Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Potret Toleransi Beragama di Bulan Puasa ala Warga Biasa

10 Juni 2016   13:30 Diperbarui: 10 Juni 2016   14:34 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 - [caption caption="Sumber gambar: Akun Twitter @GreatQuates"][/caption]

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak suku, budaya dan agama, yang berbeda pada perjalanan nyaris 71 tahun negeri ini merdeka, banyak perbedaan yang menjadi warna, mincitrakan Indonesia sebagai negara majemuk yang dikagumi dunia dengan ragam kekhasannya.

Berbicara tentang segala yang beda tentu tak lepas dari toleransi yang menjadi pemersatu negeri tujuh dasawarsa lamanya. Indonesia dengan kekayaan adiwarna budaya merenda semangat toleransi lewat semboyan Binekha Tunggal Ika, Berbeda-beda namun satu- sebagai Indonesia.

Termasuk dalam toleransi beragama, pada perjalanannya, Ibu Pertiwi sejauh ini telah mengakui enam agama yang hidup berdampingan di bumi khatulistiwa.

Semangat toleransi beragama juga terekam di Kompasiana, melalui tulisannya, sejumlah warga biasa lintas agama dengan beragam cara menujukan potret toleransi beragama di bulan puasa Inilah intisarinya:

1. Ketika Seorang Katolik Menjalani Puasa Ramadan Umat Islam

Menjalani penelitian di Desa Sidajaya, Kabupaten Subang, Jawa Barat memberi pengalaman tersendiri bagi Felix Tani. Felix yang penganut Katolik mencoba mengikuti tradisi puasa umat islam di bulan Ramadan.

Kejadiannya tahun 1986. Saat itu, Felix dan seorang teman Muslim waktu itu sedang melakukan riset evaluasi program pompanisasi di Desa Sidajaya, Itu program yang dijalankan LSM Binaswadaya, sebagai solusi kekeringan yang melanda persawahan di sana saat kemarau.

Lima hari tinggal di desa, hari pertama Ramadan, bulan ibadah puasa umat Islam, tiba. Tidak masalah, karena Ramadhan selalu tiba setiap tahun.

Menjadi masalah karena Induk semang yang menampung Felix di desa itu, Bu Kuwu berkeras agar Felix tetap makan seperti biasa saja. Induk semang, dan hampir semua orang sedusun, sudah tahu Felix seorang Katolik . Jadi tidak wajib puasa Ramadan. Bu Kuwu berkeras menyiapkan makan pagi dan makan sore untuknya

Sebaliknya, Felix berkeras untuk ikut puasa Ramadan, seperti teman-temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun