Peringatan Milad ke-90 Pondok Pesantren Modern Gontor, Jawa Timur yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara, Iriana, terlihat lebih spesial. Karena biasanya, peringatan hari kelahiran pesantren lebih sering hanya dihadiri kepala negara minus ibu negara, tetapi tidak untuk pesantren yang terletak di Ponorogo ini. Kehadiran Presiden sebagai Kepala Negara dalam kegiatan tersebut juga memberikan sinyal positif, bahwa pesantren masih menjadi sebuah konsep pendidikan alternatif yang mampu bersaing ditengah maraknya beragam konsep pendidikan modern yang saat ini ditawarkan.
Pesantren tidak hanya sebagai konsep pendidikan berbasis Islam yang khas Indonesia, tetapi juga mampu memberikan harapan bagi kemajuan sistem pendidikan nasional. Sebagai sebuah “sub-kultur”, pesantren justru mampu merubah dan memperbaiki degradasi moral anak didik sekaligus memperkuat rasa nasionalisme dan kebangsaan.
Tujuan Presiden Jokowi menghadiri acara Milad Gontor ke-90 juga didorong oleh upaya dukungan penuh terhadap wacana Full Day School (FDS) yang pernah digulirkan oleh Kemendikbud Muhadjir Effendi. Presiden menegaskan, bahwa FDS akan dicoba diterapkan dibeberapa provinsi dan kota-kota besar terutama bagi sekolah-sekolah yang sudah siap menjalankan FDS. Pesantren di Indonesia telah sejak ratusan tahun yang lalu menerapkan model pendidikan FDS, bahkan para peserta didik diwajibkan untuk mengikuti kegiatan kepesantrenan sehingga umumnya para santri akan tinggal di asrama sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Konsep FDS yang mengacu kepada model pendidikan pesantren terbukti telah berhasil menerbitkan tokoh-tokoh nasional yang memiliki daya saing keilmuan bahkan di kancah internasional. Kita masih bisa merasakan ketokohan Gus Dur atau Nurkholis Majid, sebagai contoh keberhasilan pendidikan pesantren dalam sistem pendidikan nasional.
Kehadiran Presiden Jokowi tentu disambut baik oleh seluruh kalangan pesantren karena negara secara resmi mengakui pesantren sebagai aset bangsa yang memiliki daya saing dalam sistem pendidikan nasional. Bahkan, Jokowi mengaskan, pesantren dapat ikut serta membangun karakter dan mental kebangsaan yang jelas-jelas saat ini mulai terkikis oleh gempuran arus globalisasi dan teknologi modern.
Disaat banyak generasi muda kita mulai terkikis rasa nasionalismenya, pesantren justru dapat memperkuat dan mempertegas girah kebangsaan melalui beragam metode pengajaran yang disampaikannya. Lagi pula, intensitas pendidik dan peserta didik yang terbangun dalam pola pendidikan pesantren justru lebih mempererat solidaritas diantara mereka, sehingga para pendidik akan lebih mudah mengarahkan para peserta didiknya.
Dalam banyak hal, pola pendidikan yang diterapkan di pesantren-pesantren di Indonesia sejauh ini dapat membangun pendidikan berbasis karakter, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai persatuan, moralitas, kebangsaan dan juga memperkuat keterikatan dengan adat dan budaya ketimuran yang selama ini dijunjung tinggi bangsa Indonesia. Dalam acara peringatan Milad ke-90 Pesantren Darussalam Gontor ini, Jokowi mengeluhkan mulai pudarnya identitas, karakter dan nilai keindonesiaan, seperti sopan santun, optimisme, kerja keras, gotong royong serta prinsip-prinsip toleransi.
Apalagi saat ini, banyak anak-anak bangsa yang sudah terinfiltrasi berita daring sehingga prilaku, gaya bicara atau pergaulan sehari-hari justru kering dari identitas budaya keindonesiaan. Pesantren ternyata lebih mampu menempatkan identitas keindonesiaan secara formal kepada para anak didiknya dibanding sekolah-sekolah modern lainnya.
Sejauh ini, pola pendidikan pesantren masih mengadopsi tradisi pendidikan tradisional yang terkait erat dengan adat dan tradisi transmisi keilmuan khas Indonesia. Oleh karenanya, Gus Dur menyebut pesantren sebagai “sub-kultur” bagian dari tradisi kebangsaan dan keindonesiaan. Pola pendidikan mana lagi yang masih mengakomodasi budaya Indonesia selain pesantren? Oleh karenanya, penguatan pesantren sebagai pendidikan alternatif sudah semestinya berkembang dan tetap memberikan harapan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.
Dalam dunia pesantren, terdapat nilai khas yang selalu tercermin dalam pola pendidikannya, yaitu nilai karakter yang terbangun dari model pembelajarannya dan nilai keikhlasan yang ada pada diri pendidik dan peserta didiknya. Dalam model pendidikan lain, mungkin nilai karakter dapat dibangun, tetapi nilai keikhlasan rasanya sulit ditemukan.
Saya kira, kehadiran Jokowi dalam Milad Pesantren Gontor kali ini juga sekaligus menepis anggapan stigmatisasi pesantren sebagai agen penularan radikalisme dan terorisme. Selama ini, banyak anggapan sebagian masyarakat yang “curiga” terhadap pendidikan pesantren yang dapat memberikan pemahaman radikal kepada anak didiknya. Padahal, justru dari pesantrenlah penguatan karakter dan jati diri kebangsaan dibangun melalui nilai-nilai etika dan moral yang ditanamkan berdasarkan keikhlasan yang mengikat dan tercermin dari para pendidik dan peserta didiknya.