Ketiga, dampak jangka panjangnya adalah demoralisasi. Anak muda yang melihat politisi curang tapi tetap sukses bisa kehilangan motivasi untuk berproses secara jujur dan intelektual. Akhirnya, ini menciptakan kultur "asal menang" tanpa etika.
Keempat, praktik ini melemahkan demokrasi. Demokrasi membutuhkan pemilih yang rasional, yang menilai calon berdasarkan rekam jejak. Jika data rekam jejak itu palsu, maka demokrasi pun menjadi sandiwara.
 Saatnya Menuntut Etika Publik
Sudah waktunya masyarakat global, termasuk Indonesia, menuntut standar etika lebih tinggi dari para pemimpinnya. Ijazah bukan hanya secarik kertas, tapi simbol dari proses intelektual yang jujur. Ketika gelar dijadikan topeng, maka yang memimpin bukanlah manusia berilmu, melainkan aktor dalam panggung kepalsuan.
Transparansi, verifikasi independen, serta penegakan hukum yang tegas harus menjadi bagian dari reformasi politik. Jika tidak, kita akan terus dipimpin oleh gelar-gelar yang kosong, yang tak lebih dari hiasan belaka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI