Mohon tunggu...
Syahrani Abda Syakura
Syahrani Abda Syakura Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Sosiologi UNJ

Membaca jendela dunia, menulis mencetak sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pandemi Covid-19 dan Hiper-realitas Baudrillard

26 Desember 2021   21:08 Diperbarui: 26 Desember 2021   22:08 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada era ini, wabah pandemi masih menjadi topik hangat di seluruh dunia. Lebih spesifik lagi pandemi Covid-19 yang mewabah, terjadi pada akhir tahun 2019 yang bermula di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, yang dapat menyerang manusia dan hewan. Covid-19  menyebar secara cepat melalui intensitas mobilitas manusia secara global hampir ke seluruh dunia. Kemudian pada tanggal 30 Januari ditetapkan sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMMD) oleh WHO dengan gejala mirip SARS yang dapat menyebabkan hingga kematian (Safrizal,dkk 2020).

Pada saat artikel ini dibuat, kasus tertinggi penyebaran Covid-19 di seluruh dunia adalah Amerika, sedangkan Indonesia menjadi negara Asia dengan penyebaran tertinggi per 21 Desember 2021. Virus ini dapat menyebar melalui udara yang mampu menyebabkan infeksi saluran pernafasan hingga penyakit serius. Wabah membuat suatu kepanikan karena mampu menembus batas tubuh manusia dengan mudah dan menerobos pertahanan dengan satu tujuan yaitu untuk menyerang, bahkan ketika sedang benar-benar diamati dengan cermat (Meera Senthilingam, 2021).

Kehadiran Covid-19 mengejutkan masyarakat umum dan dunia medis serta pemerintah dalam menghadapinya. Sebagian masyarakat juga panik ketika Covid-19 telah menyebar hingga ke negara mereka. Lalu mengapa kepanikan ini terjadi pada awal terjadinya pandemi Covid-19? Hal ini akan dijelaskan dalam tulisan ini

Covid -19 dalam perspektif Hiper-realitas Jean Baudrillard

            Terjadinya pandemi Covid-19 pada masa ini berjalan beriringan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Adanya kabar kemunculan Covid-19 di China sudah sampai ke telinga seluruh orang di dunia karena cepatnya media informasi dan komunikasi pada saat ini, seakan tidak ada batasan antara negara satu dengan negara lainnya. Kita bahkan dapat mengetahui apa yang terjadi di bagian negara lain tanpa berada di negara tersebut.

            Kemajuan teknologi ini membuat suatu dunia baru yang disebut Baudrillard sebagai simulasi. Simulasi membuat suatu hal yang tidak nyata terlihat nyata, memunculkan sifat konsumerisme dari para pengguna media sosial. Bahkan secara perlahan realitas dikalahkan oleh realitas buatan manusia di dunia maya., menjadikan model tanpa referensi sebagai acuan realitas sebenarnya. Dalam mekanisme simulasi, manusia dijebak dalam satu ruang yang dianggapnya nyata, padahal sesungguhnya semu belaka. Ruang realitas semu ini merupakan ruang antithesis dari representasi semacam dekonstruksi representasi itu sendiri.

            Teknologi yang berkembang pesat memudahkan masyarakat mendapatkan informasi melalui media sosial dari gawai mereka. Sayangnya, hal ini menumbuhkan sifat konsumerisme dari para pengguna media sosial. Mereka cenderung mudah menerima informasi yang belum jelas kebenarannya dan percaya begitu saja terhadap dunia dalam simulasi. Hal ini yang terjadi ketika endemi corona berubah menjadi pandemi yang dinyatakan telah memapar disebagian negara, memunculkan kepanikkan di masyarakat.

            Dalam pandangan Baudrillard kepanikkan ini disebabkan oleh hiper-realitas yang dibangun dalam simulasi. Budaya konsumerisme yang terbangun membuat masyarakat begitu saja menelan mentah-mentah informasi yang tersebar menganggap semua hal yang diproduksi media sosial adalah nyata. Pada awal dinyatakannya kota Wuhan terpapar virus yang belum diketahui, banyak beredar video orang yang terjatuh dan meninggal secara tiba-tiba. Hal ini dimanfaatkan beberapa oknum tidak bertanggung jawab dengan mengatakan bahwa kematian mendadak tersebut disebabkan oleh virus corona. Dari sinilah perspektif di masyarakat mengenai virus tersebut terbangun sebagai virus yang sangat berbahaya dan memicu kepanikkan di masyarakat itu sendiri. Ditambah adanya kebijakan lockdown yang disampaikan pemerintah membuat masyarakat merebut membeli kebutuhan seolah hal tersebut akan langka kian  hari.

            Padahal pada realitas sebenarnya manusia yang terpapar Covid-19 terlebih dahulu menunjukkan gejala-gejala layaknya demam, batuk, pilek, radang tenggorokan dan sebagainya dengan masa inkubasi kurang lebih selama 14 hari atau 2 minggu. Bahkan dalam beberapa kasus, orang yang terkena Covid-19 tidak menunjukkan gejala apa-apa. Adapun kebijakan untuk karantina atau lockdown bertujuan untuk mendeteksi apabila ada warga masyarakat yang terjangkit, sehingga penyebaran tidak secara cepat meluas dari interaksi sosial masyarakat secara langsung.

            Hiper-realitas juga terjadi ketika dipublikasikannya laporan kematian pasien yang disebabkan oleh Covid-19 yang disampaikan melalui berbagai media. Padahal kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien pada usia rentan dan memiliki riwayat sakit kronis.  Kemudian pada bulan-bulan setelahnya terdapat pasien yang dinyatakan sembuh dari Covid-19. Ini menunjukkan bahwa Covid-19 tidak semengerikan yang ditunjukkan dalam media sosial hingga dapat menyebabkan kematian mendadak. Penyebaran pun dapat dicegah dengan menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan dengan menghindari kerumunan.

            Setelahnya, setiap negara yang terpapar Covid-19 melakukan berbagai upaya pencegahan, baik dengan dilakukannya lockdown, pemberlakuan work from home, hingga berlomba-lomba membuat vaksin. Uji coba vaksin dilakukan berbagai lembaga hingga akhirnya ditemukannya vaksin Covid-19 pertama. Namun hadirnya vaksin ini ternyata menimbulkan keresahan lagi di masyarakat, karena beberapa orang yang baru saja di vaksin beberapa hari setelahnya dinyatakan meninggal dunia akibat Covid-19. Lagi-lagi hiper-realitas terjadi di masyarakat yang memunculkan kekhawatiran terhadap vaksin tanpa mencari kebenaran yang nyata. Setelah ditelaah lebih dalam, ternyata orang-orang yang dinyatakan meninggal dunia adalah orang yang menderita komorbid. Penyakit bawaan yang dapat memperparah penyakit baru yang diderita. Maka dihimbau kepada seluruh masyarakat yang memiliki komorbid untuk tidak divaksin dan meminta surat keterangan ke dokter dengan alasan tersebut.

Saran

            Revolusi teknologi yang terjadi di era saat ini memberikan implikasi bahwa masyarakat dibanjiri oleh berbagai informasi dan banyaknya informasi ini membuat orang cenderung melakukan spekulasi yang dapat berisiko kepada masyarakat luas. Oleh karena itu masyarakat sebagai konsumen terhadap produksi yang diciptakan oleh media sosial harus dapat menyaring kebenaran pada realitas yang ada. Mampu membedakan berita palsu dan fakta sebenarnya, sehingga tidak langsung menelan mentah-mentah terhadap informasi yang diterima dan disebar oleh oknum tidak bertanggung jawab.

            Masyarakat harus memiliki sifat skeptis pada berita yang disebar di media sosial, terutama mengenai kesehatan dan pandemi Covid-19 dengan mencari tahu sumber yang terpercaya sehingga dapat mengurangi kepanikkan atau berita palsu yang beredar. Dengan adanya sifat tersebut masyarakat kemudian tidak termakan hiper-realitas pada hal-hal yang sebenarnya tidak terjadi. Serta dapat membedakan hal yang asli dan palsu dalam realitas sebenarnya.

Penutup

            Media sosial sebagai produk dari pesatnya perkembangan teknologi memberikan dampak hiper-realitas di masyarakat dengan menciptakan dunianya sendiri. Dunia itu tampak nyata melebihi realitas sebenarnya. Masyarakat sebagai konsumen dari produk tersebut sering kali terlena dan mudah percaya karena hal ini menimbulkan sifat konsumerisme terhadap simulasi yang di produksi oleh manusia.

            Konsumerisme berlanjut ketika menyebarnya informasi mengenai virus corona yang menimbulkan kepanikkan hampir di seluruh dunia. Hal-hal yang bersifat hiper-realitas dalam dunia simulasi ditelan mentah-mentah oleh masyarakat, padahal terdapat beberapa video yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh oknum yang menyebar informasi tersebut. Berdasarkan informasi yang disebar inilah muncul kepanikkan di masyarakat seolah virus ini adalah virus yang sangat berbahaya. Padahal pada beberapa kasus terdapat pasien sembuh dari Covid-19.

Daftar Pustaka

Adrian, K. (2020, May 27). Kelompok Penyakit yang Dapat Meningkatkan Risiko Terkena COVID-19. Alodokter. Diakses 19 Desember 2021, https://www.alodokter.com/kelompok-penyakit-yang-dapat-meningkatkan-risiko-terkena-covid-19.

Chandani Kalia, B. S. (2021). ANALISIS PENYEBARAN BERITA HOAKS PANDEMI COVID-19 DI BONDOWOSO MELALUI FACEBOOK. Diakses 19 Desember 2021, http://repository.unmuhjember.ac.id/8721/9/JURNAL.pdf.

Herlinda Fitria. (2015). HIPERREALITAS DALAM SOCIAL MEDIA (STUDI KASUS: MAKAN CANTIK DI SENOPATI PADA MASYARAKAT PERKOTAAN). INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi, 45(2), 87-100. Diakses 19 Desember 2021, https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/download/7985/6754     

Meera Senthilingam. (2021). Wabah dan Pandemi. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia. https://www.google.co.id/books/edition/Wabah_dan_Pandemi/CJVEEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=(Meera+Senthilingam,+2021).&pg=PR3&printsec=frontcover.

Rokom. (2021, January 19). Komorbid Jadi Penyebab Terbanyak Kematian Pasien COVID-19. Sehat Negeriku. Diakses 20 Desember  2021, https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20201021/3935469/komorbid-jadi-penyebab-terbanyak-kematian-pasien-covid-19/.

Safrizal, Z., dkk. 2020. Pedoman Umum Menghadapi Pandemi Covid-19 Bagi Pemerintah Daerah, Pencegahan Pengendalian, Diagnosis dan Manajemen. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri. https://covid19.go.id/p/panduan/kemendagripedoman-umum-menghadapi-pandemi-covid-19-bagi-pemerintah-daerah.

Wiwit Nabillah Rahmawati. (2020). Memahami Teori Jean Baudrillard : Hiperreality Dan simulation, Beserta Contoh Fenomena Sosial Masyarakat Terbaru. Sosiologi info. Diakses 19 Desember 2021, https://www.sosiologi.info/2020/10/teori-jeand-baudrillard-dan-contoh-fenomena-sosial.html.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun