Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Habib: Keturunan Nabi atau Rekayasa Sosial?

20 Desember 2018   10:51 Diperbarui: 20 Desember 2018   11:05 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Habib tentu saja manusia biasa dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Tak perlu ada gerakan untuk mencabut gelar kehabiban seseorang, karena pasti tak mungkin bisa, karena gelar habib bukan "anugerah politik", seperti presiden, imam, atau sejenisnya. 

Pun tak patut mempertanyakan gelar habib, karena mungkin saja gelar itu bukan atas kemauannya sendiri tetapi karena sikap rasa cinta masyarakat kepada dirinya karena ia merupakan sosok yang patut dicintai. 

Yang patut diperhatikan adalah bahwa saat ini ada warga negara Indonesia yang tersangkut masalah hukum, maka biarkanlah hukum dengan caranya sendiri menyelesaikannya. Hukum tentu harus netral, menjalankan sesuai prosedur, tanpa melihat sosok siapa yang terlibat masalah didalamnya.

Itulah kenapa, Nabi Muhammad merupakan sosok yang paling pertama menolak upaya "kriminalisasi"---jika yang dimaksud adalah upaya mengada-ada soal hukum---dengan secara tegas menyatakan, "Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka saya sendiri yang akan langsung memotong tangannya". Ini artinya, Nabi tak akan tebang pilih jika terkait penegakkan hukum, sekalipun itu keluarganya sendiri. 

Nabi tak pernah pandang bulu hal ini, tak ada istilah "kriminalisasi" atau mengakali hukum jika keluarga atau kerabatnya sendiri yang terjerat masalah. Mungkin sangat sulit saat ini, mencari sosok pemimpin yang mau bertanggungjawab jika ada kerabat atau keluarganya yang terlibat masalah hukum, paling-paling yang ada mungkin saja hukum dibuat menjadi "tumpul keatas dan tajam kebawah".

Melihat kasus demi kasus yang terus merundung Habib Bahar, saya kira tak perlu dikaitkan terlampau jauh dengan isu politik kekinian, soal pilpres, terlebih menyoal identitas sosial yang kini disandangnya. Bagi saya, habib tetap gelar kehormatan yang disematkan kepada seseorang yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang kepada umatnya, sebagaimana yang ditunjukkan oleh banyak para habaib di negeri ini. 


Penting juga diingat, bahwa gelar habib memang hasil rekayasa sosial, dimana masyarakat menilai bahwa selain seseorang itu memang keturunan Arab, tetapi juga terselip kedalaman ilmu agama Islam yang diwujudkan melalui sikapnya yang selalu menyayangi, mencintai, menjaga, dan melindungi kepada sesamanya. Habib sesuai asal katanya, tentu saja harus melawan kekerasan, ketidakadilan, kebodohan dengan sikapnya yang lemah lembut, cerdik, dan jujur sehingga kehabibannya melekat sebagai pribadi yang patut dihormati dan dijunjung tinggi.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun