Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filosofi Pohon Pisang, Tiap Orang Bisa Bantu Sesamanya

18 Desember 2019   06:53 Diperbarui: 18 Desember 2019   06:58 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diambil dan diolah pribadi

"Mas kalau kepengen hidup tenang, hiduplah seperti pohon pisang". Mas nek pengen uripmu trentrem, urip po koyok wet gedang. Begitu kata seorang tua di sebuah kebun.

Lho, kenapa hidup tenang harus seperti pohon pisang?

Iya itu hanya nasehat. Bisa diterima bisa juga tidak. Tapi bila mau direnungkan sejenak, mungkin ada benarnya nasehat itu. Hidup seperti pohon pisang. Sebut saja, filosofi pohon pisang.

Pohon pisang itu, sama sekali tidak butuh tempat khusus untuk tumbuh. Maka pohon pisang bisa tumbuh dimana pun. Di tempat gersang, di tempat dingin bahkan di tempat yang hambar sekalipun pohon pisang tetap bisa tumbuh. Pohon pisang selalu survive di mana pun; berusaha tetap hidup dan tidak menyerah dalam segala keadaan. Lalu manusia, kenapa harus cengeng di saat punya masalah?

Hebatnya lagi. Pohon pisang itu tidak mau mati sebelum berbuah. Ia ingin kehadirannya di dunia ini bisa memberi manfaat sebelum ajal menjemputnya. Semasa hidupnya, pohon pisang harus terus berkarya, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain. Tidak peduli dalam keadaan apapun.

Pohon pisang hanya berjuang untuk berbuang walau ia tidak akan menikmati hasil perjuangannya. Maka begitu pun manusia seharusnya, jangan pernah meninggalkan suatu tempat tanpa meninggalkan karya yang baik. Berbuat baik di mana pun. Karena sewaktu-waktu, tiap manusia bisa saja "terpaksa" meninggalkan suatu tempat secara tiba-tiba dan tidak bisa ditunda lagi.

Pohon pisang itu keren, Karena seluruh bagian tubuhnya punya manfaat. Mulai dari akar, batang, daun, pelepah daun, apalagi buahnya. Bahkan ketika buah masih mentah pun bisa dibuat keripik. Manusia pun begitu, ada dan hidup untuk memberi manfaat kepada orang lain. Selagi mampun, selagi bisa berbuatlah untukmenebar manfaat kebaikan kepada siapapun.

Tidak sekedar itu, pohon pisang pun selalu mampu mempersiapkan generasi penerus. Sebelum ia ditebas mati. Selalu ada tunas baru yang siap tumbuh di sampingnya. Tunas-tunas muda yang akan meneruskan tugasnya memberi manfaat kebaikan pada siapapun. Maka hikmahnya, manusia yang katanya punya akal pikiran harusnya bisa berbuat dan bermanfaat  yang tak lekang oleh waktu. Hidup bukan hanya untuk cari makan. Tapi hidup pun perlu memberi manfaat.

Ada sifat baik yang bisa dipetik dari pohon pisang. Pohon pisang tidak pernah mewariskan dendam kepada anak-anaknya. Sekalipun ia harus ditebas saat diambil buahnya. Pohon pisang tidak dendam saat disakiti. Hidup itu bisa manis bisa pahit. Apapun keadaanya, jangan mewariskan dendam untuk siapapun dan kepada siapapun. Karena pohon pisang, selau mewariskan kebaikan karena buahnya manis. Bukan mewariskan keburukan.

Terserah. Siapapun boleh gemar pisang ambon, pisang tanduk, pisang kapok, pisang emas, pisang raja, pisang susu, pisang hijau atau pisang-pisang lainnya. Bahkan untuk menikmatinya, boleh menanam sendiri atau hanya membeli pisangnya. Asal jangan lupa, filosofi pohon pisang. Untuk tetap berjuang memberi kebaikan atau manfaat dan jangan pernah berputus asa dalam keadaan apapun. Berjuanglah secara mastatho'tum; ikhtiar penuh kesungguhan, sekuat tenaga yang kita miliki sampai Allah SWT yang menghentikan kita. Bukan karena kita yang ingin berhenti.

Seperti pohon pisang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun