Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puasa, Momen untuk Menimbang Amal Diri Sendiri

22 Maret 2023   09:51 Diperbarui: 22 Maret 2023   09:59 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Insya Allah, jika tidak ada halangan. Hari pertama puasa Ramadan 1444 H jatuh di hari Kamis, 23 Maret 2023. Selain untuk meningkatkan kualitas iman dan takwa, momen puasa juga bisa dijadikan sarana muhasabah diri. Untuk menimbang amal ibadah yang sudah dilakukan. Menimbang amal, antara perbuatan baik dan buruk sebagai pertanggungjawaban diri. Mana yang lebih banyak dilakukan, amal baik atau amal buruk?

Jangan lupa, setiap amal baik dan buruk siapapun pasti akan ditimbang kelak di akhirat. Timbangan amal baik dan amal buruk selama hidup itulah yang disebut mizan. Sementara penghisaban atau penimbangan amal baik dan buruk disebut yaumul mizan. Jadi, adil itu ketika apa yang diperbuat di dunia semuanya akan mendapat ganjarannya di akhirat. Tinggal tunggu waktunya.

Amal baik atau buruk itu pilihan. Tergantung pada orangnya. Apalah mampu menjadikan semua aktivitas dalam hidup sebagai ladang amal untuk menebar kebaikan. Menenar manfaat kepada sesama daripada bergunjing yang hanya mengundang dosa. Punya media sosial malah dipakai untuk pamer gaya hidup. Ikut grup WA hanya dipakai becanda dan mengejek melulu. Bahkan hati dan pikiran dipakai hanya untuk membenci atau menghina orang lain. Timbanglah, banyak amal baik atau buruk saat menggunakan medsos?

Bila mau jujur, zaman begini. Banyak orang lebih senang dengan urusan dunia yang tidak ada gunanya. Gaya hidup, nongkrong, dan bergunjing di grup WA dianggap urusan "besar" padahal tidak ada manfaatnya sama sekali. Sementara berbuat baik dan menebar manfaat ke orang lain, termasuk menyantuni anak yatim dan kaum jompo dianggap urusan "kecil".  Lupa, ada hal-hal kecil di dunia yang punya timbangan besar di akhirat. Seperti kisah perbuatan baik seorang pezina yang diampuni oleh Allah SWT karena berbaik hati memberi minum anjing yang kehausan. Tapi ada juga amal buruk yang dianggap kecil tapi membawa petaka yang besar. Saat seorang wanita "harus" masuk neraka karena seekor kucing yang diikatnya dan tidak diberi makan. Apalagi kepada sesama manusia?

Banyak orang tidak bantu, tidak kasih makan. Bahkan tidak memberi biaya sekolah. Tapi bila sudah ngomongin orang kayak yang paling benar sendiri. Tidak tahu duduk perkara secara objektif tapi seolah-olah tahu segalanya. Lalu, menyalah-nyalahkan dan menghakimi orang lain. Seakan orang lain selalu salah, sementara dirinya dan grup-nya seperti paling benar sendiri. Sudah lupa, menimbang amalnya sendiri. Itulah pentingnya, muhasabah diri. Menimbang amal baik atau buruk, mana yang lebih banyak dilakukan?

Mumpung belum terlambat. Jadikan bulan puasa sebagai momen menimbang amal. Banyak baiknya atau buruknya. Agar tidak menilai bobot apapun dari lahirnya semata. Tapi lihat juga aspek batinnya. Mulailah lakukan hal-hal kecil di dunia yang bermanfaat tapi punya dampak besar di akhirat. Agar puasa bisa "mengembalikan fitrah" manusia yang hakiki. Bahwa manusia itu bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Semuanya hanya bergantung kepada Allah SWT. 

Timbang amal sendiri. Karena zaman begini, makin banyak orang yang sering terjatuh bukan karena menabrak batu besar di hadapannya. Tapi mereka terjatuh justru karena tersandung batu kecil yang tidak terlihat matanya. Mata hatinya mati, pikirannya picik, dan amalnya buruk. Menyedihkan. Sudah saatnya menimbang amal sendiri. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun