Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dialog Seorang Kakek dan Cucunya di Taman Bacaan

9 Februari 2024   08:02 Diperbarui: 9 Februari 2024   08:16 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Bila ada satu dekapan yang paling kuat, bisa jadi itu adalah dekapan seorang kakek kepada cucunya. Dan sebaliknya, bila ada satu genggaman tangan yang paling kokoh itu bisa terjadi pada genggaman jari seorang cucu kepada kakeknya. Kalimat itu hanya mempertegas eratnya hubungan kakek dan cucunya.

Tentu saja, menjadi seorang kakek tergolong istimewa. Bergerak ke sana ke mari, sambil bersenandung kecil. Agar sang cucu tertawa. Berjalan-jalan sambil melantunkan doa agar sang cucu tumbuh sehat dan dilindungi-Nya. Mau tidak mau, sang kakek pun jadi lebih aktif. Sambil mengulang kembali masa-masa saat menggendong anaknya sewaktu bayi atau balita. Sungguh, kebahagiaan seorang kakek sulit diungkapkan dengan kata-kata saat menggendong sang cucu.

Dekapan erat untuk sang cucu, itulah yang saya lakukan kepada Aleena Thalia Saqeenarava, anak dari putra sulung saya sekaligus cucu pertama saya yang baru berusia 6 bulan. Persis saat libur peringatan Isra Mi'raj (8/2/2024), Aleena mengunjungi TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sebagai kakek, saya pun menggendong dan bermain dengannya. Sambil melantunkan "lagu-lagu lama anak kecil" dan bersholawat untuk Aleena. Bersenandung sambil menggendong cucu, bisa jadi spirit dan energi baru seorang kakek dalam mengarungi sisa kehidupannya.

Saat menggendong cucu, siapapun terbersit pikiran yang sederhana. Bahwa menjadi seorang kakek bukan tentang mau menjadikan apa cucu-cucunya. Bukan pula tentang bagaimana orang tua harus mendidiknya. Tapi cukup untuk menghargai waktu dan kondrat alam semesta. Bahwa selalu ada ikatan emosional yang tidak dapat dipisahkan antara seorang kakek dan cucunya. Persis seperti seorang anak dengan kedua orang tuanya. Karena relasi itu sudah menjadi hukum alam, hukum semesta yang tidak bisa dihambat oleh siapapun.

Lebih dari itu, saat seorang kakek menggendong cucunya. Pasti imunitas tubuh sang kakek meningkat pesat. Sentuhan cucu yang memberi energi Istimewa dan mampu memperkuat kekebalan tubuh. Selalu ingin memeluk dan menciumnya. Hingga memberikan rasa tenang dan damai, bahkan membuang stres. Senyuman kecil sang cucu seakan "memberi nasihat" kepada sang kakek untuk terus menjaga kesehatan dan bersyukur atas nikmat karunia yang sudah diperolehnya hingga menjadi kakek-kakek. Cucu adalah obat untuk mencegah kehilangan memori di usia tua. Di samping dapat menjadi reminder sang kakek untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, di samping terus ikhtiar memperbaiki diri.

Ada benarnya pesan orang tua dulu. Bahwa saat kakek menggendong cucunya, ada kebijaksanaan, kehangatan, dan cinta yang mengalir apa adanya. Tanpa rekayasa, tanpa motif apapun. Semuanya terjadi secara alamiah. Dekapan hangat seorang kakek untuk cucunya tidak bisa dianalisis secara ilmiah. Karena soal batin, soal ikatan emosional yang sudah menjadi hukum alam. Di dalam diri seorang kakek, ada telinga yang benar-benar mendengarkan, ada lengan yang selalu menggenggam, ada cinta yang tidak berkesudahan, dan ada hati yang selalu ikhlas.

 

Faktanya, manusia punya mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan mulut untuk berbicara. Sayangnya, terlalu banyak manusia yang lebih senang banyak berbicara daripada mencoba mendengar dan melihat. Sehingga tidak sedikit orang-orang dewasa terbuai oleh waktu yang tidak bermanfaat, bahkan gemar melakukan aktivitas yang buruk. Maka sambil menggendong Aleena, saya pun berbisik dan berdoa di telinganya. Agar kelak cucu saya Aleen, tumbuh menjadi anak yang solehah dan diberkahi Allah SWT. Menjadi anak yang selalu 1) menjaga sholat lima waktu, 2) selalu berbuat baik kepada siapapun, 3) gemar bersedekah, 4) rajin membaca Al Quran, 5) selalu berzikir dan bertasbih, 6) memperbanyak istighfar, dan 7) selalu sabar dan bersyukur dalam segala keadaan. Sehingga kelak, alam semesta pun bergetar karena akhlaknya.

Seorang cucu pasti menjadi perisai bagi orang tuanya. Tapi cucu juga mampu menjadi sahabat bagi kakeknya. Karena saat dialog cucu dan kakeknya, selalu ada pesan untuk mencintai dan memperbaiki diri. Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun