Mohon tunggu...
Syafillah Aisya Rasyidin
Syafillah Aisya Rasyidin Mohon Tunggu... Mahasiswi

Hi everyone's

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Resume mengenai Artikel "Menakar Harapan Jemaah: Gus Irfan, Dahnil, dan Reformasi Kementerian Haji dan Umrah"

5 Oktober 2025   13:11 Diperbarui: 5 Oktober 2025   13:11 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam Artikel yang di buat oleh Dosen, Bapak Drs.Study Rizal LK,MA. yang berjudul "Menakar Harapan Jemaah: Gus Irfan, Dahnil, dan Reformasi Kementerian Haji dan Umrah"

Pelantikan Gus Irfan sebagai Menteri Haji dan Umrah bersama Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri bukan sekadar reshuffle kabinet, melainkan simbol upaya negara untuk merebut kembali kepercayaan publik dalam pengelolaan haji dan umrah. Gus Irfan hadir dengan legitimasi kultural dari NU sekaligus pengalaman birokrasi, sedangkan Dahnil membawa dimensi politik yang dekat dengan Presiden. Kombinasi keduanya memperlihatkan bahwa tata kelola haji tidak hanya menyangkut ibadah, tetapi juga ruang politis yang sarat simbol dan legitimasi kekuasaan.

Namun, tantangan yang mereka hadapi jauh lebih besar daripada sekadar pergantian pejabat. Jemaah selama ini menanggung beban antrean panjang, biaya tinggi, serta pelayanan yang dianggap belum memuaskan. Kekecewaan publik juga menyasar masalah transparansi biaya, keterbatasan kuota, dan komunikasi negara yang kerap terkesan top-down, bahkan menyalahkan masyarakat alih-alih memperbaiki sistem. Karena itu, tugas utama keduanya adalah mengubah logika komunikasi negara: dari birokrasi yang lamban dan penuh jargon menjadi pelayanan yang transparan, dialogis, dan akuntabel.

Pengalaman dari tokoh seperti Sri Mulyani menunjukkan bahwa keterbukaan dalam komunikasi kebijakan mampu memperkuat kredibilitas negara, meskipun tidak lepas dari kritik. Hal yang sama diharapkan terjadi dalam konteks haji: keterbukaan data, konsistensi penjelasan, dan pengelolaan narasi yang adil menjadi kunci membangun kembali kepercayaan jemaah.

Makna tersirat dari momentum ini adalah bahwa haji bukan sekadar ritual individual menuju Tuhan, tetapi juga cermin kualitas negara dalam melayani rakyatnya. Reformasi kementerian tidak akan diukur dari hari pelantikan, melainkan dari pengalaman nyata jemaah: apakah perjalanan menuju Baitullah akan terasa lebih ringan, bermartabat, dan manusiawi. Jika perubahan hanya berhenti pada simbol politik, publik akan tetap kecewa. Namun bila Gus Irfan dan Dahnil mampu menghadirkan pelayanan yang benar-benar mendengar suara jemaah, kementerian ini berpotensi menjadi ruang pelayanan publik yang transparan dan membebaskan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun