Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Digital Slow Living: Bangkitnya Kesadaran Digital Anak-anak dan Remaja

15 Juli 2025   09:17 Diperbarui: 15 Juli 2025   09:17 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Digital slow living. (Gambar dibuat dengan AI)

Kita hidup dalam dunia yang terlalu cepat. Notifikasi datang sebelum kita sempat menarik napas. Jempol tak berhenti menggulir layar, bahkan ketika mata kita sudah lelah. Tak ada ruang hening, tak ada jeda. Semua serba tanggap, instan, dan hiperaktif.

Saya menyebutnya zaman kecemasan digital. Dan kini, perlahan namun pasti, saya melihat munculnya sebuah gerakan perlawanan sunyi dari generasi yang paling terdampak: anak-anak dan remaja. Gerakan ini belum punya nama resmi dalam kamus para pakar media, tapi saya ingin menyebutnya digital slow living.

Digital slow living adalah gaya hidup digital yang sadar, pelan, dan terkurasi. Ini adalah upaya sadar untuk memperlambat ritme hidup digital, menciptakan ruang bernapas dari gawai, dan menolak logika "selalu terhubung" yang telah menjadi norma tak tertulis kehidupan modern.

Yang mengejutkan, pionirnya justru generasi termuda kita.

Ketika Remaja Mengambil Kendali

Sebuah studi global yang dirilis GWI (GlobalWebIndex), sebuah perusahaan riset audiens digital berskala internasional, menunjukkan bahwa jumlah anak usia 12--15 tahun yang secara aktif mengambil jeda dari penggunaan gawai meningkat dari 22 persen (2022) menjadi 40 persen pada 2025---kenaikan signifikan sebesar 18 poin persentase dalam tiga tahun terakhir. Survei ini melibatkan lebih dari 21.000 anak dan remaja dari 18 negara, dalam laporan bertajuk "Gen Alpha Unfiltered".

Lebih penting lagi, mereka mengambil keputusan ini bukan karena larangan orang tua, melainkan sebagai bentuk otonomi diri dalam menjaga kesehatan mental dan fokus belajar. Mereka sadar bahwa dunia digital, jika tidak dikendalikan, bisa menguras tenaga batin.

Laporan ini diperkuat oleh artikel investigatif The Guardian (10 Juli 2025), yang mengutip berbagai ahli dan peneliti seperti Prof. Sonia Livingstone dari London School of Economics, yang menyatakan bahwa anak-anak kini semakin banyak "bereksperimen dengan cara-cara melindungi kesehatan mental mereka secara mandiri---tanpa perlu keluar dari media sosial sepenuhnya."

Sementara itu, Ofcom (2024) menemukan bahwa 47 persen anak muda usia 16--24 kini menggunakan mode Do Not Disturb untuk mengelola waktu layar mereka---naik dari 40 persen tahun sebelumnya. Sebanyak 29 persen menghapus aplikasi karena merasa terlalu banyak waktu terbuang, dan 24 persen melakukannya demi alasan kesehatan mental. Ini bukan tren sesaat, melainkan indikasi munculnya kesadaran baru.

Kesadaran Akan Ketidakseimbangan

Saya percaya, generasi muda sedang membangun ulang hubungan mereka dengan dunia digital. Mereka mulai sadar bahwa platform digital tidak netral---ia dirancang untuk memanipulasi atensi. Bahwa waktu mereka, fokus mereka, bahkan harga diri mereka adalah komoditas yang diperdagangkan oleh algoritma perusahaan teknologi.

Kita harus menyimak suara-suara ini. Salah satu remaja yang diwawancarai The Guardian menyatakan bahwa mereka merasa "otaknya tidak seharusnya mengalami ini semua di usia muda." Bahkan dalam jajak pendapat yang dikutip media tersebut, hampir setengah responden remaja menyatakan bahwa mereka akan lebih memilih hidup di dunia tanpa internet, dan mendukung ide "jam malam digital."

Melambat Adalah Perlawanan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun