Pernahkah Anda bekerja di perusahaan yang punya aturan atau kebiasaan yang absurd, tetapi tidak ada yang berani mempertanyakannya? Misalnya, printer kantor harus ditepuk dulu sebelum dipakai, semua laporan harus diketik dalam Times New Roman ukuran 12 (jangan coba-coba pakai Arial, nanti dianggap pemberontak!), atau setiap hari Jumat, semua karyawan diwajibkan pakai batik meskipun hawa kantor seperti sauna.
Nah, kalau pernah, selamat! Anda mungkin sedang menjadi bagian dari Five Monkeys Syndrome dalam dunia manajemen strategi.
Kisah Lima Monyet yang Malang
Mari kita kembali ke eksperimen fiktif (tapi relevan) tentang lima monyet yang ditempatkan dalam satu kandang dengan tangga dan pisang di atasnya. Setiap kali ada monyet yang mencoba memanjat tangga untuk mengambil pisang, semua monyet disemprot air dingin. Akhirnya, monyet-monyet belajar bahwa "memanjat tangga itu dilarang." Lalu, satu per satu monyet diganti dengan monyet baru, hingga semua monyet di kandang adalah generasi baru yang tidak pernah mengalami semprotan air. Tapi anehnya, mereka tetap menolak ada yang memanjat tangga, karena... yah, pokoknya dilarang! Alasannya? "Kita memang begini dari dulu!"
Bunyi akrab? Tentu saja! Itulah yang terjadi dalam banyak perusahaan saat ini. Peraturan, kebiasaan, atau strategi bisnis yang dulu dibuat karena alasan tertentu tetap dipertahankan, meskipun penyebab aslinya sudah tidak ada.
Contoh di Dunia Nyata: Strategi yang Tak Bisa Move On
1. "Jangan Tanya, Ini Sudah Tradisi"
Di banyak perusahaan, keputusan strategis dibuat bukan karena analisis matang, tetapi karena "dulu juga begini." Contohnya, banyak perusahaan masih mewajibkan tanda tangan basah untuk setiap dokumen, padahal teknologi digital sudah memungkinkan tanda tangan elektronik yang lebih cepat dan aman. Tapi tetap saja, "kalau tidak ada cap basah, tidak sah!"
2. Meeting yang Tidak Berfaedah
Apakah kantor Anda sering mengadakan meeting yang bisa saja selesai lewat email? Kalau iya, itu juga bagian dari warisan lima monyet. Tidak peduli berapa kali studi menyebut bahwa meeting yang terlalu sering justru menurunkan produktivitas, tetap saja meeting harus ada. Kenapa? Karena "atasan suka melihat kita sibuk!"
3. Aturan yang Tidak Diperbarui
Ada perusahaan yang masih menuntut karyawannya datang ke kantor jam 8 pagi, absen sidik jari, dan pulang jam 5 sore---terlepas dari fakta bahwa sebagian besar pekerjaan mereka bisa dilakukan dari rumah dengan lebih efisien. Tapi, fleksibilitas kerja masih dianggap aneh karena "bos kita zaman dulu tidak pakai WFH, masa kita iya?"
Mengatasi Five Monkeys Syndrome dalam Manajemen Strategi
Kalau kita tidak ingin terjebak dalam strategi bisnis yang ketinggalan zaman, kita perlu menerapkan beberapa langkah berikut:
1. Pertanyakan Segalanya
Coba tanyakan: "Kenapa kita melakukan ini?" Kalau jawabannya adalah "karena dari dulu begini," maka saatnya untuk menggali lebih dalam. Perusahaan yang sukses adalah yang berani menantang kebiasaan lama dan mencari cara lebih baik.
2. Uji Coba dan Adaptasi
Strategi yang sukses di masa lalu belum tentu relevan di masa sekarang. Perusahaan harus mau mencoba pendekatan baru dan melakukan eksperimen. Jangan takut mencoba model kerja hybrid, sistem kerja berbasis hasil, atau bahkan AI untuk menggantikan proses manual yang membuang waktu.
3. Jadilah Pemimpin yang Berani Mengubah
Pemimpin yang baik tidak hanya mengikuti arus, tetapi berani mengambil risiko untuk mengubah pola pikir dalam organisasi. Kalau pemimpin hanya mengikuti tradisi tanpa bertanya "kenapa," maka mereka sebenarnya sedang memimpin tim yang seperti monyet dalam eksperimen tadi.
4. Buat Budaya Bertanya
Dorong karyawan untuk bertanya dan memberikan masukan tanpa takut "dipukuli" oleh budaya perusahaan yang kaku. Jika seseorang menemukan cara lebih baik untuk melakukan sesuatu, beri mereka ruang untuk mencoba dan mengimplementasikannya.
Jangan Jadi Monyet
Dunia bisnis berubah cepat, dan perusahaan yang bertahan adalah yang mampu beradaptasi. Kalau kita terus mempertahankan cara lama tanpa alasan jelas, maka strategi bisnis kita tidak akan berkembang. Kita tidak boleh terjebak dalam pola pikir "karena dari dulu begini"---karena kalau begitu, kita tidak lebih dari sekelompok monyet yang takut memanjat tangga.
Jadi, lain kali Anda mendengar seseorang berkata, "Kita sudah melakukan ini sejak dulu," tanyakan kembali: "Kenapa?" Jika mereka tidak bisa menjawab dengan masuk akal, mungkin sudah saatnya mengganti strategi. Atau, setidaknya, jangan takut mengambil pisang di atas tangga---karena mungkin, semprotan airnya sudah lama mati!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI