Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Guru yang Berhenti Belajar, Pelan-Pelan Hilang

9 Oktober 2025   05:20 Diperbarui: 9 Oktober 2025   10:42 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa belajar di laboratorium komputer. (Dokumentasi Pribadi)

Sekolah kami berdiri di pinggir jalan utama sebuah kecamatan kecil di pelosok pulau. Di pagi hari, suara ayam bersahut dengan deru motor siswa yang datang dari kampung sebelah. 

Di halaman, bendera berkibar di antara deretan pohon kelapa yang menjadi saksi betapa sederhana namun hangatnya suasana belajar di sini. Sinyal internet sering putus-nyambung, dan listrik kadang mati saat hujan lebat. Tapi satu hal yang tak pernah padam adalah semangat para guru yang setiap hari berjuang agar anak-anak tetap bisa belajar.

Namun, di balik semangat itu, ada kenyataan yang tak bisa diabaikan: dunia di luar sana bergerak jauh lebih cepat daripada dunia di ruang guru kami. Ketika sebagian guru mulai nyaman dengan cara lama, murid-murid justru datang membawa cara baru — dengan ponsel di tangan dan rasa ingin tahu yang luar biasa. Ada yang belajar lewat YouTube, ada yang bertanya pada aplikasi, ada pula yang sudah bisa menjelaskan hal-hal yang belum sempat kami pelajari.

Suatu siang, seorang murid saya memperlihatkan hasil eksperimen dari video yang ia tonton di internet. “Pak, kalau begini hasilnya bisa lebih cepat, lho,” katanya sambil tersenyum. Saya ikut tersenyum, tapi di dalam hati saya tertegun. Dunia berubah, dan saya sadar: kalau guru berhenti belajar, cepat atau lambat, kita akan kalah oleh murid kita sendiri.

Ilmu pengetahuan terus berkembang, tak mengenal batas ruang dan waktu. Kalau guru berhenti belajar, berarti kita berhenti relevan. Murid-murid sekarang hidup dalam dunia tanpa tembok. 

Mereka belajar dari media sosial, dari konten kreator, dari teknologi yang setiap hari melahirkan hal baru. Maka tugas guru bukan menyaingi sumber belajar itu, tapi menuntun arah. Bukan sekadar mengajar apa yang harus dipelajari, tapi mengajarkan bagaimana belajar.

Saya pernah melihat perbedaan mencolok di sekolah: seorang guru muda mengajar dengan menggunakan video pembelajaran dan kuis digital yang membuat murid bersemangat. Sementara di kelas sebelah, guru senior masih mengandalkan buku teks yang sama sejak bertahun-tahun lalu. Bukan salah siapa-siapa, tapi kontras itu menunjukkan satu hal penting: siapa yang mau belajar, dialah yang akan tetap hidup dalam dunia pendidikan yang terus berubah.

Guru yang mau belajar akan selalu dihormati muridnya. Bukan karena ia tahu segalanya, tapi karena ia terus mencari. Murid bisa merasakan semangat itu. Mereka tahu mana guru yang datang ke kelas dengan mata berbinar, dan mana yang datang hanya karena kewajiban. Guru yang belajar bukan hanya menambah pengetahuan, tapi juga menularkan energi positif — bahwa belajar itu tak pernah selesai.

Saya teringat seorang guru di sekolah kami. Usianya hampir pensiun, tapi semangatnya seperti baru lulus kuliah. Suatu hari ia datang membawa laptop pinjaman dari anaknya. “Saya ingin belajar membuat video pembelajaran,” katanya. 

Kami bantu pelan-pelan, dan beberapa minggu kemudian, ia malah jadi yang paling aktif berbagi hasilnya di grup guru. Murid-murid memujinya, bukan karena ia jago teknologi, tapi karena mereka melihat usaha yang tulus. Dari situ saya belajar: kerendahan hati untuk belajar adalah tanda kebijaksanaan sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun