Di tengah hiruk pikuk manajemen modern, buku Leaders Eat Last karya Simon Sinek hadir sebagai bacaan wajib bagi para manajer, eksekutif, maupun pemimpin organisasi. Sinek mengajukan sebuah premis sederhana tetapi revolusioner: pemimpin sejati adalah ia yang rela menomorduakan dirinya demi orang-orang yang dipimpinnya. Frasa leaders eat last ia pinjam dari tradisi militer Amerika Serikat, di mana para perwira senior selalu makan paling akhir setelah memastikan prajuritnya mendapatkan jatah makanan terlebih dahulu.
Di balik ungkapan itu terkandung filosofi kepemimpinan yang jauh lebih luas. Bagi Sinek, kepemimpinan bukan soal status, privilese, atau kekuasaan, melainkan soal tanggung jawab untuk melindungi, melayani, dan menciptakan rasa aman bagi mereka yang berada di lingkaran pengaruh seorang pemimpin.
Menariknya, gagasan ini sejatinya telah lama hidup dalam ajaran Islam. Nabi Muhammad memberikan teladan serupa melalui sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi no. 1894. Dalam teks aslinya disebutkan:
"Orang yang menyuguhkan air untuk kaumnya adalah yang terakhir kali minum."
(HR. At-Tirmidzi, no. 1894; Abu 'Isa berkata: hadits ini hasan sahih)
Hadits yang tampak sederhana ini sesungguhnya menyimpan inti dari filosofi kepemimpinan: seorang pelayan atau pemimpin menunda haknya sendiri hingga semua orang di sekitarnya telah terpenuhi kebutuhannya.
Lingkaran Keamanan dan Kepercayaan
Dalam Leaders Eat Last, Sinek memperkenalkan konsep Circle of Safety. Pemimpin sejati, kata dia, membangun lingkaran keamanan yang melindungi orang-orang dari ancaman internal seperti persaingan tidak sehat, intrik politik, atau budaya saling menjatuhkan. Ketika anggota tim merasa aman di dalam lingkaran ini, energi mereka tidak lagi tersedot untuk bertahan hidup, melainkan diarahkan untuk inovasi, kolaborasi, dan menghadapi tantangan eksternal.
Nabi Muhammad SAW telah memberi teladan praktis untuk menciptakan lingkungan seperti ini. Dengan menunda minum hingga semua orang selesai, sang penyaji menciptakan rasa percaya dan rasa hormat. Ia tidak sekadar menunaikan tugas logistik, tetapi membangun ikatan sosial dan moral yang memperkuat komunitas. Inilah inti Circle of Safety dalam versi spiritual: lingkungan aman lahir dari akhlak mendahulukan orang lain.
Biologi dan Spiritualitas
Sinek membangun argumentasinya melalui penjelasan biologis. Ia menyebutkan bagaimana hormon-hormon tubuh memengaruhi perilaku sosial. Dopamin memberi rasa puas ketika kita mencapai target. Endorfin menutupi rasa sakit ketika kita berjuang keras. Serotonin menghadirkan rasa bangga saat kita diakui. Oksitosin menumbuhkan rasa percaya dan kedekatan ketika kita menolong atau ditolong. Sebaliknya, kortisol, hormon stres, merusak hubungan ketika sebuah organisasi dibiarkan dalam ketakutan dan tekanan.
Hadits Nabi Muhammad SAW tidak menggunakan bahasa sains modern, tetapi pesannya selaras: pemimpin yang mendahulukan orang lain menciptakan iklim kepercayaan, menumbuhkan rasa syukur, dan mengurangi rasa terancam di tengah jamaahnya. Nilai spiritual ini pada gilirannya memberi dampak biologis: menurunkan stres, meningkatkan rasa percaya, dan memperkuat kohesi sosial.
Etika Pengorbanan
Apa yang tampak kecil---menunda minum---adalah simbol besar tentang etika pengorbanan. Seorang pemimpin tidak sibuk mendahulukan kenyamanannya, melainkan memastikan orang lain lebih dulu tenang. Dalam ruang rapat modern, ini berarti pemimpin bukan sekadar duduk di kursi empuk sambil menagih target, tetapi ikut menanggung beban, mendengarkan keresahan, dan memberi teladan pengorbanan.
Bila Sinek menyajikan ini sebagai strategi manajemen yang efektif, Nabi Muhammad SAW meletakkannya sebagai ibadah. Mendahulukan orang lain adalah amal yang bernilai di hadapan Allah SWT. Ia bukan sekadar instrumen mencapai produktivitas, melainkan jalan menuju ridha Ilahi.
Orientasi Jangka Panjang
Kedua sumber ini, hadits dan buku, sama-sama menekankan orientasi jangka panjang. Sinek menunjukkan bahwa organisasi yang dipimpin dengan pengorbanan melahirkan loyalitas, kreativitas, dan daya tahan. Sebaliknya, organisasi yang dipimpin dengan rasa takut dan kompetisi internal akan cepat rapuh, meskipun terlihat kuat di luar.
Hadits Nabi Muhammad SAW juga memberi orientasi serupa. Komunitas yang berlandaskan adab dan akhlak akan bertahan jauh lebih lama daripada komunitas yang dibangun atas kepentingan sesaat. Keutamaan menunda hak pribadi demi orang lain adalah pondasi bagi solidaritas yang tahan uji waktu.
Konvergensi Hikmah
Konteksnya memang berbeda. Sinek berbicara tentang dunia bisnis, militer, dan organisasi abad ke-21. Nabi Muhammad SAW berbicara dalam majelis minum air yang sederhana. Namun di titik terdalam, keduanya bertemu. Pesannya universal: kepemimpinan bukan soal menjadi yang pertama, melainkan keberanian untuk menjadi yang terakhir.
Maka, hadits Nabi Muhammad SAW dan teori Sinek tidak berdiri saling bertentangan, melainkan saling meneguhkan. Yang satu lahir dari wahyu dan teladan hidup Nabi Muhammad SAW, yang lain dari pengamatan ilmiah atas dunia kerja modern. Jika digabungkan, keduanya menjadi panduan utuh: secara spiritual mendidik jiwa, secara praktis memperkuat organisasi.
***
Kepemimpinan yang otentik adalah seni menempatkan diri paling akhir. Pemimpin yang baik bukan hanya memastikan strategi berjalan, tetapi juga memastikan manusia di sekitarnya merasa aman, dihargai, dan dilindungi. Sinek menyebutnya leaders eat last. Nabi Muhammad SAW telah lebih dulu mencontohkannya melalui hadits singkat: "Saq al-qawm khiruhum syurban."
Di sinilah agama dan ilmu manajemen bertemu. Nilai universal tentang pengorbanan pemimpin telah diajarkan berabad-abad lalu, dan kini diteguhkan kembali oleh penelitian modern. Pertanyaannya tinggal satu: beranikah kita sebagai pemimpin---di rumah, di kampus, di perusahaan, atau di masyarakat---untuk betul-betul rela menjadi yang terakhir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI