Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ria Irawan dan Hikmah "Biarkan Aku yang Pergi"

7 Januari 2020   09:08 Diperbarui: 7 Januari 2020   09:17 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di usia 50 tahun, aktris Ria Irawan berpulang untuk selamanya pada Senin, 6 JUanuari 2020 kemarin. Akibat kanker getah bening yang diidapnya. Menurut suaminya, sebelum mengembuskan napas terakhir, Ria Irawan sudah mengisyaratkan bahwa umurnya sudah tak lama lagi.

Kata-kata terakhir yang diucapkan kira-kita "Sakitnya bikin capek", begitulah kira-kira. Memang, kondisi sakit kanker yang menyerang Ria Irawan sebelumnya cukup parah. Karena yang diserang dua organ, otak sama paru. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Apa hikmahnya?

Sekit bisa saja terjadi pada siapapun, pada setiap manusia. Sakit pun datangnya bisa diduga, bisa tidak terduga. Namun satu yang pasti, apapun yang terjadi pada manusia. Semua sudah menjadi kehendak-Nya. Manusia hanya bisa ikhtiar dan doa. Selebihnya Allah SWT yang menentukan.

Ria Irawan telah pergi.

Seperti hidup, tiap perjalanan pun harus berakhir. Mengakhiri, karena kita sudah memulai. Tidak ada sama sekali yang abadi selain Zat-Nya dalam hidup kita. Maka siapapun, harus siap untuk mengatakan, "biarkan aku yang pergi".

Pergi untuk menuju keharibaan-Nya.

Karena itu, jangan pernah menjauh dari-Nya. Jangan pernah menganggap enteng hubungan dengan-Nya. Jadikanlah setiap menit dan jam, untuk selalu mengingat-Nya. Malam-malam yang digunakan untuk bersenggama dengan Zat-Nya.

Karena sedetik pun manusia melepaskan-Nya. Untuk apa cinta dunia, bila akhrnya mengikis buaian cinta dan asmara dengan-Nya. Di antara gelaran sajadah hingga tetesan air mata. Air mata pengakuan tidak berdaya seorang anak manusia, yang terlalu mudah diombang-ambing ego, logika hingga emosi yang tak menentu.

Biarkan aku yang pergi.

Aku mengaku betapa kecilnya manusia di bentangan asma agung-Nya. Aku mengaku betapa banyaknya dosa anak manusia yang tidak disadari. Hingga tetesan air mata itu, kembali mengucur deras ketika menyentuh dinding-Nya, ketika mencium sajadah-Nya. Ketika menggapai pintu berkah-Nya. Maka katakan, "biarkan aku yang pergi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun