Keempat, salah satu langkah yang perlu dilakukan oleh Pemprov Jabar dan jajarannya adalah merancang program untuk mendeteksi warga Jabar pengidap HIV/AIDS yang belum terjangkau. Dengan catatan program tersebut tidak melawan hukum dan tidak merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
Dalam berita disebutkan: Altras merekomendasikan beberapa langkah strategis yang perlu segera diimplementasikan, yaitu:
Pertama, penguatan program pencegahan penularan HIV ibu ke anak dengan mengintensifkan skrining HIV pada ibu hamil dan memberikan intervensi yang efektif untuk mencegah penularan virus kepada bayi.
Ini benar-benar naif yaitu tidak melakukan tes HIV terhadap suami ibu hamil. Sejatinya, sudah saatnya pemerintah membalik paradigma berpikir yaitu langkah pertama bukan mewajibkan ibu hamil tes HIV, tapi suami ibu-ibu hamil yang harus tes HIV terlebih dahulu.
Jika suami HIV-positif, dilanjutkan tes istrinya yang hamil. Kalau suami HIV-negatif, maka istrinya yang sedang hamil dikonseling jika pernah menikah sebelumnya untuk mengetahui kemungkinan tertular HV dari suami sebelumnya.
Jika suami ibu-ibu hamil tidak jalani tes HIV, maka mereka jadi mata rantai penyebar HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) tanpa kondom di dalam dan di luar nikah (lihat matriks).
Kedua, memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS yang komprehensif dan masif kepada anak dan remaja dengan meningkatkan kesadaran orang tua untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS pada anaknya secara lengkap dan berkelanjutan.
Persoalan yang sangat mendasar adalah informasi HIV/AIDS dalam komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) selalu dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis tentang HIV/AIDS sebaliknya justru menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Baca juga: "ABAT" (Aku Bangga Aku Tahu) Tidak Memberikan Cara Pencegahan HIV/AIDS yang Eksplisit (Kompasiana, 4 Juli 2013)