Mohon tunggu...
Syafa Meldi_43122010173
Syafa Meldi_43122010173 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Ekonomi dan Bisnis (S1 Manajemen) Dosen: Apollo, Prof.Dr, M.Si.Ak Mercubuana_NIM : 43122010173

43122010173 (Prodi Manajemen) Universitas Mercu Buana Nama Dosen : Apollo, Prof.Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Saya Ingin Bahagia: Etika Aristotle

18 Juni 2023   11:59 Diperbarui: 18 Juni 2023   12:07 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict by: Presentation of Apollo, Prof.Dr, M Si.Ak

Menurut gambar dari presentasi dosen saya yaitu Apollo, Prof.Dr, M Si.Ak bahwa ada tiga tipe kebahagiaan yaitu harta, nikmat prestasi nama baik. Tipe pertama adalah harta ,bagi Aristoteles bahwa harta hanya merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan manusia .Harta dalam maksud kekayaan harta pada zaman eudomonia yang ditarik ke zaman modern bahwa peningkatan kekayaan materi itu merupakan kebahagiaan dan kesejahteraan. Tapi banyak asumsi di zaman sekarang yang mengatakan bahwa kekayaan tidak bisa memberikan kebahagiaan atau kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan harta. Banyak pro dan kontra dalam segmen tersebut. Dan bisa diasumsikan bahwa masyarakat menengah ke atas akan berpikir bahwa, benar adanya jika harta tidak memberikan kebahagiaan, bagaimana jika memiliki banyak uang tetapi hidupnya tidak bahagia mungkin segmen tersebut dikeluarkan dari orang menengah atas. Pada akhirnya masyarakat menengah bawah menepi segmen tersebut dikarenakan jika ingin bahagia pasti memerlukan uang yang banyak masyarakat menengah atas yang bilang kalau uang tidak bisa memberikan kebahagiaan adalah suatu kebohongan dikarenakan untuk pergi berlibur saja harus memerlukan uang, lalu bagaimana dengan segmen memiliki kasih juga merupakan kebahagiaan ,bahkan kekasih kalian saja memberikan kebahagiaan kalian dengan uang. Jadi bagi kaum menengah ke bawah menyatakan bahwa hidup harus dengan uang. Karena kebahagiaan memberikan kesejahteraan dan kesejahteraan akan menciptakan kebahagiaan.

Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa harta atau kekayaan merupakan suatu hal yang bahaya, kekayaan yang berlebihan juga dapat menghancurkan diri sendiri dan hanya obsesi. Jadi menurut Aristoteles kekayaan itu harus beriringan dengan etika

Kekayaan tidak dapat dihitung secara terpisah dari eudaimonia dan ditambahkan ke dalamnya untuk menciptakan senyawa yang 'lebih baik'. Ini tidak berarti bahwa kekayaan adalah bagian sebenarnya dari eudaimonia. Sebaliknya, itu hanyalah syarat penting untuk keberadaan eudaimonia. Ini dapat dengan mudah dikacaukan dengan eudaimonia

Kekayaan bagi sekarang mungkin membawa sejumlah kenyamanan material dan ketenangan pikiran, sementara lansekap membawa kepuasan dan kebahagiaan. Keamanan finansial menyediakan akses ke perawatan medis yang memadai, pendidikan berkualitas, pilihan gaya hidup, dan pengalaman positif lainnya.

Namun, penting untuk dicatat bahwa kekayaan materi bukanlah satu-satunya penentu kebahagiaan Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan, seperti kualitas hubungan sosial, kehidupan keluarga yang harmonis, kepuasan kerja, kontribusi sosial, dan aspirasi pribadi yang berarti. Selain itu, aspek psikologis seperti rasa syukur, kepuasan diri, dan menjalani hidup yang bermakna juga berperan penting dalam mencapai kebahagiaan.

Selain itu, penting untuk menyadari bahwa kekayaan materi dapat berdampak negatif pada kesejahteraan, terutama jika digunakan dengan cara yang tidak sehat atau menjadi sumber stres, keserakahan, dan frustrasi yang tak terpuaskan. Jadi, sementara kekayaan materi dapat menghasilkan tingkat kebahagiaan tertentu, kebahagiaan sejati dan tertinggi bergantung pada banyak faktor yang lebih kompleks dalam kehidupan individu, termasuk aspek sosial, emosional, dan psikologis. 

Lalu masuk tipe kedua yaitu nikmat, nikmat adalah pemberian, apakah pemberian membuat hidup menjadi lebih bahagia? mungkin maksud nikmat kepuasan yang menyenangkan hati, kebahagiaan akan memberikan nikmat hidup karena menurut Aristoteles bahwa kebahagiaan adalah tujuan utama hidup. Aristoteles menyebut kebahagiaan diberkati, sakral. Ini mungkin menunjukkan bahwa dia berpikir di sini tentang meditasi, suatu kegiatan yang dia gambarkan sebagai sesuatu yang suci. Bahkan jika kebahagiaan tidak dikirim oleh Tuhan, tetapi diperoleh melalui keunggulan atau semacam pembelajaran, karunia dan tujuan keunggulan adalah yang tertinggi, dan tampak sakral dan diberkati.

Tampaknya menjadi salah satu yang paling sakral karena sepertinya menggarisbawahi bahwa kebahagiaan tidak ada hubungannya dengan karakter yang baik, dan bahwa orang yang bahagia sangat berbeda dengan mereka yang memiliki karakter yang baik. Jika adil dan berani untuk mengagumi hal-hal seperti itu, jelas yang terbaik bukanlah yang terpuji, tetapi yang lebih besar dan lebih baik. Karena kami menyebut para dewa diberkati dan bahagia, dan orang yang paling berbudi luhur diberkati. Hal yang sama berlaku untuk produk. Tidak ada yang merayakan kebahagiaan seperti keadilan, tapi kami menyebutnya sakral dan lebih baik daripada diberkati.

Kegembiraan yang datang dari menjalani kehidupan yang baik dan mencapai potensi manusia sepenuhnya. Aristoteles melihat kesenangan sebagai faktor kunci dalam mencapai kebahagiaan, tetapi bukan sebagai tujuan akhir yang harus dikejar secara terpisah. Bagi Aristoteles, kesenangan bukan hanya kesenangan sementara atau kesenangan tubuh belaka, seperti kepuasan makan, minum, atau hiburan semu. Kegembiraan, menurut eudaimonia, berkaitan dengan kepuasan yang didapat dari menjalani kehidupan yang bermakna dan penuh kasih.

Kesenangan dari eudaimonia dapat dihasilkan dari kepuasan kebutuhan intelektual seperti . Perolehan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih dalam, kegiatan berpikir yang memuaskan. Hal ini terkait dengan kebajikan intelektual yang menurut Aristoteles penting untuk mencapai kebahagiaan. Selain itu, niat baik juga terkait dengan kebajikan moral dan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang bertindak adil, bijak, murah hati, atau berani, mereka dapat mengalami kepuasan dan kebahagiaan batin yang bertahan lama.

Dalam konteks eudaimonia Aristotelian, kesenangan bukan hanya pengejaran kesenangan sesaat, melainkan hasil dari realisasi potensi manusia, mengembangkan kebajikan, dan menjalani kehidupan yang seimbang dan terintegrasi. Kegembiraan menjadi bagian integral dari kebahagiaan yang langgeng dan mendalam, yang dicapai melalui kehidupan yang benar dan bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun