Mohon tunggu...
Syamhari
Syamhari Mohon Tunggu... Dosen

Berselancar dengan dunia ilmiah, membaca, dan menulis serta olahraga.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Sakralitas Ruang Komunal Dalam Tradisi Lokal Suku Makassar

19 Februari 2025   15:03 Diperbarui: 19 Februari 2025   15:03 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Freepik.com


Sakralitas Ruang Komunal Dalam Tradisi Lokal Suku Makassar 

Oleh:

Dr. Syamhari, A.Ma., S.Pd., M.Pd.

Dosen UIN Alauddin Makassar

 

Jika berbicara sakralitas, makan akan menyaran pada aspek yang memiliki nilai dan predikat yang lebih atas segala sesuatu sesuatu yang dialami oleh seseorang atau se kolompok masyarakat.  Sakralitas juga merujuk pada sesuatu yang dianggap suci, keramat, atau memiliki nilai spiritual yang tinggi dalam suatu budaya, agama, atau kepercayaan. Istilah ini sering dikaitkan dengan objek, tempat, ritual, atau nilai-nilai yang dihormati dan dijaga kesuciannya. Dalam banyak tradisi, sakralitas menandakan adanya hubungan antara manusia dengan yang transenden, seperti Tuhan, roh, atau kekuatan gaib. Selain itu, sakralitas juga dapat diwujudkan dalam norma-norma sosial yang mengatur perilaku individu terhadap hal-hal yang dianggap suci. Konsep ini memainkan peran penting dalam membentuk identitas, moralitas, serta praktik keagamaan dan budaya serta tradisi suatu masyarakat.

Tradisi ruang komunal pada masyarakat Suku Makassar dahulunya dikenal dengan istilah yang beragam seperti teras yang dalam bahasa Makassar disebut "lego-lego", ruang tamu "kale balla", bagian depan rumah "paladang", dan bagian belakang rumah yang biasa disebut dengan istilah Makassar "Jongki". Ruang-ruang tersebut menjadi ruang yang identik dengan atmosfer kehidupan rumah tangga. Di ruang ruang itulah terbangun komunikasi efektif antar setiap anggota rumah tangga. Di ruang-ruang itulah tempat setiap oarang tua (kepala keluarga) memberikan wejangan kepada anak-anaknya. Di ruang-ruang itulah setiap anggota keluarga membangun curah gagasan bersama dengan sanad keluarganya, dan di ruang itulah tempat berlangsungnya penanaman nilai-nilai karakter dan pembiasaan dalam keluarga.

Secara umum pada masyarakat suku Makassar ruang komunal dalam suatu rumah tangga sering kali dianggap sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga untuk berinteraksi, berbagi cerita, dan mempererat hubungan. Keberadaan ruang ini sangat penting dalam menciptakan tradisi positif yang dapat memperkuat ikatan antaranggota keluarga. Dalam kehidupan modern yang sibuk, banyak keluarga yang mulai kehilangan momen-momen berkualitas bersama karena kesibukan masing-masing anggota. Sebutlah misalnya dampak penggunaan gadget yang mengikis kebiasaan interaksi di ruang komunal oleh karena anggota keluarga lebih senang di kamar berselancar dengan internet dan medsos. Anggota keluarga lebih dominan dan menghabiskan banyak waktu di depan laptop atau handponnya. Oleh karena itu, penting bagi setiap keluarga untuk memiliki ruang komunal yang dapat digunakan sebagai tempat berkumpul secara rutin.

Ruang komunal juga berperan dalam membangun dan mempertahankan tradisi keluarga. Tradisi-tradisi ini bisa berupa makan malam bersama, bermain permainan keluarga, menonton film, atau sekadar berbincang di ruang keluarga. Bahkan di ruang komunal kadang dilakukan kegiatan menyelesaikan pekerjaan secara bersama. Tradisi ini menciptakan momen kebersamaan yang berharga dan menjadi kenangan indah yang akan dikenang oleh setiap anggota keluarga. Dengan adanya ruang komunal, keluarga dapat secara konsisten menjalankan kegiatan bersama yang memperkuat ikatan emosional di antara mereka.

Dalam tradisi pembangunan rumah (balla) suku Makassar yang dahulunya umumnya rumah panggung, ruang komunal menjadi sesuatu yang prioritas Dengan adanya tempat berkumpul yang nyaman, anggota keluarga dapat berbagi cerita, pengalaman, serta menyampaikan perasaan mereka satu sama lain. Komunikasi yang baik adalah kunci dalam membangun hubungan yang harmonis dan saling memahami. Melalui percakapan rutin di ruang komunal, setiap anggota keluarga dapat mengetahui kondisi masing-masing, memberikan dukungan, dan menyelesaikan permasalahan dengan lebih baik.

Dalam ruang komunal yang begitu sakral pada masyarakat suku Makassar terbangun kehangatan dan keharmonisan keluarga yang meningkat dengan adanya interaksi yang berkualitas. Saat keluarga memiliki tempat yang nyaman untuk berkumpul, suasana rumah menjadi lebih hidup dan penuh dengan kehangatan. Ruang ini menjadi tempat di mana semua anggota keluarga merasa diterima dan dihargai. Mereka bisa bersantai, bercanda, dan menikmati kebersamaan tanpa adanya gangguan dari dunia luar. Keharmonisan yang terjalin dalam keluarga akan berdampak positif pada kehidupan pribadi setiap anggotanya, baik dalam hubungan sosial maupun dalam dunia kerja atau pendidikan.

Agar tradisi modern seperti pada era digital saat ini yang telah melanda masyarakat Makassar, seperti banyaknya orang yang lebih sering menghabiskan waktu dengan perangkat elektronik dibandingkan dengan berbicara langsung dengan keluarga mereka. Ruang komunal dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan terhadap teknologi. Dengan menciptakan aturan tertentu, seperti tidak menggunakan ponsel atau gadget saat berada di ruang keluarga, setiap anggota dapat lebih fokus pada interaksi tatap muka. Hal ini akan membantu meningkatkan kualitas hubungan dan mengajarkan pentingnya kehadiran secara fisik dalam suatu komunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun