bahwa keputusan MK menunggangi kepentingan politik pihak tertentu termasuk Ketua KPK itu sendiri, Firli Bahuri. Dapat dilihat bahwa hukum yang berlaku di Indonesia tak seindah julukannya ‘Negara Hukum’. Hukum yang berlaku saat ini sangat rawan ditunggangi oleh suatu kepentingan tertentu. Hal ini disebabkan oleh sistem yang berlaku di Indonesia bukanlah sistem Islam melainkan sistem demokrasi dimana kekuasaan adalah segala. Masa bodoh dengan slogan yang selalu dielu-elukan ‘Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat’. Itu hanyalah slogan luar untuk merampas kepercayaan masyarakat seolah-olah sistem inilah yang terbaik untuk diterapkan di Indonesia. Realitanya ia hanya mementingkan siapa yang berkuasa dan pemilik modal. Dampak selanjutnya yaitu banyak koruptor baru yang lahir daripada diberantas serta banyaknya penyelewengan kekuasaan.

Hal ini berbeda jika sistem Islam diterapkan. Sistem islam mengatur bagaimana seharusnya penguasa dan pejabat di pemerintahan itu benar-benar mengedepankan urusan rakyat, bukan urusan pribadinya. Islam juga meniscayakan kedaulatan berada di tangan syariat yang kebenarannya tidak dapat diganti sesuka hati apalagi berdasarkan kepentingan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun