Mohon tunggu...
Syarwini Syair
Syarwini Syair Mohon Tunggu... Petani - Pegiat Lingkungan Hidup

Seorang petani Madura yang selalu belajar membajak dan mencangkul tanah kebudayaan untuk menanam kembang kearifan. Hidup dengan prinsip: tombu atina kembang, ngalotor atina ro'om!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kemelut Seni Tayub di Tengah Pragmatisme Masyarakat Madura

23 November 2016   19:45 Diperbarui: 24 November 2016   18:58 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: MataMaduraNews.com

Seni Tayub merupakan sejenis kesenian tradisional masyarakat Madura, khususnya di Sumenep, lebih khusus lagi pada masyarakat pedesaan,  yang sedang mengalami dinamika mengejutkan. Eksistensi seni tayub, yang terdiri dari kerawitan (najaga), sinden, tokang tandhang (penayub), dan satu juru gelandang, menjadi semacam tradisi masyarakat bawah yang tidak hanya sarat dengan nilai estetika, tetapi yang tidak kalah penting adalah etika.

Estetika seni tayub terletak pada visualitasnya, apa yang tampak dan bisa diamati serta dinikmati mata, bukan hanya audio dengan cukup mengandalkan suara yang bagus disaat ngejung. Sebab masyarakat lebih tertarik, dan lebih memerhatikan cara tangdhang para penayub, dari pada materi suara mereka.

Hal ini wajar dan sah, jika ada beberapa penayub yang hanya bisa nangdhang, tapi tidak bisa ngejung, karena pasti ada salah satu personil kerawitan yang ditugaskan untuk ngejung, sesuai dengan gending yang dipesan penayub. Sehingga sang penayub hanya tinggal menciptakan gerakan-gerakan tertu, mengikuti irama gendang dan gong, tanpa harus nembang / ngejung.

Sedangkan etika seni tayub meliputi sejumlah hal yang sangat kompleks; mulai dari busana, cara berjalan dan duduk, cara berbicara, merokok dan makan, bahkan sampai pada materi kejung (tidak boleh ada unsur SARA) dan cara memperlakukan sinden. Semua etika tersebut harus dimiliki oleh para penayub agar mampu meraih simpati dan empati dari masyarakat pengggemar, layaknya bintang sinetron di dunia telenovela.

Kegengsian Sosial

Sebagai kesenian rakyat, keberadaan seni tayub mampu menembus ke semua segmen struktur sosial masyarakat pedesaan, pesisir dan pedalaman. Meskipun dengan biaya yang sedikit mahal, untuk ukuran ekonomi rakyat kebanyakan, hampir setiap ada hajatan pertunangan dan pernikahan, seni tayub dipastikan menjadi ajang hiburan dan sajian utama yang sekaligus menjadi simbol martabat tuan rumah.


Latar belakang ekonomi yang di bawah rata-rata, mampu dikalahkan dengan semangat adu gengsi dan dukungan antar teman yang solid (group), serta sistem tompangan, baik berupa uang atau barang, sehingga seni tayub mampu bergerak lebih cepat dan merata, no limit. Maka, pertimbangan yang dipakai sangat pragmatis, yang penting ngadakan tayuban dulu, soal hutang dan lain-lain, urusan belakangan.

Oleh karena itu, pada perkembangan selanjutnya, seni tayub bukan hanya menjadi tradisi yang membudaya, namun telah berubah semacam kegengsian sosial dan harga diri struktural yang dipaksakan. Lambat laun, seni tayub akan menjadi narkoba kebudayaan yang membuat para penggemarnya kecanduan sampai tercipta ketergantuan yang permanen.

Sehingga hal tersebut akan menghilangkan daya kritis dan sikap arif dalam melihat seni tayub sebagai kreasi atau hasil cipta rasa karsa manusia, yang harus selalu dikontrol dan dilestarikan sebagai wadah kesenian tradional, yang kaya akan makna dan kearifan lokal.

Gambang misalnya, terdiri dari 17 bilah kayu yang menunjukkan 17 raka’at shalat dalam sehari semalam. Ini melambangkan bahwa para warga seni tayub jangan sampai meninggalkan shalat hanya karena alasan kesenian, sebab dalam filosofi seni tayub, seni adalah bagian dari agama. Seorang seniman sekaligus seorang agamawan. Tujuan berkesenian adalah mengasa kepekaan rasa agar lebih mudah diajak beribadah kepada Allah. Makanya, ada gong besar yang ketika ditabuh berbunyi “gung”, maksudnya “Yang Maha Agung”, agar dalam berkesenian hati tetap bersambung kepada Allah SWT.

Geliat Kemuraman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun