Mohon tunggu...
Syekh Muchammad Arif
Syekh Muchammad Arif Mohon Tunggu... Konsultan - Menawarkan Wacana dan Gagasan Segar sertaUniversal

syekh muhammad arif adalah motivator dan bergerak di bidang konsultasi pendidikan dan pemerhati sosial dan keagamaan universal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penghormatan Habib: Syiar Islami atau Perbudakan Spiritual? Bagian Terakhir dari Dua Tulisan

25 November 2020   13:14 Diperbarui: 25 November 2020   14:09 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adalah jelas bahwa menjadi habib itu bukan  ikhtiyari (pilihan) tapi iradah (kehendak) dan  hibah (anugerah) Ilahi. Sebagaimana maqam tahthir atau derajat kesucian (baca surat al-Ahzab: 33 dan tafsirnya) yang dianugerahkan kepada ahlul bait tidak diperoleh oleh semua orang tapi maqam spiritual agung ini berasaskan iradah Ilahiyyah.

Yang menjadi masalah adalah fenomena habib tholeh (tholeh adalah lawan dari saleh). Habib tholeh berarti orang yang nasabnya bersambung kepada Nabi saw tapi tapi akhlak dan perilakunya tidak mencerminkan akhlak nabawi. Di sini kita harus bersikap jujur, proporsional dan obyekjtif. Jangan sampai kesalahan habib tholeh merambat ke habaib semuanya.

Bagaimanapun habib tholeh juga manusia biasa yang mungkin saja berbuat khilaf dan dosa. Adalah tidak adil dan tidak benar dosa "seseorang" (habib tholeh) kita timpakan pada "banyak orang" (baca: habib yang saleh). Maka, mencintai dan memuliakan habib yang saleh adalah cinta karena Allah dan tetap memuliakan habib tholeh dan tidak mengikutinya semata karena kecintaan kepada Nabi saw.

Rasulullah bersabda: "Demi dzat yang menguasai jiwa ragaku, tidaklah seseorang marah (mencaci dan membenci) kepada keluargaku kecuali Allah akan menceburkan ke dalam neraka." (HR. Al-Hakim).

Almaghfurlah Mbah yai Maimun Zubair berkata: "Jangan sampai berani menghina Sayyid (keturunan nabi -penulis). Bagaimanapun, ada darah Kanjeng Nabi pada mereka. Kalau tidak suka, anggap saja seperti sobekan Quran. Yang namanya sobekan, tidak bisa dibaca. Tapi jika diterlantarkan/dihina, jelas haram!

Dalam sebuh keterangan disebutkan, hormatilah anak-anakku (keturunanku) yang saleh karena Allah dan yang tholeh (tidak baik) karena aku.

Sayyid Abdullah Al-Haddad  mengingatkan:

"Seluruh kaum Muslimin hendaknya memastikan kecintaan dan kasih sayang mereka kepada Ahlul Bait, serta menghormati dan memuliakan mereka secara wajar dan tidak berlebih-lebihan."

  • Kesimpulan

Menjadi habib adalah anugerah dan nikmat khusus dari Allah yang harus dijaga keimanan dan akhlak hasanah. Habib harus sadar diri dan mawas diri serta bertanggung jawab terhadap identitas dan predikatnya sebagai habib. Sebagai figur religius dan simbol agama, habib harus sebaik dan sesempurna mungkin karena bagaimanapun banyak umat yang mengidolakannya. Sebagaimana ditegaskan Habib Zen, habib di samping harus berilmu luas, juga harus berakhlak mulia.

Dan alhamdulillah, ada ribuan  habaib yang saleh dan baik di negeri ini yang tidak kenal lelah dalam membimbing umat dengan caranya masing-masing dan mereka layak untuk dijadikan panutan dan dihargai.

Kedudukan sebagai habib jangan sampai mendatangkan ghurur (bangga diri), takabur (sombong), intihaz (aji mumpung/memanfaatkan untuk tujuan duniawi). Justru kecintaan dan kecenderungan umat pada habib harus dilihat sebagai modal pertama dan bagus untuk kemudian digunakan dalam jalan membimbing umat ke arah itmam akhlak (menyempurnakan budi pekerti) dan isyraq qulub (pencerahatan hati) serta iqath 'aql (kebangkitan akal). Lagi pula habib tidak boleh lupa terhadap kunci kepribadian  Rasulullah saw, yaitu rahmat dan cinta. Dimanapun berada dan bersama orang kafir sekalipun, pasti semua merasa aman dan nyaman bersama Kanjeng Nabi saw. Dan habib pun harus mewarisi adab cinta ini dari kakeknya. Dan sesuai namanya  habib, yang berarti kekasih alias orang yang hatinya penuh cinta, seorang habib harus menjadi pengajar cinta yakni, adakwah bil hubb (dengan cinta), fil hubb (dalam irama cinta) dan lil hub (demi cinta). Dan asalafuna shaleh (para pendahulu kita) sering kali mereka mengubah orang bukan dengan lisannya tapi dengan dakwah bil hal keadaan sehari-hari dan keteladanannya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun