Mohon tunggu...
Syifa AtiatulHasanah
Syifa AtiatulHasanah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

semangat menuju S.Pd

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stop KDRT pada Perempuan dan Anak

16 Desember 2023   10:35 Diperbarui: 16 Desember 2023   10:45 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan merupakan suatu hubungan yang mengikat antara laki-laki dan perempuan yang didasari rasa cinta dan berkomitmen untuk hidup bersama. Namun meskipun didasari rasa cinta, tidak semua pernikahan berjalan dengan baik. Pernikahan dapat menjadi suatu hal yang membuat trauma, seperti kasus dimana seorang laki-laki merasa memiliki kekuatan lebih besar di dalam rumah tangga sehingga menekan perempuan sebagai istri dan melakukan kekerasan, bahkan tak jarang anak harus menjadi korban.  

Evan Stark, seorang peneliti dan aktivis Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), menggambarkan KDRT sebagai "bentuk penindasan sistematis yang dilakukan oleh satu anggota keluarga atau rumah tangga terhadap yang lain, yang bertujuan untuk memperkuat atau mempertahankan kekuasaan dan kontrol.". Hal tersebut menggambarkan kekerasan yang dilakukan pelaku karena merasa mempunyai kuasa di dalam rumah tangga dan ingin memperhatankan kekuasannya.

 Jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak setiap tahunnya terus meningkat, melihat data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), telah terjadi sebanyak 25.050 kasus kekerasan pada perempuan dan anak sepanjang tahun 2022. Jumlah kasus tersebut meningkat sebanyak 15,2% dari tahun 2021 dengan jumlah kasus sebanyak 21.753 kasus.  Dalam hal ini, perempuan dan anak sebagai korban tak jarang harus meregang nyawa. Sayangnya, dibalik sifat laki-laki yang diindikasikan sebagai seorang yang bertanggung jawab, pemimpin, pengayom, dan pelindung di dalam keluarga justru melakukan tindakan melampaui batas wajar terhadap istri dan anaknya.

Menurut data dari Kemen PPPA, hingga 9 Desember 2023 telah terjadi sebanyak 25.774 kasus kekerasan kepada perempuan dan anak, jumlah kasus pada tahun 2023 kembali meningkat dari tahun sebelumnya, dengan kasus KDRT merupakan kasus tertinggi di dalam kasus kekerasan kepada perempuan dan anak yaitu sebanyak 15.691 kasus dan jumlah korban sebanyak 22.655 diantara nya adalah perempuan serta lebih dari 2.000 anak menjadi korban. Kekerasan seksual menjadi kekerasan yang paling banyak terjadi yaitu sebanyak 11.361 kasus disertai dengan kekerasan fisik sebanyak 8.809 kasus dan kekerasan psikis sebanyak 7.932 kasus.

Kasus KDRT ini terjadi karena ada faktor pemicunya. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya KDRT yaitu,  adanya tekanan ekonomi, adanya orang ketiga, frustasi, adanya persaingan antar suami istri, dan masih banyak lagi. Ketidaksetaraan gender juga dapat menjadi salah satu faktor terjadinya kasus KDRT. Menurut data dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP), Indonesia menjadi negara dengan urutan ke empat tertinggi di negara ASEAN dalam indeks ketimpangan gender yaitu di angka 0,453 poin dari rata-rata 0,336 poin. Status sosisal tentang lebih berkuasanya laki-laki dibandingkan perempuan masih terus ada hingga saat ini. Perempuan dan anak dianggap sebagai manusia lemah yang bisa diperlakukan seenaknya oleh laki-laki sehingga dengan mudahnya melakukan kekerasan pada perempuan dan anak.

Kasus KDRT yang tidak hanya menyerang fisik tapi juga psikis korban seperti pelecehan seksual, ancaman, serta cacian dan makian, dapat berpengaruh dan berdampak besar bagi kehidupan korban. Penderitaan korban atas kekerasan yang terjadi dapat berupa trauma yang mendalam, kesengsaraan, gangguan tidur, cacat fisik, stress, depresi, hingga cacat mental. Anak yang melihat kekerasan yang terjadi di dalam keluarganya juga akan terus teringat akan kejadian tersebut seumur hidupnya, bahkan bisa mempengaruhi masa depan.

Peran pemerintah sangat diperlukan dalam menangani kasus KDRT ini, melihat dampak yang dialami bagi kehidupan korban. Kasus KDRT yang dilakukan kepada perempuan dan anak merupakan salah satu tanda lunturnya moral di dalam diri manusia sehingga dengan mudahnya laki-laki melakukan kekerasan kepada perempuan dan anak yang dianggap lemah. Namun apakah usaha yang dilakukan pemerintah selama ini sudah cukup untuk mencegah bahkan menghentikan kasus KDRT yang terjadi?

Dilihat dari data website Kemen PPPA, dari 25.774 kasus kekerasan yang terjadi, sebanyak 20.697 korban telah melakukan pengaduan, tetapi bantuan hukum yang diberikan hanya kepada 5.818 kasus dan penegakan hukum yang dilakukan hanya kepada 2.754 kasus. Dari data tersebut, penegakan hukum terkait kasus kekerasan masih tergolong rendah dan banyak pengaduan dari korban yang belum dilakukan proses hukum. Sering terdengar berita ketika korban telah melapor kepada pihak berwajib tetapi laporan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh pihak berwajib, sehingga kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga semakin parah hingga membuat korban terluka parah bahkan meregang nyawa, setelah itu berita tentang kasus tersebut viral di media sosial, barulah pihak berwajib bertindak.

Kekerasan di dalam rumah tangga merupakan masalah serius sehingga dibutuhkan strategi yang tepat untuk mencegah dan menghentikannya. Strategi tersebut dapat dilakukan dalam  beberapa cara seperti, mengadakan kampanye atau seminar untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesetaraan gender, hak asasi manusia, dan dampak negatif dari KDRT, mendorong pembentukan dan penguatan Undang-Undang yang melindungi korban KDRT, memberikan pelaku hukuman yang tegas, menyediakan layanan dukungan bagi korban, serta melalui pendidikan dengan mengajarkan nilai-nilai kesetaraan gender, dan menghargai perbedaan sebagai pencegahan di masa mendatang. Tentunya strategi ini memerlukan kerja sama dari semua lapisan masyarakat dan lembaga-lembaga terkait untuk menciptakan lingkungan yang aman, damai dan terbebas dari KDRT.

Dari uraian mengenai kasus KDRT diatas, dapat disimpulkan bahwa kekerasan di dalam rumah tangga merupakan masalah serius yang melanggar hak asasi manusia terutama bagi perempuan dan anak yang harus dihentikan. Dalam menangani kasus ini, dibutuhkan peran dari pemerintah dan semua lapisan masyarakat. Pemerintah harus memberikan hukuman yang tegas kepada pelaku kekerasan dan lebih menanggapi laporan dari korban. Strategi untuk mencegah kasus KDRT juga harus bisa diimplementasikan di dalam kehidupan agar kasus KDRT bisa terus berkurang dan dapat tercipta lingkungan yang terbebas dari KDRT.

DAFTAR RUJUKAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun