Mohon tunggu...
Syahrul Umam
Syahrul Umam Mohon Tunggu... never know

...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Smart Gate System (SGS) UM: Inovasi atau Hambatan Publik?

6 Juni 2025   07:43 Diperbarui: 6 Juni 2025   07:43 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menurut saya, ada beberapa hal yang penting untuk dibahas soal kebijakan Smart Gate System (SGS) di UM. Jadi, sistem ini intinya cuma ngasih akses gratis ke orang dalam kampus saja, sementara orang luar harus bayar kalau mau masuk. Nah, di surat edaran yang diterima, tidak dijelaskan nominal yang harus dibayarkan, dan menurut saya ini agak ganjil.

Memang setiap kampus pasti punya peraturan sendiri. Tapi sistem seperti ini bisa menimbulkan kekhawatiran karena berpotensi bertentangan dengan peran sosial kampus itu sendiri. Salah satu yang paling menonjol adalah akses masyarakat umum jadi makin susah. Bayangin aja jika pedagang kecil, ojol, atau warga sekitar yang biasa beraktivitas di kampus malah jadi kesulitan gara-gara harus bayar tiket masuk. Kampus jadi terkesan eksklusif dan jauh dari masyarakat, padahal kampus itu harusnya terbuka dan mengabdi ke masyarakat.

Selain itu, penerapan SGS ini juga kelihatannya tidak melibatkan suara mahasiswa atau warga kampus, tapi mungkin ada keterlibatan dengan mahasiswa hanya saja kurang transparan. Padahal, kampus itu tempat demokrasi dan partisipasi aktif yang harus dijunjung tinggi. Kalau tiba-tiba ada pungutan tanpa melibatkan diskusi publik, bisa-bisa muncul kesan bahwa kampus mulai mengomersialkan layanannya. Padahal kan kampus harusnya jadi ruang publik yang bisa diakses semua orang.

Tapi semua itu juga ada sisi positifnya. SGS bisa membantu meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi siapa pun yang masuk kampus, baik dari dalam maupun luar, seperti yang ingin studi banding, ikut seminar, atau mau kerja sama. Wait. Keamanan dan kenyamanan??? Kalau melihat peraturan Rektor Nomor 60 Tahun 2024 di Pasal 11, kalau pengguna tempat parkir harus mengamankan dan tidak meninggalkan barang berharga mereka dan kalau hilang itu menjadi tanggung jawab si pengguna. 

Di peraturan tersebut helm memang tidak disebut langsung, tapi secara praktik dan fungsi jelas masuk dalam kategori barang berharga. Why? Karena helm itu bukan sekadar pelengkap, tapi wajib digunakan oleh pengendara motor dan harganya pun bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Selain punya nilai ekonomis dan fungsional, helm juga sering jadi sasaran pencurian. Jadi dalam konteks parkir kendaraan bermotor, sangat makes sense kalau helm dikategorikan sebagai barang berharga, meskipun tidak disebut secara eksplisit di aturan.

Hmm... makes sense.

Lah, terus buat apa ada sistem se-modern Smart Gate System kalau hal paling dasar seperti itu kurang diperhatikan? Sistem ini jadi terasa hanya fokus pada penertiban dan pembatasan akses, bukan benar-benar menjaga kenyamanan dan keamanan pengguna. Padahal, logikanya, kalau sudah dibatasi dan dikenakan pungutan, seharusnya perlindungan juga ikut ditingkatkan. Masa' iya ngebet banget pengen kaya. Emang masih kurang??

Bercanda...

Kalau bicara soal pembagian dana dari sewa tempat parkir di lingkungan kampus, sebenarnya pembagiannya sudah jelas, menurut Peraturan Rektor Nomor 60 Tahun 2024 di Pasal 7 disebutkan bahwa alokasi dana 10% untuk pajak ke pemerintah daerah, 50% untuk pendapatan universitas, dan 40% dipakai untuk operasional pengelolaan parkir. Tapi kalau dilihat lebih dalam, ada beberapa hal yang cukup menarik dan layak untuk dikritisi.

Tentang proporsi pembagiannya. Jujur saja, menurut saya 50% dana yang langsung masuk ke rekening rektorat itu jumlahnya cukup besar. Sementara dana operasional yang dipakai untuk urusan teknis seperti keamanan, pengelolaan, dan kenyamanan pengguna hanya 40%. Padahal, kalau kita bicara soal layanan parkir, yang paling terasa dampaknya ya di bagian operasional. Jadi, pembagian ini kayaknya belum sepenuhnya berpihak kepada kenyamanan pengguna, terutama bagi mahasiswa yang tiap hari menggunakan fasilitas ini.

Tapi apakah kampus kekurangan dana sampai harus mengamankan 50% pendapatan itu? Menurut saya, sepertinya tidak. Why? Karena dari data yang saya dapatkan, dana yang mereka peroleh dari tahun ke tahun justru terus bertumbuh. Bahkan antara tahun 2023 dan 2024 saja terjadi peningkatan pendapatan sebesar 22,53%. Selain itu, kampus juga sangat jarang mengalami defisit keuangan. Artinya, isu kekurangan dana itu kurang relevan kalau melihat tren pertumbuhan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun