Mohon tunggu...
Syaiful Bahri
Syaiful Bahri Mohon Tunggu... wiraswasta -

Nasionalis religius,suka damai,memilih memberi karya daripada memberi janji, memotivasi dengan mengasah hati dan empati.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Aku Harus Ganti Presiden?

1 Mei 2018   15:51 Diperbarui: 1 Mei 2018   15:59 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berulang kali aku menunggak membayar SPP sekolah anak. Hingga aku mendapat surat pemberitahuan dan  peringatan. Sayangnya aku masih juga belum memiliki uang untuk bisa melunasinya. Sampai datang kembali pesan kepadaku, jika tidak membayar tunggakan SPP, anakku diperkirakan tak dapat mengikuti ujian.  

Pikiranku pun berputar memikirkan nasib sang anak. Bagaimana caranya agar aku bisa membayarnya?. Sementara pekerjaan yang diharapkan tak kunjung ada. Sambil mencandai, seorang teman pun berkata, "Memang sekarang ini zamannya kantong lagi kosong," Aku hanya bisa tertawa saat seorang teman bermaksud untuk menghibur, selain aku terus mencari dan berdoa.

Pikiranku bertambah berat rasanya, sedih mendengar  dari rekan dan tetanggaku yang tak mampu lagi membayar iuran BPJS-nya. Mereka  harus mencari akal guna mendapat berobat gratis ketika jatuh sakit. Tapi aku masih beruntung ketika kepala ini penat dan berat, aku punya kartu BPJS untuk berobat, Gratis. 

Kartu BPJS gratis karena aku termasuk yang mendapat Penerima Iuran Bantuan (PIB). Kalau tidak tentu akan bertambah berat lagi hidup ini. Itu merupakan keberuntunganku. Teringat saat dulu seorang teman menawarkan hal itu kepadaku. Saat orang lain sibuk mengurus untuk menjadi peserta BPJS dan harus membayar rutin tiap bulannya. Aku mendapat yang gratis. Yah, kategori keluarga miskin dan tidak mampu. Bagaimana  dengan  nasib  mereka  yang  tidak  beruntung seperti  aku ?

Saat orang-orang  menikmati perjalanannya di atas kenderaan di jalanan yang mulus. Hampir setiap hari aku melewati jalan penuh batu dan berlubang. Berdebu jika panas panjang, dan kebanjiran saat  turun hujan. Jalanan yang aku lalui seperti aliran sungai yang membawa batu-batu kerikil turun ke jalanan. 

Aku harus pandai-pandai memilih jalan. Menghindari lubang-lubang berlumpur dan bebatuan. Meninggikan kaki saat kebanjiran dan merasa cemas kalau kereta ( sepeda motor) mogok di tengah jalan dan terjatuh. Motorku pun semakin tua, tidak bisa lagi dibawa tour keliling kota, blusukan dan bergaya. Tapi aku tak iri dengan mereka yang setiap harinya melewati jalan tol dan masuk kota dengan motor dan mobil mewahnya.


Kerisauanku sering bertambah jika bepergian. Karena harus lebih banyak mengisi bahan bakar. Kini semakin sulit mendapatkan BBM bersubsidi. Kalaupun ada, harus bersedia dalam antrean yang panjang. Katanya BBM bersubsidi hanya untuk golongan ekonomi kebawah. 

Tapi masih banyak juga aku melihat mobil mewah yang masuk dalam antrian. Aku paling banter ngisi sepuluh ribuan. Jatah harian. Bila tak ada yang bersubsidi terpaksa  pandai-pandai cari jalan untuk tetap sampai tujuan. Pengeluaran pun bisa bertambah, Karena tiba-tiba saja aku suka dikejutkan dengan harga BBM yang naik. Dan siap-siap kalau tangki minyak kosong di jalan.

Tiba-tiba lampu rumahku padam. Suara serak Tok Karni Ilyas yang sedang bicara di acara ILC-nya pun hilang. Padahal lagi seru aku menyaksikan. Kupikir mati lampu. Eh, ternyata  Tokenku habis tak terdengar lagi suara Tit...Tit...Tit..., Kok cepat kali pulsanya habis. Entahlah padahal baru kuisi. Apakah listrik naik lagi harganya?  dengan perasaan kecewa aku terpaksa meraba-raba mencari stok lilin yang masih ada.

Di saat lelah dan perut keroncongan, aku sering lupa kalau di lemari penyimpanan sudah tak ada lagi stock simpanan pangan. Gula habis, minyak makan kering. Tak ada ikan dan sayuran. Apalagi buah-buahan. Susu menjadi sesuatu yang istimewa. Apalagi daging. Sementara kantong beras kosong. Wah, apa yang mau di makan hari ini? Air putih saja tidak cukup buat menambah tenaga. Telur hanya bisa direbus. Itu pun sisa satu. 

Syukur Gas masih bisa menyala. Cabai dan bawang sudah habis. Pun harganya kadang tak ketentuan. Masih kecap yang tersisa. Bagaimana mau  sehat dan bisa cerdas kalau begini?? Karena masih banyak barang kebutuhan yang suka langka dan mahal. Yang murah pun masih sulit untuk membelinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun