Dua puluh tahun yang lalu, ketika saya masih menjadi guru honorer di sebuah SMA swasta, saya mengalami satu peristiwa yang hingga kini tak pernah saya lupakan. Waktu itu, saya baru dua tahun mengajar, gaji pas-pasan, dan sering kali harus menunggu honor cair hingga akhir bulan.
Suatu sore selepas mengajar, kepala sekolah memanggil saya ke ruangannya. Saya sempat gugup, mengira akan ditegur karena administrasi yang belum rapi. Tapi yang keluar dari mulut beliau justru kalimat sederhana, "Pak, sudah sempat makan?"
Kalimat itu terdengar ringan, tapi ada sesuatu yang hangat di baliknya. Kepala sekolah itu tidak sekadar bertanya soal perut, tapi soal perhatian. Ia tahu, di balik senyum seorang guru honorer, ada banyak letih yang disembunyikan.
Sore itu, sambil menyeruput teh di ruang kepala sekolah, saya sadar satu hal: perhatian kecil bisa menjadi alasan besar seseorang untuk tetap bertahan.
Kini, setelah bertahun-tahun berlalu dan saya sendiri memimpin sekolah, saya sering teringat momen itu. Dunia pendidikan berubah cepat.
Beban kerja guru semakin berat, administrasi semakin menumpuk, dan ekspektasi masyarakat terus meningkat. Namun satu hal yang tetap sama: guru tetap manusia. Mereka bisa lelah, bisa kecewa, tapi juga bisa sangat setia---jika merasa dihargai.
Banyak sekolah kini menghadapi masalah yang sama: retensi guru. Setiap tahun, selalu ada yang pindah, berhenti, atau memilih profesi lain. Kita sering mencari solusi dalam angka---menaikkan honor, memperbaiki fasilitas, menambah tunjangan.
Tapi di balik semua itu, ada hal yang lebih sederhana namun mendasar: cara kepala sekolah berbicara. Kata-kata bisa menjadi alasan seorang guru bertahan, atau sebaliknya, alasan untuk pergi diam-diam.
Saya pernah melihat bagaimana satu pertanyaan sederhana seperti, "Menurut Bapak/Ibu, bagaimana kalau kita ubah sistemnya begini?" bisa menyalakan semangat baru. Ketika kepala sekolah mau mendengar, guru merasa dihargai.
Mereka bukan lagi sekadar pelaksana kebijakan, tapi bagian dari proses. Dari situ tumbuh rasa memiliki, dan rasa memiliki itulah yang membuat seseorang bertahan bahkan ketika situasi tidak selalu mudah.