Dosen Pengampu: Dr. Ana Ramadhona, S.H., M.H.
Syahkira Putri Arwiana
Fakultas Hukum Universitas Jambi
E-mail: syahkiraputri241206@gmail.com
Abstrak:
Artikel ini mengkaji pelanggaran peraturan ketenagakerjaan dari sudut pandang peraturan perundang-undangan terkait potensi dampak hukum dari pelanggaran tersebut. Analisis terhadap beberapa contoh peraturan ketenagakerjaan yang sering muncul di dunia kerja dilakukan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya. Berbagai pelanggaran terdeteksi melalui studi kasus, yaitu terkait tidak menjamin/memberikan keselamatan dan kesehatan kerja. Konsekuensi hukum dari salah satu pelanggaran ini diperiksa, beserta tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Hal ini termasuk sanksi administratif dan perdata bagi pengusaha yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pentingnya menaati Undang-Undang Ketenagakerjaan demi terciptanya hubungan kerja yang adil dan positif ditekankan dalam kesimpulan, begitu pula dengan pentingnya pemberi kerja dan pekerja untuk mengetahui Undang-Undang tersebut guna menghindari pelanggaran di masa depan.
Kata Kunci: K3, Ketenagakerjaan, Pelanggaran.
Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap individu, tidak peduli ras. agama, jenis kelamin, orientasi seksual, atau status sosial-ekonomi mereka. Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dinyatakan dalam berbagai instrumen hukum internasional, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, serta instrumen-instrumen regional dan nasional lainnya. Hak asasi manusia mencakup hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak-hak kolektif. Hak-hak sipil dan politik mencakup hak untuk hidup, kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat, serta hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil di hadapan hukum. Sementara itu, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi hak untuk bekerja, hak atas standar hidup yang layak, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, dan hak atas perumahan yang layak.
Konsep hak asasi manusia mencerminkan pengakuan bahwa setiap individu memiliki nilai intrinsik dan martabat yang harus dihormati dan dilindungi. Ini juga menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak tersebut. Artinya, negara memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia setiap individu, tidak hanya dengan tidak mencampuri hak-hak tersebut, tetapi juga dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan individu untuk menjalankan hak-hak mereka dengan bebas dan tanpa diskriminasi.
Dalam konteks ketenagakerjaan, hak asasi manusia menjadi sangat relevan karena tempat kerja adalah lingkungan di mana individu menghabiskan sebagian besar waktu mereka. Oleh karena itu, karyawan memiliki hak untuk bekerja dalam lingkungan yang aman, adil, dan bebas dari diskriminasi dan pelecehan. Ini mencakup hak untuk bekerja tanpa takut akan diskriminasi berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, atau karakteristik lainnya, hak untuk mendapatkan upah yang adil dan layak, hak untuk istirahat yang memadai, dan hak untuk dilindungi dari bahaya fisik dan psikologis di tempat kerja.
Pada permasalahan yang timbul di PT Freeport Indonesia mengindikasikan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh beberapa karyawan, sebagaimana yang dijamin dalam hukum ketenagakerjaan. Yaitu kurangnya sarana dan prasarana keselamatan kerja menempatkan karyawan dalam risiko yang tidak perlu dan melanggar hak mereka untuk bekerja dalam lingkungan yang aman dan sehat, sebagaimana dijamin dalam hukum ketenagakerjaan. Sarana keselamatan yang memadai adalah bagian integral dari pihak pekerja yang diatur oleh hukum ketenagakerjaan, dimana pengusaha memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan yang diperlukan kepada karyawan.
Dengan demikian, kondisi kerja di PT Freeport Indonesia saat itu, tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam hukum ketenagakerjaan, maka dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia setiap karyawan. Oleh karena itu, tindakan yang diperlukan adalah memastikan bahwa perusahaan mematuhi peraturan ketenagakerjaan yang berlaku untuk melindungi hak dan kesejahteraan para pekerja sekaligus memastikan penghargaan terhadap hak asasi manusia mereka.
Pembahasan
1.Implementasi Hak Tenaga Kerja Dalam Peraturan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pada PT Freeport Indonesia.
Hak tenaga kerja merupakan hal yang fundamental yang harus dijunjung tinggi dan sepatutnya harusnya dimiliki setiap pekerja dalam melaksanakan hubungan kerja. Sebagai manusia, setiap pekerja berhak atas perlakuan yang adil dan layak di tempat kerja. Dalam pemenuhan Hak para pekerja, pada dasarnya sudah tertulis di perjanjian kerja antara pekerja dan pemberi kerja pada awal adanya kesepakatan. Perjanjian kerja adalah persetujuan bersama berdasarkan kesepakatan untuk melakukan penyerahan tenaga kerja sekaligus hak kepemilikan atas hasil kerja. Perjanjian kerja ini adalah sebagai transaksi hukum yang dilakukan antara kedua belah pihak (majikan dan pekerja) secara konsenual untuk membentuk hubungan kerja. Keseimbangan antara Peraturan yang dibuat Perusahaan haruslah bersandar pada Undang- undang yang berlaku mengenai Hak maupun Kewajiban pekerja. Perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalamPasal 1320KUHPerdata juga dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2) Undnag- Undang Nomor 13 Tahun 2003, perjanjian kerja dibuat secara tertulis dan lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai denganperaturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Pada kenyataannya, terjadi indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia yang tidak mengimplementasikan perjanjian kerjanya dengan baik. Terdapat 1 pelanggaran yang terjadi di PT Freeport Indonesia, yaitu mengenai aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Pemenuhan Hak Mengenai Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Dikutip dari berita yang beredar dan telah dianalisis, bahwa ada peristiwa runtuhnya terowongan di areal tambang bawah tanah Big Gossan PT Freeport Indonesia pada 14 Mei 2013 mengakibatkan 28 orang tewas dan 10 luka-luka. Untuk mengusut peristiwa itu, berbagai tim investigasi dibentuk oleh bermacam lembaga mulai dari pemerintahan, internal PT Freeport dan independen. Menurut komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, sampai saat ini hasil investigasi yang dilakukan bermacam tim tersebut tidak dipublikasikan kepada masyarakat luas. Padahal, peristiwa itu merupakan kecelakaan tambang bawah tanah terbesar di Indonesia.
Pigai menyesalkan sikap “bungkam” berbagai pihak atas peristiwa itu. Ujungnya, hingga kini belum ada pihak yang dijatuhi sanksi akibat kelalaian yang mengakibatkan jatuh korban.
Padahal, jika mengacu negara lain seperti Amerika Serikat, sebuah kecelakaan tambang yang disebabkan oleh kelalaian berbuah hukuman berat kepada pihak yang bertanggungjawab. Bahkan perusahaan yang bersangkutan terancam ditutup.
“Di dunia ini jarang sekali kecelakaan tambang yang menewaskan puluhan orang berakhir tanpa sanksi dan hukuman (kepada pihak yang bertanggungjawab,-red),” kata Pigai dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM Jakarta, Jumat (14/2).
Terkait pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM atas peristiwa itu Pigai menjelaskan dasar hukumnya adalah pasal 89 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Mengacu ketentuan itu Komnas HAM melakukan sejumlah hal seperti mengadakan pertemuan dengan jajaran komisaris dan direksi PT Freeport Indonesia, Kapolda Papua, Kementerian ESDM dan melakukan pemeriksaan ke lokasi kejadian. Serta mempelajari berbagai dokumen terkait seperti hasil pemeriksaan kecelakaan oleh Kementerian ESDM, Kepolisian dan jawaban manajemen PT Freeport Indonesia atas peristiwa itu.
Hasilnya, Pigai melanjutkan, Komnas HAM memastikan peristiwa itu terjadi pagi hari saat jam kerja di areal tambang. Kemudian, dipastikan kejadian itu merupakan kecelakaan tambang dan bukan kejadian alam. Lalu, tidak ada pengawasan khusus dari tenaga ahli atas kondisi batuan di terowongan Big Gossan. Pengawas tambang dari Kementerian ESDM sangat minim untuk mengawasi wilayah operasi PT Freeport Indonesia sehingga kegiatan pertambangan tidak terkontrol maksimal.
“Dalam peristiwa runtuhnya terowongan Big Gossan terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan atau kesalahan (kealpaan) yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerja,” papar Pigai.
Kelalaian yang dilakukan PT Freeport Indonesia yaitu membiarkan keadaan atau pengawasan yang minim sehingga muncul kondisi-kondisi yang menyebabkan kecelakaan. Jika pengawasan itu dilakukan dengan benar, maka kecelakaan dapat diantisipasi. Misalnya, PT Freeport Indonesia tidak menyediakan alat untuk memantau ketidakstabilan batuan di terowongan. Ironisnya, Pigai menandaskan, manajemen PT Freeport tidak memberi jawaban yang memuaskan kenapa alat pendeteksi batuan itu tidak disediakan.
