Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Emas: Benarkah "Safe Haven" atau Bom Waktu?

24 April 2025   09:05 Diperbarui: 24 April 2025   08:51 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menimbang investasi emas. (Image generated by AI)

Di tengah euforia masyarakat memborong emas, muncul pertanyaan kritis: apakah emas benar-benar aset "safe haven" atau justru kita sedang duduk di atas bom waktu yang siap meledak?

Mari kita buka mata. Saat ini, harga emas Antam per 24 karat telah menembus Rp1.975.000 per gram (April 2025). Angka ini terdengar menggoda, bahkan memikat jutaan orang untuk ikut-ikutan membeli, tanpa sadar mereka masuk ke dalam lingkaran spekulasi massal. Fenomena antrean panjang di Butik Emas, panic buying di berbagai kota, adalah cerminan klasik dari herd behavior---perilaku ikut-ikutan tanpa logika.

Ingatkah Anda pada tahun 2013? Harga emas dunia anjlok sekitar 30% hanya dalam waktu setahun. Bahkan pada April 2013, harga emas longsor 13% hanya dalam dua hari! Penyebabnya? Aksi jual besar-besaran akibat kekhawatiran pengurangan stimulus The Fed dan penguatan dolar AS. Jangan lupa, saat itu juga didorong oleh ketakutan dan kebutuhan likuiditas para investor besar.

Sekarang, mari kita lihat realita 2025. Inflasi global masih tinggi, The Fed kembali bermain dengan suku bunga, dan nilai tukar rupiah fluktuatif. Masyarakat berlindung di balik emas seolah logam mulia ini kebal terhadap gejolak ekonomi. Padahal, sejarah membuktikan emas bukanlah jaminan stabilitas.

Data World Gold Council menunjukkan bahwa pada kuartal pertama 2023 saja, terjadi penurunan permintaan emas sebesar 13% dibandingkan tahun sebelumnya. Jika tren ini berlanjut, siapa yang bisa menjamin harga emas tidak akan terpeleset lagi seperti 2013?

Lebih tajam lagi, mari kita bicara soal realitas pahit: emas bukan alat pembayaran. Saat krisis melanda, emas tidak bisa digunakan untuk membeli kebutuhan pokok. Masyarakat yang sekarang menyimpan gram demi gram emas, pada akhirnya akan berbondong-bondong menjualnya ketika kebutuhan uang tunai mendesak. Dan apa yang terjadi jika ribuan orang serentak menjual emas? Pasar akan banjir pasokan, dan hukum ekonomi sederhana berlaku---harga jatuh.

Bayangkan, jika hanya 10% dari masyarakat yang saat ini memegang emas di Indonesia (katakanlah 5 juta orang) memutuskan untuk menjual rata-rata 10 gram emas, berarti ada tambahan 50 juta gram atau 50 ton emas yang tiba-tiba masuk ke pasar. Apakah ada cukup pembeli untuk menyerap itu semua tanpa menekan harga?

Belum lagi faktor global. Cina, sebagai salah satu konsumen emas terbesar dunia, mulai mengurangi akumulasi emas mereka sejak akhir 2024. Jika raksasa Asia ini saja mulai ragu, mengapa kita justru terjebak dalam optimisme buta?

Lalu ada efek FOMO (Fear of Missing Out), yang menjadi bensin penyulut spekulasi ini. Viral di media sosial soal "cuan emas", testimoni bombastis tanpa dasar analisis, dan ajakan-ajakan "jangan sampai ketinggalan beli emas sebelum 2 juta per gram". Ini bukan edukasi investasi, ini jebakan psikologis massal.

Sebagian orang mungkin berargumen bahwa emas selalu naik dalam jangka panjang. Benarkah? Jika Anda membeli emas pada puncak harga September 2011 (USD 1.900 per ons), butuh hampir 9 tahun hingga harga kembali menyentuh level tersebut. Sembilan tahun menunggu tanpa imbal hasil! Bandingkan dengan instrumen lain seperti saham atau obligasi yang menawarkan dividen atau kupon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun