Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saatnya Indonesia Menjadi "Guru" bagi Timur Tengah

24 Juli 2017   10:46 Diperbarui: 24 Juli 2017   11:47 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konflik Irael-Palestina nampaknya tak pernah kunjung berakhir, sebagai tragedi kemanusiaan yang telah memakan jutaan jiwa sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua. Anehnya, hampir seluruh negara yang menyuarakan perdamaian, hampir dipastikan hanya sebatas desakan yang tak mampu berpengaruh terhadap berakhirnya situasi konflik. Saya kira, inilah bentuk tragedi kemanusiaan modern ditengah menguatnya propaganda HAM, perdamaian dunia dan juga demokrasi yang terlama sepanjang sejarah. Kemerdekaan Palestina hanya bersifat semu, karena tekanan-tekanan dari kekejian Israel terus menghantui rakyat Palestina dan baru-baru ini, Masjid al-Aqsa sebagai simbol umat muslim, "dikotori" oleh Israel dengan cara menutupnya dan memberlakukan larangan bagi umat muslim Palestina untuk beribadah di dalamnya.

Indonesia, menjadi mitos negara muslim terbesar di dunia, seringkali menyuarakan kebebasan dan kemerdekaan untuk Palestina, namun hanya sebatas "desakan" yang hampir suaranya tenggelam ditengah penolakan Myanmar, Thailand dan Singapura. Ketiga negara Asean ini ditengarai tak pernah mengakui kemerdekaan Palestina, padahal memiliki suara signifikan bagi Asean ditengah kecamuk konflik berkepanjangan negeri-negeri lumbung petro dollar. Saya berasumsi, bahwa efek pembiaran dunia terhadap konflik Palestina-Israel akan semakin bertambah lahirnya para radikalis dan jihadis. Bagaimanapun, setiap kejahatan kemanusian yang setiap hari tampak di depan mata, akan mendorong setiap orang yang memiliki kesamaan ideologi dan budaya untuk melawannya.

Indonesia, sebagai negara mayoritas muslim dunia, memang sudah semestinya terdepan "mengajari" cara menyelesaikan konflik di Timur Tengah. Indonesia tidak saja memiliki banyak pengalaman dalam penyelesaian konflik, baik itu pemberontakan separatisme maupun kegiatan terorisme. Di tahun 2000, Indonesia bahkan telah memberikan kemerdekaan kepada Timor Leste yang sebelumnya tergabung dalam NKRI sejak Indonesia merdeka pada 1945. Jika pemerintah sangat berkeinginan menjadikan Indonesia menjadi mercusuar peradaban Islam dunia, maka tentu sudah saatnya siap menjadi guru bagi penyelesaian konflik di Timur Tengah. Perlunya Islam Indonesia menjadi pusat peradaban dunia ini jelas diungkap oleh Sekertariat Kabinet (Seskab) setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 57 Tahun 2016 tentang pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).

Saya kira, sebuah keinginan dan harapan untuk menjadi mercusuar peradaban Islam yang dikumandangkan pemerintah, tidak juga sebatas guratan pena pada sebuah kertas yang tanpa menghasilkan apapun jika tidak diiringi oleh sikap konkret terjun langsung menyelesaikan beragam konflik di dunia Islam. Bukan sekedar "mengutuk" atau "mendesak" karena hampir kalimat-kalimat itu sekadar "pemanis" menghiasi berbagai media tanpa pernah berdampak apapun terhadap penyelesaian kejahatan kemanusiaan. Saya kira, Israel melakukan kejahatan kemanusiaan sudah dimulai sejak 1967 yang lalu dan hingga saat ini, Palestina tetap menjadi "anak tiri" bangsa-bangsa lainnya di dunia.

Konflik Al-Aqsa yang saat ini semakin meneguhkan perlawanan Israel atas HAM dan demokrasi, jelas mendesak untuk dihentikan. Israel tidak hanya menjajah Palestina dan menciptakan tragedi kemanusiaan disana, tetapi juga sekaligus melawan "tuhannya" karena Masjid Al-Aqsha ditutup, azan dilarang, orang sholat ditendang dan diancam dengan moncong-moncong senapan. Baru Swedia, Mesir dan Perancis---yang disebut terakhir ini mempunyai hak veto di DK PBB---yang mendesak PBB untuk segera turun tangan menyudahi tragedi kemanusiaan ini. Memang, Indonesia melalui Kemenlu gencar melakukan lobi ke beberapa negara OKI, namun baru sebatas antarkementrian. Saya kira, upaya ini dapat diperkuat melalui desakan langsung pemerintah Indonesia di level negara, sebagaimana yang telah dilakukan Mesir.

Saya kira, masyarakat dunia sudah sangat tahu, bahwa ditengah langgengnya konflik Palestina-Israel selama ini, terdapat beragam konflik kepentingan yang mengakibatkan "pembiaran" atas terjadinya konflik Palestina-Israel terutama bagi negara-negara yang mengeruk keuntungan di tengah keberadaan negeri-negeri petrodollar. Indonesia memiliki posisi netral dalam hal ini, sehingga berpeluang besar untuk terlibat secara aktif dalam penyelesaian konflik Timur Tengah, khususnya konflik Palestina-Israel yang sejauh ini sulit sekali dihentikan. Kepentingan Indonesia jelas, mempromosikan dan meyakinkan dunia internasional soal keinginannya menjadi pusat peradaban dunia Islam, termasuk berperan menjadi alternatif pemecahan konflik kemanusiaan.

Sebagai negara mayoritas muslim dan minus konflik, Indonesia memiliki keterikatan historis yang cukup erat dengan negara-negara Timur Tengah, terutama melalui jaringan keulamaannya. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk saling bersinergi menyelesaikan beragam konflik, terutama konflik Israel-Palestina yang tak pernah kunjung reda. Saya kira, penting untuk melibatkan unsur-unsur ulama yang ada di Nusantara, terutama yang memiliki hubungan erat dengan ulama-ulama Timur Tengah untuk terlibat secara intensif dalam penanganan konflik. "Pembiaran" yang terus menerus terhadap tragedi kemanusiaan atas Israel terhadap rakyat Palestina, justru akan menambah panjang daftar kemunculan kelompok radikalis dan jihadis. Untuk mendamaikan dunia, saya kira, bisa dimulai dari penyelesaian konflik Palestina-Israel dan Indonesia memiliki peran sentral yang sangat berpengaruh, bahkan Indonesia dapat menjadi guru perdamaian dunia, mengingat negeri ini aman dari konflik dan perang walaupun terdiri dari beragam etnis, budaya dan agama.    

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun