Mohon tunggu...
Syaiful  W HARAHAP
Syaiful W HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger

Pemerthati berita HIV/AIDS sbg media watch

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cara Penanggulangan HIV/AIDS yang Tidak Realistis di Kepulauan Riau

22 April 2025   07:15 Diperbarui: 22 April 2025   07:15 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: lac.org)

"Resiko kaum menyimpang (seksual) ini lebih tinggi tertular dibanding yang normal." Ini dikatakan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepulauan Riau (Kepri), Mohammad Bisri, dalam berita "Kaum LGBT Mendominasi Kasus HIV/AIDS di Kepri" (ulasan.co, 11 April 2025).

Pernyataan Mohammad Bisri di atas ngawur karena tidak akurat:

Pertama, dalam seksualitas tidak dikenal istilah penyimpangan karena apapun bisa dilakukan untuk menyalurkan dorongan seksual (libido) selama tidak merupakan perbuatan yang melawan hukum,

Kedua, penyimpangan terkait seksualitas adalah bahasa moral yang justru tidak objektif. Misalnya, apakah perzinaan dalam hal ini melacur atau perselingkuhan antara seorang suami atau istri dengan pasangan lain bukan penyimpangan?

Ketiga, tingkat risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) di dalam dan di luar nikah tergantung pada kondisi saat terjadi hubungan seksual, yaitu:

  • Jika keduanya HIV-negatif atau tidak mengidap HIV/AIDS, maka tidak ada risiko penularan HIV/AIDS. Ini fakta! (Lihat matriks).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
  • Jika salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, maka ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

Maka, tingkat risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal), di dalam dan di luar nikah, tergantung pada status HIV pasangan tersebut dan kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu suami atau laki-laki pakai kondom atau tidak.

Judul berita ini "Kaum LGBT Mendominasi Kasus HIV/AIDS di Kepri" jug ngawur, karena:

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) disebutkan dominasi adalah penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (dalam bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga, dan sebagainya). Nah, bagaimana kaum LGBT memaksa kalangan lain, heteroseksual, agar tidak melakukan perilaku seksual berisiko?

Disebutkan pula dalam berita: "Namun bukan berarti perempuan penyuka sesama jenis, tidak ada yang tertular HIV/AIDS. Jumlahnya saja yang tidak signifikan dibanding 'man to man."

Seks pada lesbian bukan faktor risiko (mode of transmission) penularan HIV/AIDS karena tidak ada seks penetrasi. Belum ada laporan kasus HIV/AIDS dengan penularan seks lesbian.

Dalam berita disebutkan oleh Mohammad Bisri, penyimpangan seksual dari kelompok LGBT menjadi penular tertinggi penyakit yang mematikan tersebut.

Tapi, data dalam "Laporan Semester 1 TW1 TW2 HIVPIMS 2024" menunjukkan ini: Persentase HIV ditemukan berdasarkan cara penularan masing-masing secara heteroseksual 27%; homoseksual 21%; dan penggunaan jarum suntik bergantian 3% (data tersedia sejak tahun 2010).

Disebutkan pula: " .... LGBT yang terinfeksi HIV/AIDS merupakan pria penyuka sesama jenis atau "man to man." Wah, ini lagi-lagi ngawur karena 'man to man' itu gay.

Lagi pula belakangan ini kian banyak laki-laki pengidap HIV/AIDS yang menyebut dirinya sebagai LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki), tapi ternyata punya istri. Maka, mereka bukan gay, tapi laki-laki heteroseksual dengan perilaku seks gay!

Baca juga: LSL Tidak Otomatis Sebagai Seorang Gay (Kompasiana, 3 Maret 2025)

Ada lagi pernyataan: "Kita cegah agar HIV ini tidak bertambah. Salah satu caranya kita sosialisasikan bahaya seks sesama jenis ataupun seks bebas."

Seks sesama jenis, zina, melacur, seks bebas atau penyimpangan hanya berisiko jika salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom ketika terjadi hubungan seksual.
Ketika satu pasangan keduanya HIV-negatif atau tidak mengidap HIV/AIDS, maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV/AIDS biarpun mereka melakukan hubungan seksual sesama jenis, zina, melacur, seks bebas atau penyimpangan. Ini fakta!

Kalau hanya dengan cara-cara yang disampaikan dalam berita ini sebagai langkah penanggulangan HIV/AIDS di Kepri, maka sudah bisa dipastikan hasilnya akan big nothing alias NOL BESAR! <>

* Kompasianer ini adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000 (ISBN 979-416-627-8); (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002 (ISBN 979-96905-0-1); (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014 (ISBN 978-602-231-192-8); (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022 (ISBN 978-623-5631-25-7). (Kontak via e-mail: syaifulwh@gmail.com).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun