Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Virus Corona, Makin Terkenal Makin Menakutkan

21 Maret 2020   10:20 Diperbarui: 21 Maret 2020   11:23 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tadi pagi, saya jajan nasi uduk dekat rumah. Di pasar pinggir jalan, ramai juga. Antre yang beli, maklum enak. Pas dilayani, saya tanya ke penjual, "Ibu, masih tetap jualan Bu. Gak takut corona". Si Ibu penjual yang orang Betawi bilang, "Lha Pak, boro-boro takut sama corona. Saya mah takut gak makan. Gak makan mati, corona mati. Ya, mendingan jualan" kata si ibu. Dalam hati saya, iya benar juga si ibu.

Kemarinnya lagi. Saya dengar kabar, seorang kawan beberapa hari lalu merasa tidak enak badan. Ada diare, muntah, sedikit demam, dan batuk. Badannya lemas, katanya. Lalu periksa ke RS di Jakarta. Kata dokternya, ini gejala flu biasa. Karena beberapa hari belum juga sembuh, kawan saya pergi lagi ke RS yang lain di Jakarta. 

Keluhannya tetap sama, tapi kawan saya takut kena Covid-19. Ehh, setelah diperiksa suhu tubuh dan tekanan darah. Sang dokter bilang, "Bapak, saya rujuk ke RS Persahabatan ya. Karena gejalanya mengarah ke virus corona". Saking takutnya, kawan saya pun ke RS Persahabatan. 

Tapi sayang, antreannya panjang. Kawan saya, hanya diukur suhu tubuh. Tanpa di tes tekanan darah atau masuk ke ruang periksa. Hanya disuruh isi formulir isian cek corona. Dan akhirnya, petugas menghampiri kawan saya sambal bilang, "Bapak bukan corona ya, jadi boleh pulang".

Namanya Covid-19. Tadinya saya kira ini sejenis vitamin. Ternyata bukan. Malah virus yang lagi menghebohkan. Covid-19 nama keren dari virus corona. Tapi bikin bingung banyak orang. 

Bahkan hari-hari ini, virus corona atau Covid-19 ini makin menakutkan. Virus yang jadi penyakit tapi sulit dideteksi. Siapa yang menularkan, siapa yang tertular sama sekali tidak jelas. Zaman makin canggih, orang-orangnya makin canggih teknologinya pun canggih. Ehh, penyakit atau virus pun ikut-ikut canggih. 

Virus corona kadang bikin gemas. Makin popular makin terkenal. Tapi justru makin menakutkan, makin mematikan. Harusnya kan kalau makin terkenal makin dipuja, digemari. Seperti politisi, makin terkenal makin banyak yang milih. Virus corona justru tidak, bikin gemas saja kamu virus.

Dulu, penyakit itu gak aneh-aneh. Paling cacingan atau masuk angin. Bila kecapean dikit, penyakit yang agak keren ya typus. Itu juga obatnya disuruh minum obat cacing.

Aneh rasanya dikenal begitu universal dan sekaligus sangat kesepian. Kalau sakit batuk, demam, diare dikit, orang tua saya Cuma suruh "berjemur di terik matahari". Sehabis itu memang sembuh. Penyakit dulu gak aneh-aneh. Tapi penyakit sekarang aneh-aneh alias canggih-canggih.

Saking canggihnya. Virus corona bikin pusing dan heboh "orang-orang atas". Bikin rumah sakit darurat, panic buying, cari obat ini obat itu. Sampai warga disuruh social distancing-jaga jarak sosial. 

Kantor-kantor disuruh libur, sekolah diliburkan. Bahkan indeks saham jeblok. Rupiah pun merosot tajam. Di TV "orang-orang atas" tampil tiap jam, kasih update kasih imbauan. Di grup WA juga sama. Ada yang kasih update jumlah suspek, jumlah meninggal bahkan kasih edukasi cara mencegah virus corona. Di TV, di medsos, di grup WA topiknya cuma virus corona dan segala inisiatifnya. 

Sementara "orang-orang bawah", tukang nasi uduk, tukang gorengan dan rujak, dan pasar-pasar di kampung biasa-biasa saja. Diimbau jaga jarak dan hindari keramaian kata "orang atas". Tapi "orang bawah" tetap ramai dan tidak ada jarak. Virus corona, memang hebat sehebat-hebatnya.

Saking hebatnya. Virus corona kalau dijadikan soal ujian pun sudah cukup untuk satu mata pelajaran atau satu mata kuliah. Karena istilahnya banyak, dan perlu dihafalin biar gak salah biar gak ketuker. 

Ada istilah ODP, PDP, lockdown, social distancing, suspect, positif, isolasi, karantina, work from home, imported case, local transmission, pandemik. Belum lagi istilah: hand sanitizer, disinfektan, dan APD. Istilah-istilah yang cukup untuk ujian akhir atau mid-test. Tapi sayang, jawabannya mau salah 1 atau salah 5 sama saja. Intinya, salah semua alias serba salah.

Jadi buat saya, virus corona itu menggemaskan. Virus yang bikin gemas. Karena saat "gemas" bercampur baur semua perasaan; ada benci, dongkol, geregetan, gondok, jengkel, kesal, mangkel, sebal, geram, gusar, dan marah. Tapi tetap bikin kangen.

Virus apakah yang bikin gemas? Jawabnya virus corona.

Semua orang sibuk, banyak orang takut bahkan panik. Ehh ternyata, virus corona sedang dilanda jatuh cinta. Pergi entah kemana yang dia suka. Maklum lagi di mabuk asmara, dia sedang mencari kekasihnya. Sementara orang lain menganggap aneh dan menakutkan. Cinta itu kadang aneh, masih saja bisa tertawa saat hati merasa sakit.

Di dunia ini ada orang yang gak bisa dinasehatin? Yaitu orangyang sedang jatuh cinta, persis seperti virus corona.... #BudayaLiterasi #LawanVirusCorona

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun