Kita harus bertanya: bagaimana mungkin mempertahankan warisan hidup, jika ia hanya boleh dijaga oleh segelintir orang dalam kondisi sosial dan ekonomi yang terus berubah?
Generasi Muda: Tidak Acuh, Tapi Tidak Diberi Ruang
Satu hal penting yang sering disalahpahami adalah anggapan bahwa generasi muda tidak peduli. Padahal, banyak dari mereka justru ingin terlibat, hanya saja tidak ingin terjebak dalam pola lama yang sempit dan tidak prospektif.
Mereka ingin menjadikan songket bagian dari identitas baru---entah sebagai elemen desain fashion kontemporer, produk ramah lingkungan, simbol perlawanan budaya terhadap arus global, atau sekadar bentuk ekspresi kreatif. Tetapi, ruang untuk eksplorasi itu masih sangat terbatas.
Solusi Cerdas untuk Menjembatani
Agar keterampilan tetap hidup dan diwariskan tanpa kehilangan akar identitasnya, kita perlu pendekatan baru yang fleksibel, terbuka, namun tetap berakar kuat. Berikut beberapa solusi konkret:
1. Model Pewarisan Terbuka Terkendali (Guarded Openness)
Alih-alih menutup rapat keterampilan menenun hanya untuk orang asli Pandai Sikek, masyarakat adat dapat membuat mekanisme lisensi budaya:
- Orang luar boleh belajar, tapi harus melalui proses yang diatur dan disahkan komunitas adat.
- Motif tertentu yang sakral atau simbolik tidak boleh direproduksi sembarangan.
- Ada kode etik budaya, seperti "geographical indication" dalam dunia kopi dan teh, yang memastikan asal-usul dihormati.
2. Creative Hub Lokal sebagai Ruang Kolaborasi
Buatlah pusat tenun modern yang tidak hanya sebagai ruang produksi, tetapi juga sebagai ruang pendidikan, kolaborasi, dan inovasi desain.
- Generasi muda lokal dan perancang luar bisa berkarya bersama di tempat yang dikurasi secara budaya.
- Di sinilah terjadi regenerasi tanpa pengkhianatan nilai.
3. Mentoring dan Sertifikasi Intergenerasi