Padahal, untuk mendeteksi dini potensi runtuhnya terowongan itu dapat dilakukan lewat alat pendeteksi batuan. Apalagi, terowongan Big Gossan panjangnya mencapai 400 km. Pigai menyesalkan kenapa PT Freeport Indonesia tidak mampu menyediakan alat pendeteksi batuan itu. “Kenapa mereka bisa beli berbagai alat canggih untuk pertambangan tapi tidak punya alat deteksi batuan,” herannya.
Dikutip dari berita online: https://www.hukumonline.com/berita/a/freeport-indonesia-dinilai-melanggar-ham-lt52ff3382e5bf8/
2.Upaya Pemerintah Dalam Menjamin Hak Tenaga Kerja Dalam Implementasi Yang Terjadi.
Dalam menangani pelanggaran hak tenaga kerja, terutama terkait dengan tidak terpenuhinya hak K3, pemerintah dapat mengambil berbagai langkah untuk memastikan implementasi yang lebih baik dan perlindungan yang lebih efektif bagi pekerja. Berikut adalah beberapa solusi atau saran yang dapat dipertimbangkan:
1) Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum
Di tengah dinamika dunia kerja, penguatan pengawasan dan penegakan hukum menjadi langkah krusial dalam menangani pelanggaran hak tenaga kerja, terutama terkait dengan masalah K3. Pemerintah memiliki peran sentral dalam memastikan bahwa ketentuan hukum yang ada ditegakkan secara efektif, sehingga hak- hak pekerja terlindungi dengan baik. Penguatan pengawasan menjadi landasan utama dalam langkah ini. Pemerintah perlu meningkatkan intensitas inspeksi di tempat-tempat kerja, dimana Dinas Tenaga Kerja menjadi garda terdepan dalam melakukan pengecekan terhadap kepatuhan perusahaan terhadap aturan K3 yang berlaku. Dalam inspeksi ini, setiap aspek dari K3 akan ditelusuri secara rinci.
Namun, pengawasan tanpa penegakan hukum yang tegas akan terasa hambar. Oleh karena itu, penegakan hukum yang konsisten dan adil menjadi sangat penting. Perusahaan yang terbukti melanggar aturan K3 harus dikenakan sanksi yang sesuai, mulai dari denda hingga penutupan sementara atau permanen. Dengan demikian, akan tercipta efek jera yang dapat mengurangi kecenderungan perusahaan untuk melanggar hak tenaga kerja. Transparansi juga menjadi kunci dalam upaya ini. Hasil inspeksi dan tindakan penegakan hukum harus dipublikasikan secara terbuka, sehingga masyarakat dapat mengetahui perusahaan-perusahaan mana yang patuh dan yang melanggar aturan.
Hal ini tidak hanya memperkuat akuntabilitas perusahaan, tetapi juga membangun
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pengawasan dan penegakan hukum.
Selain itu, pemberdayaan tenaga kerja juga menjadi elemen penting. Pekerja harus diberdayakan untuk melaporkan pelanggaran yang mereka alami tanpa takut akan represalias. Mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia serta penyediaan informasi yang jelas tentang hak-hak mereka akan memberikan dukungan yang diperlukan bagi pekerja untuk berani mengambil langkah. Dengan penguatan pengawasan dan penegakan hukum yang efektif, diharapkan tercipta lingkungan kerja yang lebih aman, sehat, dan adil bagi semua tenaga kerja. Ini bukan hanya tentang melindungi hak-hak pekerja, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk produktivitas dan kesejahteraan jangka panjang di dalam dunia kerja.
2) Penyuluhan dan Pelatihan
Penyuluhan dan pelatihan merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan
pemahaman dan kesadaran pekerja serta perusahaan tentang hak-hak tenaga kerja, termasuk hak terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang sesuai. Melalui penyuluhan dan pelatihan, para pekerja dapat memahami hak-hak mereka dengan lebih baik dan perusahaan dapat diberikan panduan tentang cara mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku.
Dasar hukum yang mengatur penyuluhan dan pelatihan dalam konteks ketenagakerjaan
di Indonesia antara lain tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 107 ayat (1) dan (2) dari Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa pengusaha wajib memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada pekerja tentang keselamatan, kesehatan kerja, dan lingkungan kerja yang aman. Selain itu, Pasal 108 ayat (1) menegaskan bahwa penyuluhan dan pelatihan juga harus diberikan kepada pengusaha tentang pentingnya perlindungan terhadap pekerja dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga menyatakan bahwa penyuluhan dan pelatihan merupakan salah satu komponen penting dalam menerapkan sistem manajemen K3 di tempat kerja. Perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan program penyuluhan dan pelatihan secara teratur kepada seluruh pekerja, termasuk tentang penggunaan alat pelindung diri, prosedur keselamatan, identifikasi bahaya di tempat kerja, dan tindakan darurat dalam situasi kecelakaan atau kebakaran.
Dengan dasar hukum ini, penyuluhan dan pelatihan menjadi instrumen yang kuat dalam
membangun kesadaran akan pentingnya K3 dan jam kerja yang sesuai di tempat kerja. Diharapkan bahwa melalui penyuluhan dan pelatihan yang efektif, akan tercipta lingkungan kerja yang lebih aman, sehat, dan produktif bagi semua tenaga kerja.
3) Penguatan Peraturan dan Standar
Penguatan peraturan dan standar merupakan langkah kunci dalam memastikan perlindungan yang lebih baik bagi tenaga kerja di lingkungan kerja. Ini melibatkan peninjauan dan perbaikan terhadap peraturan yang ada serta pengembangan standar baru yang sesuai dengan kondisi kerja aktual dan perkembangan terkini dalam dunia ketenagakerjaan. Dalam konteks Indonesia, penguatan peraturan dan standar terkait dengan ketenagakerjaan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk mengatur berbagai aspek hubungan kerja, termasuk hak dan kewajiban pekerja serta pengusaha, standar K3, jam kerja, upah, dan berbagai aspek lainnya.
Selain itu, peraturan turunan dari Undang-Undang Ketenagakerjaan, seperti peraturan
pemerintah dan peraturan menteri, juga turut mengatur tentang standar dan prosedur yang lebih rinci terkait dengan ketenagakerjaan. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengatur tentang tata cara penerapan sistem manajemen K3 di tempat kerja. Penguatan peraturan dan standar dapat mencakup berbagai aspek, seperti peningkatan standar keselamatan dan kesehatan kerja, penyesuaian upah minimum, penyempurnaan prosedur pemutusan hubungan kerja, dan pengaturan jam kerja yang lebih fleksibel namun tetap sesuai dengan standar ketenagakerjaan.
Dengan penguatan peraturan dan standar yang efektif, diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang lebih adil, aman, dan produktif bagi semua pihak yang terlibat. Hal ini juga akan memperkuat kepatuhan perusahaan terhadap aturan hukum yang berlaku serta meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan bagi tenaga kerja secara keseluruhan.
Kesimpulan
Perlindungan hak tenaga kerja, termasuk hak terkait dengan K3 merupakan aspek yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang adil, produktif, dan berkelanjutan. Pelanggaran hak ini tidak hanya merugikan individu yang terkena dampaknya, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas dan keadilan di tempat kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar dalam memastikan implementasi yang efektif dari peraturan yang ada, serta dalam meningkatkan kesadaran dan pendidikan tentang hak-hak tenaga kerja di masyarakat agar tercipta kondisi kerja yang lebih aman, sehat, dan adil bagi seluruh pekerja di Indonesia.
Daftar Pustaka
Arliman, Laurensius. "Perkembangan Dan Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia." Jurnal Selat 5.1 (2017): 74-87.
Charda, S. "Karakteristik Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja." Jurnal Wawasan Yuridika 32.1 (2015): 1-21.
Nasution, Mulia Syahputra, Suhaidi Suhaidi, and Marzuki Marzuki. "Akibat Hukum Perjanjian
Kerja Secara Lisan Menurut Perspektif Hukum Ketenagakerjaan." Jurnal Ilmiah METADATA 3.2 (2021): 415-431.
Nurcahyo, Ngabidin. "Perlindungan hukum tenaga kerja berdasarkan peraturan perundang- undangan di Indonesia." Jurnal Cakrawala Hukum 12.1 (2021): 69-78.
Sinaga, Niru Anita, and Tiberius Zaluchu. "Perlindungan Hukum Hak-Hak Pekerja Dalam Hubungan Ketenagakerjaan Di Indonesia." Jurnal Teknologi Industri 6 (2021).
Kutipan Berita Online: https://www.hukumonline.com/berita/a/freeport-indonesia-dinilai-melanggar-ham-lt52ff3382e5bf8/ kasus runtuhnya terowongan di areal pertambangan big gossan (2013).
Ahmad Fadhil Haidar, Rizky Sri Hapsari, Rr. Luh Sekar Nur Sukmawati, Roderick Natanael. ”Analisis Kasus Pelanggaran Ketenagakerjaan (Studi Kasus Pt. Indonesia Bakery Family).” Jurnal Hukum, Politik, dan Ilmu Sosial (2024).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI