Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Solidaritas Palestina di Antara Aksi dan Diplomasi

16 Desember 2017   16:45 Diperbarui: 17 Desember 2017   04:30 2615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: static.independent.co.uk

Gaduh soal pernyataan Presiden Amerika Donald Trump (Trump's decision) yang memberlakukan soal Yerussalem menjadi ibu kota Israel, ternyata berbuntut panjang. Hampir 57 negara di dunia mengecam keputusan Trump ini yang dianggap telah "merusak" proses-proses perdamaian antara Israel-Palestina yang sejauh ini tengah dijalankan. 

Ini memang tidak harus dipandang persoalan konflik keagamaan, tetapi lebih kuat dimaknai secara "politis", dimana Trump sebenarnya ingin mempertegas dirinya sebagai pemimpin "berani" diantara pemimpin-pemimpin sebelumnya, Clinton, Bush, dan Obama. Ya, diantara ketiga pemimpin Amerika sebelumnya, hanya Trump yang berani mengeksekusi "The Jerussalem Embassy Act of 1995", dimana salah satu poinnya adalah menjadikan Yerussalem sebagai ibu kota Israel.

Keputusan Trump jelas menuai kericuhan publik di seluruh dunia, tidak saja dari negara-negara mayoritas muslim, tetapi juga negara-negara Barat, hal ini dikarenakan, Trump sengaja menyemai konflik baru dan bahkan membuat permusuhan baru, melalui dukungan penjajahan Israel atas Palestina. 

Tak terkecuali Indonesia, yang sudah sejak negeri ini berdiri, dukungan atas kemerdekaan Palestina terus disuarakan, bahkan hingga di forum-forum internasional. 

Urat cinta Indonesia-Palestina serasa sangat dekat, karena benar-benar merasakan, bahwa penjajahan merupakan aksi kesewenang-wenangan yang menginjak harkat kemanusiaan. Terlebih, bahwa Indonesia merupakan negara mayoritas muslim, yang tentu saja, solidaritas "ikatan batin" dengan negeri Al-Quds itu sangat kuat berdasarkan kesamaan agama.

Komitmen Indonesia terhadap penghapusan penjajahan diatas dunia, jelas terangkum secara tegas dalam bait Pembukaan UUD 1945. Itulah kenapa, karena Israel dianggap sebagai "penjajah", sudah sejak pemerintahan Orde Lama, Indonesia tak pernah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. 

Hingga detik ini, Indonesia tak pernah mengizinkan Israel membuka kedutaannya, sebelum Palestina benar-benar merdeka dari penjajahan bangsa Israel. 

Dalam setiap banyak kejadian, ketika Al-Quds terjadi pergolakan yang melanggar batas-batas kemanusiaan dan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Israel terhadap rakyat Palestina, maka seketika itu sikap reaktif bangsa Indonesia muncul. 

Tidak hanya bersifat aksi melalui demonstrasi yang memenuhi jalanan sebagai pembelaan atas Palestina, tetapi juga aksi kemanusiaan, dan termasuk menjalankan serangkaian diplomasi meminta dukungan internasional, agar menghentikan aksi kekerasan Israel terhadap Palestina.

Besok (Minggu 17-12-2017) hampir seluruh komponen bangsa ini sepakat, untuk menggelar aksi solidaritas Bela Palestina, menolak keputusan Trump dan tetap menyuarakan Palestina merdeka. 

Tak tanggung-tanggung, aksi yang sedianya hanya digagas oleh berbagai elemen umat muslim atas himbauan MUI, justru sepenuhnya didukung pemerintah. Menkopolhukan Wiranto menegaskan, pemerintah mendukung rencana aksi Bela Palestina yang sebelumnya digagas MUI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun