Mohon tunggu...
Syahdan Mahadevan Harefa
Syahdan Mahadevan Harefa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pangeran Molen

Haloo Teman-temann

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Jual Beli Menurut Fiqih Muamalah

6 Maret 2024   15:46 Diperbarui: 6 Maret 2024   15:47 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fiqih Muamalah mencakup berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, termasuk jual beli, sewa-menyewa, warisan, hukum pernikahan dan perceraian, serta berbagai transaksi dan aktivitas lainnya. Salah satu fokus utama dari fiqih muamalah adalah memberikan panduan tentang bagaimana menjalankan interaksi dan aktivitas tersebut sesuai dengan ajaran Islam dan prinsip-prinsip syariah.

Fiqih Muamalah didasarkan pada sumber-sumber hukum Islam, termasuk Al-Qur'an, Hadis (tradisi Nabi Muhammad SAW), ijma' (konsensus para ulama), dan qiyas (analogi hukum). Para ulama dan ahli hukum Islam menggunakan metode interpretasi dan analisis untuk menafsirkan sumber-sumber hukum tersebut dan mengaplikasikannya dalam konteks kehidupan sehari-hari umat Muslim.

Dalam kaitannya dengan jual beli, fiqih muamalah memberikan pedoman tentang syarat-syarat sahnya transaksi, larangan-larangan yang harus dihindari, prinsip-prinsip etika dan keadilan dalam berbisnis, serta tanggung jawab sosial yang harus dipenuhi oleh para pelaku ekonomi. Selain itu, fiqih muamalah juga membahas tentang penyelesaian sengketa, hukum perdagangan, dan berbagai aspek lain yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan bisnis.

Dalam konteks masyarakat modern, fiqih muamalah terus berkembang untuk mengatasi tantangan dan perubahan zaman. Para ulama dan ahli fiqih bekerja untuk memberikan panduan yang relevan dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi ekonomi dan sosial yang terus berubah. Dengan demikian, fiqih muamalah tidak hanya menjadi bagian dari tradisi Islam yang kaya, tetapi juga menjadi instrumen yang penting dalam mengatur kehidupan umat Muslim di era kontemporer.

Hukum

Dalam Islam, jual beli memiliki hukum yang diatur berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang tertuang dalam fiqih muamalah. Berikut adalah beberapa hukum jual beli dalam Islam.

  • Sah
    • Suatu transaksi jual beli dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam syariah Islam, seperti kesepakatan (ijab dan qabul) antara kedua belah pihak, objek jual beli yang jelas dan halal, serta harga yang disepakati dengan kesepakatan bersama.
  • Halal dan Haram
    • Dalam Islam, transaksi jual beli harus mematuhi prinsip kehalalan dalam segala aspeknya. Barang yang dijual dan dibeli harus halal, dan transaksi tersebut tidak boleh melibatkan barang-barang yang haram atau diharamkan oleh syariah Islam.
  • Keadilan
    • Transaksi jual beli harus dilakukan dengan prinsip keadilan bagi kedua belah pihak. Harga yang disepakati harus wajar dan adil, tanpa memanfaatkan kebutuhan atau kelemahan pihak lain.
  • Kejelasan dan Keterbukaan
    • Objek transaksi dan syarat-syaratnya harus jelas dan terbuka bagi kedua belah pihak. Tidak boleh ada unsur-unsur gharar (ketidakpastian yang berlebihan) dalam transaksi.
  • Larangan Riba, Gharar, dan Maisir
    • Islam melarang riba (bunga), gharar (ketidakpastian berlebihan), dan maisir (perjudian) dalam transaksi jual beli. (Siddiqi M. N., 1995)

Syarat Sah Jual Beli

Syarat sahnya jual beli dalam Islam merujuk pada kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar suatu transaksi dapat dianggap sah menurut hukum syariah. Berikut adalah beberapa syarat sahnya jual beli:

  • Kesepakatan (Ijab dan Qabul)
    • Terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang harga dan barang yang diperjualbelikan. Kesepakatan ini dilakukan dengan cara menawarkan (ijab) dan menerima (qabul) dengan jelas dan tegas.
  • Objek Jual Beli yang Halal
    • Barang yang diperjualbelikan harus halal dan tidak terlarang oleh syariah Islam. Barang tersebut harus memiliki kejelasan dalam bentuk, kualitas, dan status kepemilikannya.
  • Kewenangan untuk Berjual Beli
    • Penjual harus memiliki kewenangan untuk menjual barang yang ditawarkan, serta pembeli memiliki kewenangan untuk melakukan pembelian.
  • Harga yang Ditentukan dengan Jelas
    • Harga barang yang diperjualbelikan harus ditentukan dengan jelas dan transparan, tanpa adanya unsur penipuan atau manipulasi harga.
  • Kemampuan untuk Menyerahkan Barang
    • Penjual harus memiliki barang yang ditawarkan dan kemampuan untuk menyerahkannya kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan. (Al-Qattan, 2019)
  •  barang yang diperjualbelikan harus ditentukan dengan jelas dan transparan, tanpa adanya unsur penipuan atau manipulasi harga.

  • Kemampuan untuk Menyerahkan Barang
    • Penjual harus memiliki barang yang ditawarkan dan kemampuan untuk menyerahkannya kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan. (Al-Qattan, 2019)

Implikasi

Implikasi dari larangan dan batasan dalam jual beli dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim mencakup berbagai aspek, mulai dari praktek bisnis hingga transaksi konsumen. Beberapa implikasi yang dapat disoroti meliputi:

  • Praktek Bisnis yang Etis
    • Umat Muslim diharapkan untuk menjalankan bisnis mereka dengan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan integritas. Mereka harus menghindari praktik-praktik yang bertentangan dengan hukum Islam, seperti riba, gharar, dan maisir.
  • Transaksi Konsumen yang Beretika
    • Sebagai konsumen, umat Muslim diharapkan untuk memilih produk dan layanan yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Mereka juga diharapkan untuk memastikan bahwa transaksi yang mereka lakukan tidak melibatkan praktik-praktik yang dilarang dalam agama.
  • Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan
    • Implikasi dari prinsip-prinsip larangan dan batasan dalam jual beli juga mencakup tanggung jawab sosial dan lingkungan. Umat Muslim diharapkan untuk mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari transaksi mereka, serta memastikan bahwa praktik bisnis mereka tidak merugikan masyarakat atau lingkungan. (Abd Aziz, 2008)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun