Mohon tunggu...
Syamsul Alam
Syamsul Alam Mohon Tunggu... Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pena

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Phubbing di Era Digital

12 September 2025   07:15 Diperbarui: 12 September 2025   07:15 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Phubbing, atau istilah singkat dari "phone snubbing", merupakan kebiasaan mengabaikan orang lain di sekitar kita karena terlalu fokus pada ponsel. Fenomena ini semakin umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana kita cenderung lebih tertarik dengan layar ponsel daripada berinteraksi langsung dengan orang-orang di sekitar.

Dalam situasi sosial seperti makan malam bersama teman atau keluarga, nongkrong bersama teman, pertemuan dengan rekan kerja, atau bahkan saat berkumpul dengan pasangan, seseorang kerap kali merasa tergoda untuk terus memeriksa pesan, media sosial, atau aplikasi lainnya di ponsel mereka daripada berpartisipasi dalam percakapan atau menghadiri kegiatan yang sedang berlangsung.

Akibatnya, orang yang diabaikan merasa tidak dihargai atau tidak penting, sementara pelaku phubbing dapat kehilangan kesempatan untuk terhubung secara lebih dalam dengan orang-orang di sekitarnya. Fenomena ini tidak hanya mengganggu kualitas interaksi sosial, tetapi juga dapat menyebabkan perasaan kesepian, ketidaknyamanan, dan ketegangan dalam hubungan interpersonal. Phubbing mencerminkan pergeseran budaya di mana teknologi seringkali mendominasi dan menggantikan kehadiran dan perhatian kita terhadap orang-orang yang ada di dekat kita.

Kampanye Kesadaran Phubbing di Berbagai Negara

Sebenarnya, beberapa negara telah meluncurkan kampanye kesadaran tentang phubbing untuk mengatasi dampak negatifnya dalam interaksi sosial sehari-hari. Misalnya, di Korea Selatan, fenomena phubbing telah menjadi perhatian serius dalam masyarakat.

Pada tahun 2012, sebuah kampanye bernama "Stop Phubbing" diluncurkan di Australia oleh dua mahasiswa dari Melbourne. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan dampak negatif phubbing dalam interaksi sosial.

Mereka membuat situs web, poster, dan kampanye media sosial untuk mempromosikan pesan mereka. Melalui kampanye ini, mereka berusaha untuk merangsang diskusi tentang etika penggunaan ponsel dalam berinteraksi dengan orang lain.

Di tahun 2013, sebuah kampanye bernama "No Phone Zone" diluncurkan oleh pemerintah Kota Seoul untuk mengurangi phubbing di tempat-tempat umum seperti transportasi umum dan taman kota. Kampanye ini mencakup pemasangan tanda-tanda di area-area tersebut dan mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya hadir secara sosial tanpa terlalu fokus pada ponsel.

Amerika Serikat Pada tahun 2014, bernama "NoPhone". NoPhone adalah sebuah gagasan tentang "ponsel yang tidak ada", yaitu sebuah bata yang menyerupai ponsel, tetapi tidak memiliki fungsi elektronik apa pun. Inisiatif ini bertujuan untuk mengajak orang untuk lebih sadar akan ketergantungan mereka pada teknologi dan membatasi penggunaan ponsel untuk mengurangi phubbing.

"Look Up" di Britania Raya. Gary Turk, seorang penyair dan sutradara Inggris, menciptakan video viral berjudul "Look Up" pada tahun 2014. Video ini memberikan pesan kuat tentang bahaya phubbing dan pengaruh negatifnya terhadap hubungan manusia. Dalam video ini, Turk mengajak penonton untuk "mengangkat kepala mereka" dari ponsel dan menyadari kehadiran dan keindahan dunia nyata di sekitar mereka.

Kampanye bernama "FaceUp" diluncurkan di Kanada tahun 2016, oleh sebuah kelompok pemuda. Mereka mengadakan acara-acara komunitas, workshop, dan kampanye media sosial untuk meningkatkan kesadaran akan phubbing dan mendorong orang untuk lebih berinteraksi secara langsung dengan orang-orang di sekitar mereka.

Selanjutnya di Jepang, fenomena phubbing juga menjadi perhatian serius. Pada tahun 2017, pemerintah kota dari Fukuoka meluncurkan kampanye "Put Down Your Phone and Look at Me" yang bertujuan untuk mengingatkan orang-orang akan pentingnya interaksi sosial tanpa gangguan dari ponsel. Kampanye ini melibatkan distribusi poster dan stiker di berbagai tempat umum serta mengajak masyarakat untuk menghargai momen-momen bersama tanpa gangguan dari teknologi.

Bagaimana Dengan Indonesia?

Di Indonesia, kesadaran akan fenomena phubbing juga mulai meningkat, meskipun belum seintensif di negara-negara lain. Beberapa langkah telah diambil untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif phubbing dan mendorong perilaku yang lebih sadar terhadap penggunaan ponsel.

Salah satu contoh kampanye kesadaran tentang phubbing di Indonesia adalah melalui media sosial, di mana banyak akun dan halaman membagikan informasi dan meme tentang phubbing serta mendorong orang untuk lebih hadir secara sosial dalam interaksi sehari-hari. Selain itu, beberapa organisasi masyarakat atau komunitas juga telah mengadakan diskusi atau seminar tentang etika penggunaan ponsel dan dampak phubbing dalam hubungan sosial.

Namun, masih ada banyak ruang untuk meningkatkan kesadaran tentang phubbing di Indonesia. Dengan populasi yang semakin terhubung secara digital dan penggunaan ponsel yang semakin meningkat. Penting untuk terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghargai interaksi sosial langsung dan membatasi penggunaan ponsel saat bersama orang lain.

Tantangan Budaya Phubbing dalam Era Digital

Dalam era di mana ponsel dan perangkat digital menjadi semakin penting dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan ponsel yang berlebihan sering kali mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap orang-orang di sekitar kita, mengganggu kualitas interaksi sosial, dan bahkan menyebabkan perasaan diabaikan atau tidak dihargai.

Tantangan budaya phubbing dalam era digital melibatkan adanya pertarungan antara kebutuhan akan konektivitas digital dan kebutuhan akan koneksi sosial yang nyata. Meskipun teknologi telah memberikan kemudahan dalam berkomunikasi dan terhubung dengan orang-orang di seluruh dunia, namun terlalu bergantung pada perangkat digital juga dapat mengaburkan kehadiran dan kualitas interaksi manusia yang sebenarnya.

Fenomena ini semakin diperparah oleh fakta bahwa banyak aktivitas sosial dan komunikasi telah berpindah ke platform digital, menyebabkan gangguan dan distraksi yang lebih besar dalam interaksi tatap muka.

Tantangan budaya phubbing juga terkait dengan perubahan dalam norma sosial yang berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Penggunaan ponsel di berbagai konteks sosial, bahkan di tempat-tempat yang seharusnya menjadi waktu untuk interaksi langsung dan berkualitas, seperti saat makan bersama keluarga atau pertemuan dengan teman-teman, telah menjadi hal yang umum. Hal ini menimbulkan tantangan dalam merubah persepsi dan perilaku masyarakat terkait penggunaan ponsel dalam interaksi sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun