Mohon tunggu...
Syamsul Bahri
Syamsul Bahri Mohon Tunggu... Dosen - Saya seorang aparatur sipil negara (ASN) yang kebetulan menjadi dosen sosiologi pada Jurusan Sosiologi Fisip Universitas Riau sejakl tiga (3) dekade yang lalu.

Saya sangat suka belajar, mengaplikasikan ilmu saya dalam kehidupan masyarakat dan sampai saat ini masih belum terpenuhi rasa puas seorang ilmuan yang bergelut dalam bidang ilmu-ilmu sosial, khususnya Sosiologi yang menurut saya sangat menarik dan menentukan bahkan merupakan prioritas seluruh masyarakat dunia untuk dijadikan referensi menuju masyarakat yang dicita-citakan atau yang diimpikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sepotong Pemikiran buat Pak Jokowi

29 Januari 2020   02:47 Diperbarui: 29 Januari 2020   03:07 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Selain itu, kemacetan lalu lintas terjadi di mana-mana, rumah susun sebagai solusi kaum miskin yang berkutat di area kumuh (slums) tidak terjangkau kelas bawah, struktur kota Jakarta yang terbagi atas kawasan primer perkantoran pemerintahan dan kepolisian, pendidikan, permukiman dan perekonomian kurang tertata secara sentripugal, kawasan sekunder seperti industri dan perdagangan, fasilitas publik, jaringan sarana dan prasarana transportasi, fasilitas olahraga, kawasan wisata kota, kawasan hiburan, terminal dan lain-lain, kurang strategis pada lapisan kedua jantung kota karena terlihat berserakan tanpa arah maupun zonasi yang saling mendukung antar kawasan.

Kemudian, kawasan tersier dan peluang pengembangan kota secara sentripetal, yang bisa diperuntukkan bagi area paru-paru kota, penahan banjir dan penghijauan, kawasan pertanian untuk mendukung industri kota, kawasan permukiman murah yang terjangkau, kawasan potensi sumber air bersih, waduk penyimpnanan air, waduk pembangkit energi listrik tenaga air, tenaga diesel, tenaga surya, tenaga gas, pergudangan, kawasan pertambangan jika ada, kawasan militer, dan sebagainya juga tampak kurang teratur, campur aduk dan berkembang seolah-olah tanpa master plan.

Akibatnya, ketiga kawasan primer, sekunder dan tersier kota Jakarta kurang saling mendukung antar kawasan dalam sistem aksesibilitas urat nadi kota yang dihubungkan oleh prasarana jalan utama dan jalan tol, sarana transportasi publik, jalur perdagangan, pintu masuk dan ke luar kota yang lancar dan bebas hambatan.

Jujur kita akui, bahwa penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan  yang memprioritaskan sinerjitas antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan yang dikenal dengan konsep Triple-P (Product, Planet and People) belum diyakini dan diaplikasikan sebagai mainstream paradigma baru pembangunan nasional. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi membutuhkan niat, kegigihan dan kerja keras serta kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan dukungan segenap lapisan masyarakat untuk melaksanakannya.

Contoh ringan dapat disimak dari kegagalan banyak negara melakukan program reboisasi, sebagaimana diungkapkan oleh Erick P. Eckholm, dkk (1984) yaitu walaupun terdapat kemauan politik dan dana cukup, tapi pelaksanaan reboisasi secara besar-besaran merupakan suatu proses yang tak terduga rumit dan sukar.

Menanam berjuta-juta pohon kayu dan merawatnya sampai cukup dewasa bukanlah suatu tugas teknis yang jelas batasnya, seperti halnya membuat  sebuah bendungan atau mendirikan pabrik pupuk kimia. Penanaman pohon kayu hampir selalu dipengauhi oleh kekusutan  politik, budaya dan pemerintahan yang melanda daerah pertanian. Penghijauan selalu dipengaruhi dan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan hidup sehari-hari sebagian besar penduduk dan seringkali berakhir dengan kegagalan.

Oleh karena itu, ibukota Jakarta sekarang sudah tidak pantas menjadi ibukota negara. Sebagai kota tua, kapasitas daya dukung dan daya tampung sudah melebihi kemampuan lingkungan, sehingga rentan bencana alam yang tidak terduga.

Perkembangan penduduk, produk-produk industri dan perdagangan, produksi berbagai jenis moda transportasi, kemacetan, banjir, penataan dan pengembangan wilayah perkotaan yang saling mendukung dan melengkapi pada semua zonasi dan tata ruang kota kurang tertata secara sistematis yang memiliki kawasan jantung kota, paru-paru kota, urat nadi dan terminal kota, lambung pencernaan makanan, saluran pembuangan limbah atau tinja, lambung kota, dan sebagainya laksana sirkulasi organ tubuh manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai contoh yang paling dekat.

Dengan kata lain, tubuh kota Jakarta yang sudah tua, sedang mengidap penyakit, potensi darah putih untuk menangkis penyakit lemah, ginjal yang bertugas memperlancar sirkulasi dalam tubuh kurang berfungsi, saluran pembuangan air seni dan tinja macet, jaringan syaraf yang menghubungan semua anggota tubuh agar berfungsi normal mengalami hambatan serius. Dengan demikian, wacana relokasi ibukota Jakarta ke Kalimantan Timur perlu dan patut untuk segera dilakukan tanpa alasan emosional yang tidak berdasarkan pertimbangan ilmiah

SESUAI AMANAT KONSTITUSI DAN TEPAT-GUNA

Memang semua orang Indonesia, bahkan orang asing di seantero dunia mengetahui dan mengakui bahwa ibukota negara Republik Indonesia bertempat di Kota Jakarta. Indonesia dikenal juga sebagai negara maritim yang terdiri dari 70% wilayah perairan dan meliputi 14% dari garis pantai dunia dan terbentang dari Sabang di timur dan Merauke di barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun