Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Dosen FEB, Peneliti, Penulis, Senang belajar https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pertumbuhan Ekonomi Inklusif: Resiliensi Makroekonomi (146)

2 Maret 2024   11:08 Diperbarui: 2 Maret 2024   11:08 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Resiliensi makroekonomi merujuk pada kemampuan suatu negara untuk menahan tekanan eksternal dan mempertahankan stabilitas makroekonomi dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi yang mungkin timbul. Konsep ini mencakup beberapa aspek penting, termasuk inflasi yang terkendali, tingkat pengangguran yang rendah, serta pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Inflasi yang terkendali menunjukkan bahwa harga barang dan jasa tidak mengalami fluktuasi yang signifikan atau tidak terkendali. Inflasi yang rendah memberikan kepastian bagi konsumen dan produsen dalam perencanaan keuangan jangka panjang, serta mencegah degradasi nilai uang. Dalam konteks resiliensi makroekonomi, stabilitas inflasi menjadi indikator penting karena inflasi yang tinggi atau tidak terkendali dapat mengganggu kestabilan ekonomi secara keseluruhan.

Tingkat pengangguran yang rendah mencerminkan ketersediaan lapangan kerja yang memadai bagi angkatan kerja suatu negara. Tingkat pengangguran yang rendah tidak hanya mengurangi beban sosial dan ekonomi, tetapi juga meningkatkan produktivitas ekonomi secara keseluruhan. Dalam konteks resiliensi makroekonomi, tingkat pengangguran yang rendah menunjukkan bahwa ekonomi negara tersebut mampu menyerap tenaga kerja dengan efisien, yang merupakan indikator penting dari kesehatan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yang stabil menunjukkan bahwa ekonomi suatu negara berkembang secara konsisten tanpa gejolak yang signifikan. Pertumbuhan ekonomi yang stabil memberikan stabilitas bagi pelaku ekonomi, termasuk investor, pengusaha, dan konsumen, yang memungkinkan perencanaan jangka panjang dan investasi yang berkelanjutan. Dalam konteks resiliensi makroekonomi, pertumbuhan ekonomi yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki fondasi ekonomi yang kuat dan mampu mengatasi guncangan eksternal dengan lebih baik.

Secara keseluruhan, resiliensi makroekonomi menjadi penting karena memungkinkan suatu negara untuk menghadapi tantangan ekonomi yang mungkin muncul dengan lebih baik, sehingga meminimalkan dampak negatifnya terhadap kestabilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Resiliensi makroekonomi merujuk pada kemampuan suatu negara untuk menahan tekanan eksternal dan mempertahankan stabilitas makroekonomi dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi yang mungkin timbul. Resiliensi ini dapat mengambil berbagai bentuk dan dapat diukur melalui beberapa indikator kunci, termasuk inflasi yang terkendali, tingkat pengangguran yang rendah, serta pertumbuhan ekonomi yang stabil.

  1. Inflasi yang Terkendali: Negara yang memiliki inflasi yang terkendali dapat dianggap memiliki tingkat resiliensi makroekonomi yang tinggi. Contoh negara yang berhasil mengendalikan inflasi adalah Singapura. Singapura berhasil menjaga inflasi tetap rendah melalui kebijakan moneter yang hati-hati dan pengawasan yang ketat terhadap faktor-faktor yang dapat memicu inflasi.
  2. Tingkat Pengangguran yang Rendah: Resiliensi makroekonomi juga tercermin dalam tingkat pengangguran yang rendah. Contoh negara dengan tingkat pengangguran yang rendah adalah Jerman. Jerman dikenal dengan sistem pelatihan kerja yang kuat dan kemitraan antara pemerintah, industri, dan serikat pekerja yang memungkinkan penempatan tenaga kerja yang efisien.
  3. Pertumbuhan Ekonomi yang Stabil: Negara dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil menunjukkan resiliensi makroekonomi yang tinggi. Contoh negara yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil adalah Australia. Australia berhasil mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil sebagian besar karena diversifikasi ekonominya yang kuat, yang mencakup sektor pertanian, pertambangan, keuangan, dan jasa.
  4. Kemandirian Ekonomi: Negara yang memiliki kemandirian ekonomi yang tinggi juga dapat dianggap memiliki tingkat resiliensi makroekonomi yang tinggi. Contoh negara yang menonjol dalam hal kemandirian ekonomi adalah Norwegia. Norwegia memiliki dana kedaulatan yang besar dari pendapatan minyak dan gas alamnya, yang memberikan kestabilan ekonomi yang signifikan meskipun fluktuasi harga komoditas.
  5. Ketahanan Sistem Keuangan: Negara dengan sistem keuangan yang kuat dan ketahanan terhadap guncangan ekonomi juga dapat dianggap memiliki resiliensi makroekonomi yang tinggi. Contoh negara dengan sistem keuangan yang tangguh adalah Kanada. Kanada memiliki regulasi keuangan yang ketat dan lembaga keuangan yang stabil, yang membantu melindungi ekonominya dari guncangan eksternal.

