Jika dianalisis secara general, partai politik di Indonesia masih menghadapi permasalahan di beberapa indikator manajemen partai politik modern contohnya dalam hal rekrutmen serta pendidikan dan pelatihan anggota partai politik.
Maka dari itu, untuk mewujudkan partai politik yang berkualitas dan berdampak baik bagi konsolidasi demokrasi, indikator manajemen partai politik seperti yang telah disampaikan oleh Hofmeister dan Grabow harus diterapkan oleh partai politik yang ada di Indonesia.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa partai politik masih menemui permasalahan dalam indikator manajemen partai politik modern. Salah satu fenomena permasalahan penerapan indikator partai politik adalah terkait pendidkan dan pelatihan anggota partai atau biasa disebut sebagai kaderisasi anggota partai politik.
Partanto dan Bahri (1994) mendefinisikan kaderisasi sebagai sebuah fase pendidikan bagi anggota yang nantinya akan memegang kepemimpinan dalam organisasi maupun partai politik (Harahap, 2017).
Perspektif lain juga muncul dan mendefinisikan kaderisasi sebagai proses seleksi akndidat calon anggota yang akan menjadi bagian dari partai politik atau nantinya akan memegang jabatan struktural, atau proses pendidikan dan pelatihan anggota yang akan maju dalam pemilihan umum. Kaderisasi sendiri merupakan proses yang sangat krusial yang nantinya akan menentukan nasib partai politik kedepannya (Pratiwi, 2017).
Kaderisasi menjadi penting mengingat hal ini akan menentukan kualitas anggota partai politik yang akan mengatur partai juga menjadi wakil rakyat dalam parlemen, sehingga ketika kaderisasi gagal dilakukan, kualitas, kualifikasi, dan juga integritas anggota partai maupun wakil rakyat akan dipertanyakan.
Rivai (2006) menyebutkan beberapa alasan mengapa partai politik harus melakukan kaderisasi terhadap anggota atau calon anggotanya dari sudut pandang kepemimpinan, yaitu:
Pertama, kepemimpinan organisasi memiliki jangka waktu tertentu; Kedua, akan selalu ada tuntutan untuk pergantian kepemimpinan; Ketiga, faktor usia mendorong terjadinya pergantian pemimpin; Keempat, kematian berdampak pada kekosongan jabatan pemimpin; dan Kelima, organisasi dapat dibentuk dengan memastikan kecukupan calon-calon pemimpin untuk masa yang akan datang (Harahap, 2017).
Berdasarkan faktor-faktor inilah kaderisasi menjadi syarat mutlak bagi partai politik untuk dilakukan, hal ini disebabkan partai politik tidak bisa terus menerus mengandalkan beberapa orang saja untuk menjalankan partainya, perlu ada regenerasi untuk memastikan keberlangsungan partai tersebut.
Sejatinya, kaderisasi sendiri dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, formal dan informal. Kaderisasi formal biasanya dapat dilihat dari sistematika pelaksanaannya yang tersusun dan sesuai dengan aturan dalam partai politik tersebut, yang biasanya tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai politik. Sedangkan kaderisasi informal mengacu pada pola hidup dan interaksi manusia sehari-hari yang mendorong perkembangan dari individu tersebut (Harahap, 2017).
Poin utama dari permasalahan pendidikan dan pelatihan anggota partai politik di Indonesia didasari pada “kerahasiaan” mekanisme yang digunakan oleh partai politik. Banyak partai politik yang merasa bahwa sistematika rekrutmen dan kaderisasi anggota partainya bukan untuk konsumsi publik.