Indonesia berada di persimpangan ambisi -- membangun ekonomi melalui investasi besar, namun tetap menjaga harmoni sosial. Bagaimana agar investasi menjadi perekat, bukan sumber gesekan?
Data Menunjukkan Tantangan yang Harus Dijawab
Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2020--2023, terdapat 115 konflik agraria akibat Proyek Strategis Nasional (PSN), berdampak pada kira-kira 516.000 hektare lahan.
Lebih luas, Komnas HAM mencatat 2.276 konflik agraria dalam 4 tahun terakhir pemerintahan Jokowi, dengan tren meningkat. Pada tahun 2024 saja, tercatat 295 konflik pertanahan, mencakup 1,1 juta hektare dan menyentuh ribuan keluarga.
Angka-angka ini bukan sekadar statistik. Mereka menggambarkan luka sosial---rumah yang terbebas, mata pencaharian yang tergerus, sampai perasaan terabaikan. Namun kami tetap percaya: investasi tidak harus menjadi pemicu konflik. Ia bisa jadi alat membangun persatuan.
Modal Sosial adalah Landasan Investasi Sukses
Bhinneka Tunggal Ika mengingatkan kita bahwa perbedaan adalah kekuatan. Nilai-nilai gotong royong, musyawarah mufakat, dan pangaduan adat sudah membentuk pondasi masyarakat sejak lama. Ketika pemerintah dan pemangku kebijakan melibatkan masyarakat dari awal --- dialog terbuka dan transparan --- maka investasi tumbuh bukan di atas kekosongan, tapi di atas rasa memiliki.
Langkah Positif Menuju Investasi yang Memperkuat Persatuan
Dialog yang terjalin sejak perencanaan
Sebelum proyek dicanangkan, adakan musyawarah desa/adat, libatkan tokoh lokal secara aktif. Keterlibatan bukan sekadar formalitas---melainkan bagian dari identitas pembangunan.Pemberdayaan lokal secara nyata
Setiap investasi, terutama di PSN, seharusnya disertai program keterampilan dan kesempatan kerja untuk masyarakat sekitar. Modal sosial diperkuat lewat keuntungan bersama.Ruang audit sosial dan perlindungan lingkungan
Memantau realisasi PSN dengan melibatkan masyarakat, LSM, akademisi, dan media, menjaga agar pembangunan tak berjalan sendiri.Berbasis kearifan lokal yang inklusif
Adat seperti pela gandong, gotong royong, atau musyawarah bisa menjadi jembatan budaya, menjaga keadilan dan memperkuat kohesi.