Namun, perlu dicatat bahwa tidak ada negara yang secara sempurna memiliki semua karakteristik resiliensi makroekonomi. Setiap negara memiliki kekuatan dan kelemahan sendiri dalam menghadapi tantangan ekonomi. Oleh karena itu, resiliensi makroekonomi harus dipahami sebagai spektrum di mana beberapa negara mungkin lebih berhasil daripada yang lain dalam beberapa aspek tertentu, tetapi mungkin kurang sukses dalam aspek lainnya.

Negara-negara yang berhasil mencapai tingkat resiliensi makroekonomi yang tinggi cenderung memiliki kebijakan ekonomi yang stabil, sistem keuangan yang kuat, serta kapasitas untuk mengelola dan mengatasi tekanan eksternal. Beberapa contoh negara yang berhasil dalam hal ini antara lain:

  1. Singapura: Singapura telah berhasil membangun ekonomi yang sangat beragam dan dinamis, dengan fokus pada inovasi, investasi dalam pendidikan dan pelatihan, serta kebijakan pro-bisnis yang kondusif. Sistem keuangan yang kuat, manajemen fiskal yang prudent, dan keterbukaan terhadap perdagangan internasional telah membantu Singapura mempertahankan tingkat resiliensi makroekonomi yang tinggi.
  2. Jerman: Jerman dikenal sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia dan memiliki tingkat pengangguran yang rendah. Pendekatan yang berorientasi pada eksportasi, investasi dalam infrastruktur dan inovasi, serta kerjasama erat antara pemerintah, industri, dan serikat pekerja telah membantu Jerman mencapai stabilitas makroekonomi yang kuat.

Di sisi lain, ada beberapa negara yang mengalami kesulitan dalam mencapai tingkat resiliensi makroekonomi yang memadai, biasanya disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Beberapa contoh negara yang mengalami kesulitan dalam hal ini antara lain:

  1. Venezuela: Venezuela telah menghadapi krisis ekonomi yang parah dalam beberapa tahun terakhir, dengan inflasi yang melonjak, nilai tukar yang tidak stabil, dan penurunan drastis dalam produksi minyak, sumber pendapatan utama negara. Kebijakan ekonomi yang tidak konsisten, korupsi, serta ketegangan politik dan sosial telah menyebabkan ketidakstabilan makroekonomi yang serius di negara ini.
  2. Zimbabwe: Zimbabwe telah mengalami hiperinflasi yang parah dan krisis ekonomi yang mendalam selama bertahun-tahun. Kebijakan moneter yang tidak bertanggung jawab, konflik politik, serta kurangnya investasi dalam sektor produktif telah menyebabkan ketidakstabilan makroekonomi yang kronis di negara ini.

Secara umum, negara-negara yang berhasil mencapai tingkat resiliensi makroekonomi yang tinggi cenderung memiliki fondasi ekonomi yang kuat, kebijakan yang konsisten dan proaktif, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan ekonomi global. Di sisi lain, negara-negara yang mengalami kesulitan dalam mencapai resiliensi makroekonomi sering kali memiliki masalah struktural yang mendalam, seperti korupsi, konflik politik, atau ketidakstabilan kebijakan ekonomi.

Resiliensi makroekonomi Indonesia telah menjadi perhatian penting dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa faktor yang mempengaruhi resiliensi makroekonomi Indonesia antara lain:

  1. Diversifikasi Ekonomi: Meskipun Indonesia masih sangat tergantung pada sektor komoditas seperti pertanian, pertambangan, dan energi, upaya diversifikasi ekonomi telah dilakukan. Pemerintah Indonesia telah mendorong pengembangan sektor-sektor non-komoditas seperti industri manufaktur, pariwisata, dan jasa keuangan. Diversifikasi ini membantu meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap fluktuasi harga komoditas global.
  2. Ketahanan Sistem Keuangan: Meskipun sistem keuangan Indonesia menghadapi tantangan seperti volatilitas mata uang dan fluktuasi harga saham, Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat ketahanan sistem keuangan. Regulasi yang lebih ketat, pengawasan yang lebih baik, dan perbaikan infrastruktur keuangan telah diterapkan untuk mengurangi risiko sistemik dan meningkatkan stabilitas keuangan.
  3. Kebijakan Moneter dan Fiskal yang Berhati-hati: Bank Indonesia telah menetapkan kebijakan moneter yang akomodatif namun tetap berhati-hati untuk menjaga stabilitas harga dan nilai tukar. Pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah fiskal yang berhati-hati untuk memperkuat posisi fiskal dan mengurangi defisit anggaran. Langkah-langkah ini membantu mengelola inflasi, menjaga kestabilan nilai tukar, dan meningkatkan daya saing ekonomi.
  4. Reformasi Struktural: Pemerintah Indonesia terus melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan iklim investasi dan daya saing ekonomi. Reformasi di sektor energi, ketenagakerjaan, infrastruktur, dan birokrasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
  5. Respon Terhadap Krisis Ekonomi: Indonesia telah memperoleh pengalaman dalam menghadapi krisis ekonomi, terutama krisis keuangan Asia pada tahun 1997-1998 dan krisis global pada tahun 2008. Respon cepat pemerintah dan kebijakan moneter yang tepat waktu telah membantu memitigasi dampak krisis dan memulihkan pertumbuhan ekonomi dengan cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun