Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Esensi Bukan Sensasi, Spirit Jati Diri ILUNI 30

3 Juli 2020   11:24 Diperbarui: 3 Juli 2020   11:23 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapapun pasti punya teman. Siapaun butuh teman. Apalagi teman seperjuangan. Saat di sekolah, di kampus, bahkan teman nongkrong di warung kopi atau di kafe. Ada juga teman buat "ngomongin orang lain" Iya, semua itu teman. Atau lebih akrab disebut sahabat. Jadi, teman bolehlah disebut orang-orang yang sama-sama berjuang, dalam situasi dan keadaan apapun. Untuk mencapai tujuan, pada masanya.

Maka hari ini atau esok, teman atau pertemanan pasti dibutuhkan siapapun. Tanpa terkecuali. Karena tiap orang tiap manusia, sejatinya dilahirkan sebagai makhluk sosial. Makhluk yang harus bersosialisasi. Sekali lagi, pertemanan memang tidak bisa dibantah bahkan sulit dihindari.

Namun hati.hati. Teman atau pertemanan yang kemudian akan "naik kelas" menjadi sebuah komunitas atau sebuah ikatan. Seperti teman-teman sekolah menjadi ikatan alumni. Maka sepatutnya, pertemanan itu tidak hanya dibangun atas sejarah atau massa lalu.Bahkan pertemanan tidak melulu soal atas dasar hubungan rasional semata. Karena hakikatnya, rasionalitas manusia sering kali "menjebak" individunya ke dalam jurang kepentingan sesaat. Pertemanan yang terlalu subjektif.

Maka ke depan, pertemanan harusnya berpijak pada ikatan emosional. Sebuah sikap dan perilaku berteman yang nilai-nilai ketulusan, kejujuran, dan kasih sayang (maaf bukan cinta). Sehingga pertemanan itu tidak dibangun atas dasar ego. Tapi atas dasar kesamaan pikiran dan perasaan untuk Bersatu, untuk bergotong royong. Karena berteman, bukan soal raga tapi soal jiwa.

Plato, filsuf yang hidup lebih dari 2400 tahun yang lalu. Ia bilang pertemanan hakikatnya dilandasi 3 (tiga) konsep, yaitu 1) philia, 2) eros, dan 3) agape. Secara singkat, berteman atas dasar philia dan eros hanya berfokus pada kualitas orang yang ditemani. Karena dianggap punya kelebihan tertentu bahkan dilandasi nafsu.

Begitu "kualitas teman" tidak sesuai dengan harapannya, maka kecewalah akhirnya. Tapi berteman atas dasar agape adalah pertemanan yang membangun, yang bersinergi. Bukan bertumpu pada kepentingan dan kepuasan diri, melainkan pada tumbuh kembang si teman. Agape, persis gaya pertemanan yang lakukan "seorang ibu saat merawat anaknya". Penuh dengan kasih sayang, bukan hanya cinta.

Maka tulisan ini, spesial, saya dedikasikan kepada teman-teman saya alumni SMAN 30 Jakarta. Teman-teman sesama alumni yang pernah berjuang untuk belajar ketika masa sekolah menengah atas. Alumni yng bukan lagi atas nama Angkatan atau kelas. Tapi alumni SMAN 30 Jakarta yang mau "berjuang bersama" dalam Ikatan Alumni SMAN 30 Jakarta (ILUNI 30). Untuk memastikan terbentuknya ILUNI 30 sebagai wadah semua alumni SMAN 30 Jakarta yang bukan hanya "raga" tapi "jiwa.. Ikatan alumni yang berjati diri esensi, bukan sensasi. 

Esensi bukan sensasi, begitulah spirit yang melandasi ILUNI 30.

Agar menjadi ikatan alumni yang tidak lekang oleh waktu. Dan yang terpenting, mampu menear manfaat daripada mudarat. Pertemana yang bukan dilandasi ego tapi kasih sayang. Kekompakan dan kebersamaan sebagai makhluk Tuhan. Karena berapa banyak ikatan alumni atau komunitas tongkrongan yang akhirnya hanya "seumur jagung". Karena di dalamnya terlalu banyak ego dan kepentingan. Hingga akhirnya, "mati suri" bila tidak mau dibilang "mati dengan sendirinya". Maka, ILUNI 30 adalah jiwa bukan raga. Agar tak lekang oleh waktu; menebar manfaat dan kontribusi yang lebih besar.

Siapapun, sadar sesadar-sadarnya. Bahwa ikatan alumni di manapun bukan hanya sarana untuk kumpul-kumpul semata. Tapi ikatan alumni harus mampu menyehatkan, mampu menebar kebaikan bagi para alumni di dalamnya. Alumni yang berani membangun spirit  yang sehat dan positif. Karena yang penting ESENSI, bukan SENSASI-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun