Mohon tunggu...
Syamsul Ardiansyah
Syamsul Ardiansyah Mohon Tunggu... Relawan - Manusia Biasa dan Relawan Aksi Kemanusiaan

blog ini akan bicara tentang masalah sehari-hari. follow me in twitter @syamsuladzic\r\n\r\nPengelola http://putarbumi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Review Film: Merantau

22 Maret 2010   09:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:16 3191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Ayo kita pulang,” ujar Yuda kepada Astri. Astri masih terdiam di dalam kontainer tempat dia disekap ketika tiba-tiba Ratger kembali menyerang Yuda dengan menusukkan pipa besi tepat ke lambung Yuda. Yuda masih bisa membalas dengan memberikan pukulan yang mematikan, meski akhirnya, dia pun mati.

Kejadian itu adalah fragmen pada bagian-bagian penutup filmMerantau” (rilis Agustus 2009) disutradarai oleh Filmmaker dan penulis naskah asal Inggris kelahiran Wales, Gareth Evans. Tokoh utama dalam film ini diperankan pesilat nasional Iko Uwais yang berperan sebagai “Yuda” dan pendatang baru Sisca Jesicca. Film ini didukung oleh beberapa aktor dan aktris seperti Donny Alamsyah, Christine Hakim, Mads Koudal, Laurent Buson, dan beberapa aktor-aktris lainnya.

Film ini mengambil latar berupa tradisi merantau yang sangat lekat dalam kebudayaan Minangkabau. Bahkan hingga sekarang, tradisi ini masih kerap dilakukan oleh lelaki-lelaki muda Minangkabau. Pergi jauh dari tempat asalnya, biasanya ke kota-kota besar, untuk mencari kekayaan, pengalaman, dan pengetahuan-pengetahuan baru sebagai bekal sebelum akhirnya kembali pulang dan mengabdi di tanah asalnya.

Latar tradisi itulah yang hendak digambarkan dalam fragmen-fragmen awal dalam film ini. Sayangnya memang, Sutradara Gareth Evans sepertinya kurang mampu menampilkan setting budaya yang melatari tradisi tersebut. Kecuali dari dialog antara Wulan, sang ibu, yang diperankan Christine Hakim dengan Yuda yang diperankan Iko Uwais, pemirsa yang tidak memiliki pengetahuan akan kebudayaan Minang, barangkali tidak akan mengerti mengapa Yuda memilih meninggalkan tanah kelahirannya yang subur, meninggalkan ibunya yang begitu penyayang, dan kakaknya yang begitu berwibawa.

Atas dasar tradisi itulah Yuda memilih untuk merantau ke Jakarta. Dia berniat menggunakan kepandaiannya mengajar silat sebagai bekal hidupnya di Jakarta. Dalam perjalanan ke Jakarta, Yuda bertemu dengan Erik, seorang pria yang mengaku pernah memiliki cita-cita yang sama dengan yang disampaikan Yuda.

Berikut ini dialog antara Yuda dengan Erik dalam perjalanan menuju Jakarta:

“Untuk apo kamu ke Jakarta? Mau cari karjo?” tanya Erik.
“Awak nak merantau,” jawab Yuda.
“Merantau? Itu awak dulu…,” tanya Erik.
“Oya?”
“Ya dulu…,” ujar Erik sambil menghisap rokoknya.
“Uda kerja apo di Jakarta?”
“Sekarang awak kerja di mana saja, kemano kaki bisa membawa. Di Jakarta rencanamu apa? Tanya Erik.
“Awak berharap untuk bisa ngajar sile..,” jawab Yuda sambil tersenyum.
“Sile… heh..maaf, bukan maksud awak rendahkan kamu, melihatmu seperti melihat awak di masa dulu, lima belas tahun lalu”
“Uda bisa sile juga…?”
“Yah… kalau kepepet awak ingat”
“Bagaimana cerita uda dulu awal uda merantau ke Jakarta?”
“Gini saran awak, kamu belajarlah dari kegagalan awak. Kamu sadarkan kepalamu itu dari mimpi-mimpi belaka. Karena hidup tidak cukup dengan hanya ngajar sile. Percayo sama awak, awak lah pernah mencobanyo. Saran awak, sebaiknya kamu pergunakan kepandaianmu itu untuk hal lain dan carilah duit di tempat yang berbeda. Di perantauan ini tidak seperti di kelas waktu kamu sekolah nyo. Tidak ado yang mudah dibeli,” tutur Erik.

Sesampainya di Jakarta, tidak butuh waktu yang lama bagi Yuda untuk memahami perkataan Erik. Dia tidak hanya gagal menemukan rumah saudaranya yang hendak dia tumpangi sementara, dia juga terpaksa berurusan dengan anak kecil yang mencuri dompetnya. Anak itu lari dan dikejar hingga dapat oleh Yuda.

Seusai berhasil kembali meraih kembali dompetnya dari tangan pencopet kecil, Yuda justru bertemu dengan Astri yang sedang diancam oleh John. Asti adalah penari di klub yang dikelola John. Astri itulah kakak dari Adit, anak kecil yang barusan mencuri dompetnya.

Pertemuan itulah yang menyeret Yuda dalam urusan yang lebih besar. John adalah bagian dari sindikat yang memperdagangkan sekaligus mempekerjakan perempuan-perempuan sebagai pekerja seks komersial. John juga berjaringan dengan sindikat perdagangan perempuan yang lebih besar. John pulalah yang hendak menjual Astri pada boss-nya, seorang bule bernama Ratger.

Sejak pertemuan itu, plot yang tadinya lambat berubah menjadi cepat. Adegan-adegan perkelahian terjadi berulangkali di beberapa tempat yang berbeda. Awalnya Yuda berhasil membebaskan Astri yang sudah hampir dijual kepada Ratger. Namun keinginan Astri untuk mengambil uang tabungan yang disimpan di kontrakannya menyebabkan mereka kembali berurusan dengan sindikat yang masih menginginkan Astri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun