Mohon tunggu...
Syehri Ally Reza
Syehri Ally Reza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Desain Produk Universitas Pembangunan Jaya

Mahasiswa S1 Universitas Pembangunan Jaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Agama Nusantara ditengah Globalisasi

9 Juni 2023   15:26 Diperbarui: 9 Juni 2023   15:34 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kementrian Dalam Negeri

Mamayu Hayuning Bhawana (sebagai rahmat bagi alam semesta)

Hari-hari penting kejawen tidak lepas dari "Kelahiran -- Pernikahan -- Mangkat" (kematian), yang ketiganya adalah kehidupan dalam tradisi Jawa. Orang Jawa akan mendapatkan nama pada ketiga peristiwa tersebut, yaitu nama saat kelahiran, nama saat pernikahan, nama saat mangkat (nama kematian dengan menambahkan "bin"/"binti" nama orang tua di belakang nama kelahiran) Kejawen tidak memiliki Kitab Suci, tetapi orang Jawa memiliki bahasa sandi yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran Kejawen tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat), kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) untuk membentuk orang Jawa yang hanjawani (memiliki akhlak terpuji), hal-hal tersebut terutama banyak tertuang dalam jenis karya tulis seperti kakawin, macapat, babad, suluk, piwulan, kidung, dan primbon.

 

Isu Legalitas Agama Nusantara

Pada masa pasca kemerdekaan, Presiden Republik Indonesia, Ir. Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dan dalam deklarasinya hanya diakui enam agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu, sehingga membagi masyarakat menjadi kelompok-kelompok menjadi agama resmi yang diakui oleh negara, kecuali bahwa agama merupakan tanggung jawab pemerintah di bawah Kementerian Agama Republik Indonesia, meskipun baik kepercayaan maupun kebatinan diakui dan diatur dalam UUD 1945.

Korban UU No. 1/PNPS/1965 dan pendirian lembaga keagamaan resmi adalah pemeluk agama atau kepercayaan di luar enam agama tersebut. Belum lagi orang yang tidak beragama. Pada awal Orde Baru, orang diharuskan memiliki agama dan jika tidak, orang dengan mudah disalahkan untuk PKI (Partai Komunis Indonesia), dan segera setelah tahun 1965 banyak orang "menjadi sipil. hamba". Agama". Bahkan kepercayaan agama dilihat sebagai budaya dan bukan agama. Masyarakat adat adalah sekelompok orang yang hidup di wilayah geografis tertentu karena asal usulnya, memiliki sistem nilai dan sosial budaya yang berbeda, memiliki kedaulatan atas tanah dan sumber daya alamnya, serta mengatur dan mengelola pembangunan berkelanjutan.

Hidup dengan Hukum dan Lembaga Adat (Pransefi, 2021:29).

Pada tahun 2016, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan salinan Putusan No. 97/PUU-XIV/2016 yang menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan penyelenggaraan manajemen penduduk yang terorganisir dan mengingat jumlah pemeluk agama yang besar dan beragam dalam masyarakat Indonesia, agama. elemen -terkait harus dimasukkan dalam data Kependudukan dimasukkan. Keyakinan ini hanya dimungkinkan dengan mendaftarkan pemangku kepentingan sebagai "beriman" tanpa menyatakan keyakinan yang diwakili dalam KK atau e-KTP, serta penganut agama lain. 

 

KESIMPULAN

Pada era globalisasi saat ini eksistensi agama nusantara semakin menurun ditengah masyarakat, dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat menjadikan agama nusantara semakin jauh dari peradaban di Indonesia. Agama nusantara merupakan sebuah budaya dan ciri khas Indonesia yang sangat kental dengan nilai, tetapi sayang sekali jika agama nusantara ini semakin terbelakang. Di anggap ketinggalan zaman, hampir dari seluruh masyarakat Indonesia meninggalkan adat dan budaya nya sendiri dan mengikuti budaya barat yang cenderung di anggap lebih maju. Sayang sekali jika agama nusantara serta budaya yang kental di dalam nya harus di tinggal kan begitu saja, padahal agama nusantara merupakan aset Indonesia yang sangat berharga untuk memperkenalkan atau menunjukan jati diri atau ciri khas kita sebagai bangsa Indonesia. Nilai-nilai seperti kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap leluhur dan nenek moyang. Nilai-nilai ini harus tetap dijaga ditengah kuatnya arus modernisasi dan gemuran budaya barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun