Mohon tunggu...
Syahrul Rain
Syahrul Rain Mohon Tunggu... -

Meski nyatanya dia begitu sering berbohong padaku, aku ingin tertipu oleh kebohongannya lebih lama lagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Waktu

10 Desember 2012   19:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:52 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu, alarm di laptop-ku berbunyi. Kuperiksa, dan di layarnya ada sebuah pesan pengingat yang bertanggal tepat hari ini. Ini bukan pengingat biasa. Ini adalah pengingat sangat spesial yang menjadi alasan aku tak pernah mengganti laptopku selama bertahun-tahun. Di situ tertulis, You’ve got a mail from 3 years ago. Aku terdiam sejenak, dan kemudian teringat sesuatu, sesuatu yang seharusnya sudah lama kutunggu-tunggu. Aku melonjak dari atas kasur, sangat antusias. Akhirnya surat itu tiba juga! Surat dari diriku di masa lalu.

Aku berlari penuh semangat ke dalam gudang dirumahku. Di pojok ruangan yang gelap danberdebu itu, adasebuah sekat khusus yang merupakan teritori pribadi milikku.Tak adaanggota keluargaku, ayahku atau adikku yang bolehmenyentuh, membereskan, apalagimembuang apapun daridalam ruangan kecil ini. Ini bukan sekedar tempat penyimpananpribadi, ini adalah kotak surat! Dan tak ada seorang pun yangpernah menyangka, bahwa inibukan kotak surat biasa, iniadalah kotak surat antar-waktu! Di sinilah aku menerima surat-surat dari diriku di masa lalu!

Ada sebuah kotak kecil berwarna biru di sudut ruanganitu. Kotak itu tampak lusuh danberdebu. Wajar saja, kotak itusudah mengarungi perjalanan di lorong waktu sepanjang tigatahun, dan semoga saja isinya tak mengalami kerusakan apapunselama di perjalanan.Kuangkat kotak itu dengan perlahan-lahan,lalu kutiup debu yang menempel dipermukaannya. Ketika kotakitu sudah terbuka, di dalamnya aku menemukan sebuahgulungan kertas berukuran A4. Kertas itu digulung dan diikatdengan sebuah pita berwarnaperak. Kuambil dan kuperhatikankertas itu. Tampaknya tak mengalami kerusakan apapun,semuanya tampak seperti seharusnya. Akhirnya, ini diasuratnya! Aku tak mau membacanyadi sini. Segera kubawakertas itu, lalu aku berlari ke lantai dua, ke dalam kamarku yangnyaman. Aku akan membacanya dengan seksama.

Kubuka gulungan surat itu, dan kurentangkan di atasmeja. Terlihat untaian huruf-huruf yangditulis tangan. Memang,bukan tulisan tangan yang cukup rapi, tapi aku mengenalibahwa ituadalah tulisan tanganku sendiri. Jantungku berdetakdengan cepat, dan tiba-tiba saja akumenjadi gugup. Rasanyaseperti benar-benar mendapat surat dari masa lalu. Orang yangbelum pernah mempraktekkan hal ini mungkin akan sulitmembayangkan apa yang akurasakan sekarang. Aku menariknafas panjang, dan mulai membacanya perlahan-lahan.

Bogor, 20 September 2008

Kepada

Fadly Zulfikar,

diriku pada tanggal 20 September 2011

Hai, Aku.

Sedang apa kamu di sana? Aku tak pernah menyangkaakan benar-benar menulis surat ini, iniadalah sebuah permainananeh. Saat Firman, temanku (temanmu) mengatakan, “kita bisamengirim surat ke masa depan!”, aku benar-benar tidak percaya.Aku pikir dia gila. Kemudian akutanya, bagaimana caranya?Apa dengan mesin waktu? Dia bilang, “Ya, waktu adalah mesinitu sendiri.”

Tadinya aku pikir dia akan menggunakan ilmu gaib, sihir,hipnotis, atau semacamnya,ternyata tidak. Aku merasadipermainkan ketika ia bilang, “Untuk mengirim surat kesepuluhtahun yang akan datang, tulislah surat itu, lalu simpan didalam kotak, dan jangan dibukasampai sepuluh tahun lagi.”Aku meremehkan pemikirannya. Aku pikir, ia hanya membuatlelucon saja. Tapi pada akhirnya aku sadar, ternyata hal itusecara teori memang adabenarnya. Nah, kamu yang sekarangsedang membaca surat ini, bagaimana perasaanmu?Apakahkamu mengakui bahwa mesin waktu (atau waktu sebagai mesin)itu benar-benar ada?

Mudah-mudahan kamu masih ingat sewaktu kamu (aku)memutuskan untuk menulis surat ini.Yah, aku rasa aku takperlu malu menceritakan masalah pribadi pada diriku sendiri,walaupunkamu adalah diriku di masa depan. Kamu masih ingat Hilda? Kamu masih bersama Hilda?Waktu kamu (selanjutnya kata gantinya aku samakan saja menjadi aku)menulis surat ini, akusedang bimbang apakah ingin kembalibersama Hilda atau tidak. Aku memang telah berbuatsalahkepada dia, tapi sekarang dia memberikanku kesempatan untukkembali lagi. Akubingung, apakah aku sanggup menebuskesalahanku dan membina hubungan baik dengannyalagi?Sejujurnya aku masih mencintainya, tetapi aku bimbang. Akusekarang sama sekalibelum tahu keputusan apa yang akan akubuat, tapi kamu pasti tahu. Setidaknya, tiga tahundari sekarangaku pasti sudah membuat keputusan, kan? Ya, aku tahu. Akutahu, kalaupunkamu membaca surat ini dan bisa menjawab,jawaban itu tak akan sampai kepadaku. Maklumsaja, “suratwaktu” ini kan cuma satu arah. Dari masa lalu ke masa depan,seperti pesan didalam botol yang dihanyutkan di aliran sungai.Waktu tak bisa mengalir mundur kan? Tapimeski begitu, akumerasa lebih tenang setelah menanyakan ini padamu, walaupunaku tak bisa mengetahui jawabannya.

Masalah lain, selain masalah percintaan, adalah masalahkarir. Saat ini aku sedang bersiapmenghadapi tugas akhirkuliah, dan mudah-mudahan saja aku bisa lulus denganmemuaskan.Aku benar-benar sibuk, dan sebenarnya surat inikutulis sebagai salah satu cara mengatasikejenuhan. Lalubagaimana denganmu? Apakah kamu sekarang sudah bekerja?Menjadi arsitek seperti cita-citamu? Ataukah melanjutkan ketahap pasca sarjana? Yang akurencanakan sih, aku ingin segerabekerja, karena dengan begitu aku bisa mandiri. Tapibagaimanapun, kamu yang lebih tahu keputusannya.

Ohya, jangan lupa kirimkan salamku pada keluargamu. Pada ayahmu, ibumu, dan juga adikmu.Tentu saja, mungkin merekaakan menganggapmu aneh karena menyampaikan salam daridirimu sendiri. Aku harap mereka baik-baik saja. Sekarang, saataku menulis surat ini,keluargaku dan aku sehat-sehat saja.Ibuku sering mengingatkanku agar tetap menjaga kesehatan disela-sela tugas yang padat.

Sebenarnya ada banyak hal lain yang ingin kutanyakandan kuceritakan, tapi aku anggap inisudah cukup. Lagipula, inikan cuma untuk menguji “surat waktu” saja, aku tak tahuapakah permainan ini bekerja dengan baik atau tidak. Kalauseandainya surat ini benar-benar sesuatuyang hebat, jangan lupamenulis surat lagi untuk dirimu di masa depan.

Semoga saja kamu adalah orang yang lebih baik dari aku.Aku menghembuskan nafas denganterbata-bata.Perasaanini sulit untuk aku gambarkan, selain dengan senyuman samar dibibirku, dan genangan air mata di kedua mataku. Kalau saja akubisa membalas surat dari masa lalu ini, aku ingin sekalimenjawab pertanyaan-pertanyaannya. Dalam tiga tahun ini,cukup banyak hal yang berubah dalam hidupku.

Sambil menggulung kembali surat itu, aku terduduk diatas kasur. Saat ia (aku di masa lalu) menanyakan tentangkeadaan keluargaku, ingin rasanya aku mengadu danmenceritakan semua ini. Setahun setelah ia menulis surat itu,ibuku terkena serangan jantungdan akhirnya tutup usia. Kabarburuknya, saat ibuku menghembuskan nafas terakhir, akusedang tidak bersamanya. Aku sedang berada di luar kota danterlambat tiba di rumah. Akudimasalalu pasti sama sekali takmenyangka kalau hal seperti itu akan terjadi. Kalau saja aku bisamembalas suratnya, ingin sekali aku mengatakan kepadanya,“Tolong, gunakanlahwaktu terakhirmu bersama Ibu dengansebaik-baiknya. Jangan pernah meninggalkan dia.Jangansampai kamu menyesal seperti aku. Jangan sampai...”

Tapi itu tak ada gunanya. Seperti yang ia bilang, suratwaktu ini sifatnya hanya satu arah. Itumemang fakta alami yanganak kecil pun mengetahuinya, tapi ada pelajaran penting dariketerbatasan ini.Surat waktu mengajarkan kita untuk hanyamenatap hari ini dan masa depan,dan jangan menoleh lagipada masa lalu yang tak mungkin diubah. Aku tidak tahuapakahtemanku yang memberiku ide untuk menulis surat waktumemang bermaksud memberikan pelajaran seperti ini.

Aku mengusap genangan air mataku sampai tak berbekaslagi. Tentu saja, tak semuanya yangterjadi selama tiga tahun iniadalah berita buruk. Kalau bicara masalah pekerjaan, sekarangaku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku berhasillulus kuliah dengan nilai yangmemuaskan, meskipun tidaksampai cumlaude. Sekarang, aku sudah merintis karir sebagaiarsitek muda yang memiliki prospek cerah di masa depan. Akudi masa lalu tidak perlukhawatir, semuanya akan baik-baiksaja.

Mengenai Hilda, aku juga memiliki kabar baik. Akudi masa lalu akan membuat keputusanyang tepat. Kini aku dan Hilda telah bertunangan, dan rencananya sebulan lagi kamiakanmelangsungkan pernikahan. Selama tiga tahun terakhir ini,hubunganku dengannya berjalandengan baik. Memang, sempatada masalah, tapi masalah itu pasti akan menemukan jalankeluarnya sendiri setelah kami menikah nanti. Di luar itu,tampaknya ia tak perlu khawatirdengan dirinya, ia bisa terustetap setia tanpa mengulangi kesalahan yang sama.

Ketika teringat tentang rencana pernikahan, aku tiba-tibasaja memikirkan masa depanku.Benar apa yang dikatakan akudi masa lalu, aku harus membuat surat lagi untuk akudi masa depan. Aku ingin menanyakan kabarnya, dan kabarkeluarganya. Apakah aku jadimenikah dengan Hilda? Apakahpernikahan kami berjalan dengan harmonis?

Dengan semangat yang baru menyala, aku membuka lacimejaku, mengambil selembar kertaskosong dan pulpen antiair.Kuletakkan kertas itu di atas meja, dan aku duduk dihadapannya.Sekarang aku akan menulis surat untuk masadepan. Tapi untuk masa depan yang mana? Tigatahun lagi?Lima tahun? Atau sepuluh tahun? Hmm...kurasa aku akanmengirim surat untuksepuluh tahun yang akan datang. Waktusepuluh tahun pasti sudah membawa banyakperubahan, dan ituakan membuat surat ini jauh lebih menarik dan retrospektif.

Di dalam surat itu, aku kebanyakan bertanya mengenaikehidupan rumah tangganya (dia, akusepuluh tahun lagi).Apakah dia memiliki keluarga yang harmonis? Sudah punyaanak berapadia saat membaca surat ini? Bagaimana denganayah dan adiknya? Aku juga bertanya mengenai karirnyasebagai arsitek. Aku menceritakan kembali bagaimana beratnyaperjuanganku untuk bisa lulus kuliah dan memulai profesiidamanku ini, agar ia selalumensyukuri apa yang ia miliki.

Beberapa menit kemudian, aku telah menyelesaikan suratitu. Kubuka laci meja dan kusimpan kembali pulpen yang tadikupakai. Sebelum aku beranjak dari kursi, aku sempat menatapfoto Hilda yang terpajang di atas meja. Foto itu kuambil kira-kira tiga tahun yanglalu, beberapa bulan setelah aku menulissurat waktu-ku yang pertama. Semoga saja, saatsurat inisampai, aku yang membaca surat ini akan membacanya denganperasaan gembira.

Aku langsung pergi ke gudang, kantor pos antarwaktuyang sebentar lagi akan mengirimkan suratku. Dalam hati, akuberpikir, kira-kira apa yang bisa kujadikan pengingat agarsepuluh tahun lagi aku masih ingat tentang surat ini? Membuatpengingat di handphone atau komputer pun belum tentu efektif.Setelah aku menikah nanti, mungkin aku akan pindah rumah,jangan sampai surat ini hilang atau tertinggal. Sebenarnya akuhanya harus mengingat tanggal 20 September 2021 saja, apasebaiknya aku membuat tato di tubuhku saja ya? Tidak mungkin aku melakukan hal konyol itu. Aku akanpikirkan itu nanti, yang penting sekarang kotak biru ajaib itusudah ada di hadapanku.

Kupandangi kotak biru yang terbuat dari kayu itu.Sebenarnya ini adalah kotak bekas penyimpanan alatpertukangan, tapi kemudian kucat biru dan kujadikan kotaksurat. Kubuka tutup kotak itu, dan bersiap untuk mengirimkansuratku, gratis tanpa perangko.

Aku tercengang! Di dalam kotak itu sudah ada segulung kertas.

Kertas apa ini? Bukankah surat yang tadi sudah kusimpandi dalam kamar? Apa waktu itu aku mengirimkan dua surat ya?Tidak mungkin! Waktu tadi pertama kali aku membuka kotakini, cuma ada satu gulungan surat! Ini benar-benar aneh. Aneh,karena walaupun aku menyebutnya kotak surat antarwaktu tapisebenarnya ini kan cuma kotak biasa. Ini kan cuma permainan.

Kuletakkan surat yang hendak kukirim di atas lantai, dankuambil gulungan kertas misterius itu dari dalam kotak.Perlahan-lahan, dengan sangat penasaran aku membukagulungan kertas itu, dan kurasakan tekstur kertas yang kuat danberbeda dengan kertas HVS yang biasa kugunakan. Sepanjangpengalamanku menggunakan berbagai macam kertas dalambekerja, aku belum pernah melihat kertas yang tipis namunsangat kuat seperti ini. Aku memperhatikan tulisan yangterdapat pada kertas itu. Tulisan ini diketik menggunakankomputer. Aku tidak pernah menulis surat waktu denganmenggunakan komputer! Surat siapa ini? Apa seseorang diam-diam meletakkan surat ini di sini?

20 September 2038

Kepada

Fadly Zulfikar,

ayahku tiga puluh tahun yang lalu.

Aku tidak tahu bagaimana caraku memperkenalkan diri.Kau pasti kebingungan saat membaca surat ini. Aku tahu, akuterpaksa menulis surat ini karena aku berharap aku bisa merubahmasa lalu.

Beberapa waktu lalu, aku menemukan surat milik ayahku (kau di masa depan), yang ia anggap sebagai surat waktu. Perlukau ketahui, kau terus melanjutkan permainan surat waktu ini,sampai setidaknya dua puluh tahun ke depan. Kadang kaumenulis surat untuk sepuluh tahun, tiga tahun, atau hanya satubulan. Tapi sayangnya, tidak semua surat yang kau kirim sampaikepada tujuannya. Kadang kau membuat surat dengan jangkawaktuyangterlalupanjang,seolahkautidakmempertimbangkan batas umurmu sebagai manusia biasa.

Aku menemukan surat itu di dalam sebuah kotak besaryang kau gunakan sebagai tempat penyimpanan surat-suratmu.Kau memang sangat konvensional, Ayah. Bahkan di masa depanini, kau masih memakai media kertas usang yang sudah lamaditinggalkan orang. Di dalam kotak besar itu, aku menemukansurat pertama yang kau kirim tiga puluh tiga tahun lalu (padatahun 2011), sampai surat terakhir untuk sepuluh tahun yangakan datang yang tidak akan sempat kau terima. Iya, saat akumenulis surat ini, kau telah tiada.

Mungkin di dalam benakmu, kau penasaran, ingin akubercerita tentang keadaan dunia di masa depan. Tapi maaf Ayah,bukan itu tujuan aku mengirimkan surat ini. Masalah yang inginkuceritakan adalah masalah Ibu. Ibuku bernama Hilda. Benar,kau memang menikah dengan Hilda, wanita yang sangat kaucintai itu. Dari hasil pernikahan kalian, aku lahir ke dunia.Kalian hidup bersama, sampai akhirnya kau...dibunuh oleh istrimu sendiri. Maaf, aku tahu ini sulit untuk diterima.

Dia adalah ibu kandungku sendiri, tapi aku tak mengertikenapa ia jadi begitu jahat. Ia berubah drastis setelah iaberselingkuh dengan seorang pria kaya dan terpandang yangakhirnya ia nikahi setelah kau meninggal. Saat kau masih hidup,kau mengetahui perselingkuhan mereka dan mencoba untukmemberi peringatan pada Ibu. Tapi pada saat itulah, kau dijebakdengan cara yang sangat licik dan akhirnya kau masuk penjara.

Di dalam penjara itu, kau masih terus menulis surat waktu, kaukirim keluar penjara dan kau titipkan pada seorang temanmuagar disimpan di dalam sebuah kotak besar bersama surat-suratmu yang lalu, dan memintanya mengirimkannya kembalike penjara apabila waktunya telah tiba. Kabarnya, kaumeninggal di dalam penjara setelah mendapat penyiksaan fisik,tapi aku tahu bahwa sebenarnya Ibu sendiri yang telahmembunuhmu. Semenjak kau dipenjara, sampai sekarang, akutinggal dengan seorang ayah tiri yang kejam. Bagaimanapun akubercerita, kau tak akan sanggup membayangkan penderitaan apayang aku alami. Tentu saja, aku adalah wanita dewasa sekarang,tapi keadaan di masa depan sungguh berbeda, ayah tiriku adalahpenjahat yang gila, Ibu juga tak jauh berbeda. Aku tak mungkinmenulis surat untuk merubah masa lalu kalau aku masihsanggup menanggung penderitaan ini. Ayah, aku berharap agaraku tak pernah dilahirkan...

Aku mohon padamu, tolong, jangan menikah dengan Ibu.Jangan menikah dengan perempuan bernama Hilda itu. Kalaukau lebih sayang pada anakmu yang hanya akan lahir ke duniauntuk merasakan penderitaan, kau tahu apa yang harus kaulakukan. Aku mengirim surat ini ke masa beberapa bulansebelum kau benar-benar menikah dengan Ibu. Aku tahu itukarena membaca suratmu yang bertanggal 20 September 2011.

Pasti kau menganggap bahwa surat ini adalah hal yang takmasuk akal. Sepengetahuanmu, waktu tak bisa mengalirmundur, tapi tiga puluh tahun lagi akan banyak hal yangberubah dan tak pernah kau bayangkan sebelumnya. Meskibegitu, yang kulakukan ini adalah hal terlarang. Sangatterlarang. Aku tak tahu efek samping apa yang akanditimbulkan, maka ini akan menjadi suratku yang pertamasekaligus yang terakhir. Setelah ini aku akan melarikan diri,mungkin seumur hidupku, kalau aku memang benar-benarpernah dilahirkan.Semoga kau mengerti, Ayah.

Anak perempuanmu satu-satunya,

Elisa Zulfikar

Nafasku terasa sesak, aku tak bisa percaya dengan apayang baru saja kubaca. Aku berusaha untuk merobek surat itu,tapi tak bisa. Kertas ini mungkin dibuat dari serat khusus yanghanya ada di masa depan. Aku terduduk di lantai, hampirmenangis. Aku tak boleh menangis untuk sesuatu yang sangataneh seperti ini. Dia benar, ini memang tak masuk akal.Bagaimanapun, aku berusaha untuk tidak percaya. Ada banyakkemungkinan kan? Bisa saja ada seseorang yangtak merestuihubunganku dengan Hilda dan tahu permainanku ini, lalumengarang surat masa depan palsu dan diam-diammeletakkannya saat aku lengah tadi. Dia pasti berharap agar akupercaya tidak jadi menikah dengan Hilda.

Aku termenung. Seluruh tubuhku lemas. Bagaimana kalausemua ini benar? Bagaimana kalau surat ini memang surat darimasa depan? Apa masa depanku benar-benar setragis itu? Tapiwalaupun begitu, aku tak perlu tahu! Sungguh, aku tak ingintahu! Elisa, kau telah salah! Surat waktu hanya untuk masadepan, bukan untuk merubah masa lalu! Aku menutupi wajahkudengan kedua tangan, sambil menahan emosiku sebaikmungkin. Saat itu, tiba-tiba ponsel di saku celanaku bergetar.

Halooo...calon suamiku!

Gmn, bsok qt jadi fto2pra-wedding?

Aq udh ga sabar nih...

Aku tersenyum pahit. Kebingungan ini adalahkebingungan lintas waktu, mana ada orang yang bisamemahaminya. Aku menyimpan kembali ponselku tanpamembalas sms itu, lalu menarik nafas dalam-dalam dan menelan ludah.Elisa, anak perempuanku di masa depan. Ini gila! Tidak! Aku yang gila. Apa-apaan ini? Bukankah ini cuma permainan?

Aku mengedarkan pandangan ke luar gudang. Jika memang ada orang yang meletakkan surat ini diam-diam, dia pasti sedang cekikikan mengawasiku sambil bersembunyi entah di mana. Perasaanku berkabut. Kupandangi lagi surat itu lekat-lekat. Pikiranku terbawa pada kisah tragis yang tertulis dalam surat itu. Badanku menggigil. Aku menyapu keringat di dahiku. Lagi, saku celanaku kembali bergetar.

Kmu knp sih! Kok ga d blz…

Q bad mood nih…L

Lez gpl’

Mataku sedikit memerah. Sialan! Dia selalu begini. Aku tidak tahu kenapa. Emosiku tiba-tiba meluap. Kali ini kubalas sms itu dengan perasaan jengkel.

Gak pgrtian bnget sih…

Gi pusing nih!

Kemudian aku merapikan ruangan gudang yang sedikit berserakan. Barang-barang bergelimpangan karena sempat kutendang. Surat yang sebelumnya kubuat, meskipun agak kehilangan gairah, akhirnya dengan mantap kumasukkan ke dalam kotak surat waktuku, dan kuletakkan di tempatnya semula. Aku duduk sejenak dan mengambil nafas dalam-dalam. Aku kembali tercengang. Astaga! Pandanganku terpaku ke arah meja usang. Apa yang telah terjadi? Ke mana perginya? Surat yang sebelumnya kuletakkan di sana. Surat dari anakku di masa depan, Elisa. Lenyap tak berbekas.

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun