Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyoal "Sembako Politik" dan Turunnya Persentase Basuki-Djarot

19 April 2017   16:33 Diperbarui: 19 April 2017   17:41 3701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan, yang paling mengejutkan adalah aksi teror yang justru dilakukan oleh pihak-pihak yang pro-koruptor terhadap KPK dengan menyasar salah satu penyidik seniornya, Novel Baswedan. Novel yang juga sepupu dari cagub DKI Jakarta, Anies Baswedan justru menjadi korban kebiadaban para koruptor yang justru ditengarai terlibat dalam korupsi KTP-el, karena momennya bersamaan dengan mulai terungkapnya aktor-aktor lain dibalik penelusuran kasus korupsi terbesar ini.

Bagi saya, Pilkada DKI Jakarta yang digelar selama dua putaran telah menunjukkan banyak pelajaran politik yang berharga kepada masyarakat, bahwa cara-cara yang apapun yang dilakukan secara tidak fair, baik itu kecurangan, intimidasi, pengerahan massa, justru sangat berdampak terhadap rasionalisasi para pemilih. Terlebih ketika ditunjukkan oleh para pendukung masing-masing calon yang tampak “kurang kooperatif” dalam melemparkan “isu-isu politik” kepada publik sehingga publik Jakarta pada akhirnya akan menyeleksi secara kognitif, mana informasi yang mengarah kepada kebaikan dan mana yang mengarah kepada keburukan. 

Sejauh ini, perang opini yang dilakukan masing-masing pendukung justru terkesan mengabaikan publik Jakarta sendiri dan mempertontonkan “kengerian” yang bisa melahirkan image negatif di benak publik pemilih. Pemilih justru akan menimbang, mana pendukung yang mengedepankan etika politik dan mana yang melanggar etika berpolitik.

Namun demikian, Pilkada Jakarta sejauh ini merupakan pemilihan umum yang demokratis, karena masing-masing pihak mengedepankan cara-cara politik yang kompetitif, menghindari “black campaign”, mengadu program kerja dan visi-misi diantara para kandidatnya dan pada tataran elit serta masing-masing kandidatnya tetap menunjukkan jiwa patriotik yang elegan, siap kalah dan siap menang secara legowo tanpa harus mengedepankan kecurigaan berlebih yang dipertontonkan secara luas kepada publik Apapun hasilnya nanti, siapapun pemenangnya, kita tetap harus menghormati dan menjaga kestabilan demokrasi yang hampir-hampir saja terjatuh diterpa beragam “badai politik” yang akan mencabik-cabik nuansa kebangsaan, keragaman dan kebhinekaan. 

Basuki-Djarot dan Anies-Sandi adalah tokoh-tokoh pembaharu bagi Jakarta yang harus didukung sepenuhnya oleh masyarakat. Tanpa mereka, Jakarta bukan apa-apa, Jakarta tidak akan menjadi apa-apa dan Jakarta tidak akan seheboh saat ini dimata dunia. Selamat kepada siapapun yang akan menjadi pemimpin, semoga membawa Jakarta kepada perubahan yang lebih mantap!

Wallahu a'lam bisshawab


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun