Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kampus Konservatif di Era Society 5.0

9 Agustus 2025   09:50 Diperbarui: 9 Agustus 2025   09:50 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kampus konservatif. (Gambar dibuat dengan AI)

Akibatnya, "transformasi digital" kita seperti minum kopi tanpa gula: aromanya ada, tapi rasanya hampa. Mahasiswa tetap harus memanggul skripsi tebal ke ruang ujian, dosen tetap menandatangani berlembar-lembar berkas yang bisa saja diselesaikan lewat klik, dan staf administrasi tetap bolak-balik antar ruangan membawa map biru seperti kurir antar-gedung.

Sementara itu, di presentasi tahunan, pimpinan kampus dengan bangga melaporkan bahwa "sistem sudah terintegrasi". Yang tak disebut adalah integrasinya hanya sebatas mengunggah dokumen hasil pindai ke folder Google Drive, lalu menamainya "digitalisasi". Ini seperti menyebut kuda yang dipakaikan kacamata VR sebagai smart horse.

Jika ada yang berkata, "Kami tidak bisa berubah karena aturan pusat", perlu diingat bahwa banyak prosedur teknis penulisan, arsip, dan tanda tangan ada di ranah kebijakan internal. Justru di sinilah kampus diuji: apakah ia memanfaatkan otonominya untuk berinovasi atau sekadar menjadi penjaga museum masa lalu.

Kampus yang benar-benar berani akan memulai dari hal sederhana:

  • Menghapus kewajiban cetak tebal skripsi.
  • Mewajibkan tanda tangan digital.
  • Memindahkan semua arsip resmi ke repositori terkelola.
  • Menilai kualitas skripsi dari risetnya, bukan dari tebalnya kertas.

Langkah-langkah ini tak memerlukan revolusi besar, hanya kesadaran bahwa dunia sudah berubah dan kampus tidak boleh menjadi pulau terisolasi di lautan analog.

Akhirnya, pertanyaan yang harus kita ajukan pada setiap kampus adalah ini: Apakah Anda benar-benar siap menjadi smart campus atau hanya ingin tampil pintar di spanduk? Karena Society 5.0 bukan sekadar jargon untuk presentasi, ia adalah ujian keberanian untuk meninggalkan masa lalu --- dan sayangnya, banyak kampus yang tampaknya lebih betah menjadi penjaga arsip daripada penulis masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun