Mohon tunggu...
syaepudinrahman
syaepudinrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Kehidupan Masyarakat Pantura: Antara kekayaan alam dan mega proyek strategis nasional

5 April 2025   22:39 Diperbarui: 5 April 2025   22:39 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar PLTU dan Perahu Nelayan sekitar PLTU 1 Cirebon, (Sumber:Mongabay)

            Di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, tepatnya di wilayah III Cirebon yang meliputi Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan, masyarakat hidup dengan mengandalkan hasil alam. Wilayah ini telah lama dikenal sebagai lumbung pangan terbesar di Indonesia, terutama dalam hal produksi padi, jagung, kedelai, serta sumber daya laut yang melimpah.  Di tengah tanah yang subur dan laut yang kaya akan hasil, masyarakatnya, mayoritas petani dan nelayan, merasakan kesejahteraan dan ketentraman. Masyarakat Pantura Jawa Barat ini menjadi contoh nyata bagaimana sektor agraris dapat menciptakan kehidupan yang makmur dan berkelanjutan, di mana hasil bumi dan laut menjadi penopang utama kehidupan mereka.

             Namun, kebahagiaan ini kini mulai terancam oleh serangkaian proyek strategis nasional yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Proyek-proyek besar yang melibatkan pembangunan industri dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), serta infrastruktur lainnya, mulai memasuki wilayah-wilayah yang selama ini menjadi mata pencaharian utama masyarakat setempat. Proyek-proyek ini, yang konon  dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur, telah menciptakan ketidakpastian bagi petani dan nelayan. Tanah yang dulu mereka kelola untuk bertani dan tambak ikan kini terancam digusur untuk dijadikan lahan industri. Bagaimana mungkin sebuah proyek pembangunan yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat justru merenggut sumber penghidupan yang telah ada selama berpuluh-puluh tahun?

Proyek Strategis Yang Mengancam Kehidupan Masyarakat

             Masyarakat Pantura, terutama yang tinggal di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, mengandalkan tanah pertanian dan tambak nelayan sebagai sumber utama rezeki mereka. Lahan pertanian yang subur dan laut yang kaya akan ikan adalah jantung dari perekonomian mereka. Namun, proyek-proyek besar yang saat ini sedang digulirkan pemerintah membawa serta ancaman yang mengerikan bagi keberlangsungan kehidupan mereka. Proyek PLTU, misalnya, yang sebagian besar berbahan bakar batu bara, mengancam kualitas udara dan tanah di sekitar lokasi pembangunan, Selain itu, banyak pabrik-pabrik yang dibangun di sekitar kawasan Pantura juga menggunakan bahan kimia berbahaya yang berpotensi mencemari air dan tanah. Akibatnya, kualitas tanah pertanian menurun, dan hasil panen semakin sedikit. Tidak hanya itu, kualitas air yang digunakan untuk irigasi sawah dan tambak juga tercemar, yang mengarah pada penurunan hasil pertanian dan perikanan.

Dampak Lingkungan yang Mengancam Ekosistem Agraria

              Salah satu dampak terbesar yang ditimbulkan oleh proyek-proyek industri dan PLTU adalah pencemaran lingkungan. Pembakaran batu bara yang digunakan dalam pembangkit listrik menghasilkan emisi karbon yang mengotori udara Selain itu, limbah industri dan sisa pembakaran batu bara seringkali dibuang ke badan air terdekat, mencemari sungai dan saluran irigasi yang selama ini menjadi sumber kehidupan bagi petani. Tanah yang semula subur dan kaya nutrisi, kini mulai kehilangan kesuburannya akibat limbah dan polusi yang masuk ke dalamnya. Hal ini tentunya mengancam kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang selama ini menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat. Di sisi lain, nelayan yang bergantung pada laut juga terpengaruh. Laut yang semula penuh dengan ikan dan biota laut lainnya kini semakin tercemar oleh limbah industri. Ini mengurangi hasil tangkapan nelayan, yang pada gilirannya berpengaruh pada ekonomi mereka.

              Kondisi ini tentu saja membuat petani dan nelayan terjebak dalam dilema yang sangat sulit. Mereka harus memilih antara mempertahankan mata pencaharian yang telah diwariskan secara turun-temurun atau menghadapi ancaman kehilangan lahan dan penghidupan mereka akibat proyek-proyek besar yang dilakukan tanpa mempertimbangkan nasib mereka. Kesejahteraan yang dulu mereka nikmati kini perlahan memudar, digantikan oleh dampak negatif dari pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Bahkan, sebagian dari mereka harus mengorbankan tanah mereka yang telah menjadi warisan keluarga untuk digusur demi kepentingan proyek industri.

Ketidakadilan Pengambilan Tanah Dan Lahan

           Salah satu masalah paling mendalam yang dialami oleh masyarakat Pantura dalam menghadapi proyek pembangunan ini adalah masalah pengambilalihan tanah mereka. Banyak petani dan nelayan yang terpaksa harus menjual atau bahkan kehilangan tanah mereka dengan harga yang sangat rendah. Dalam banyak kasus, pemerintah bersama dengan perusahaan besar yang mengelola proyek industri seringkali menawarkan harga yang tidak adil kepada masyarakat, bahkan terkadang mengancam untuk menggusur mereka jika menolak untuk menjual tanah mereka. Proses pemaksaan ini berlangsung dengan berbagai cara, mulai dari intimidasi hingga pelibatan aparat keamanan. Para petani dan nelayan yang menentang pengambilalihan tanah mereka sering kali dipaksa untuk menyerahkan lahan mereka, atau bahkan dihukum secara tidak adil.

          Proses ini menciptakan ketidakadilan sosial yang semakin dalam. Masyarakat yang sebelumnya memiliki kehidupan yang cukup dan berkelanjutan kini terpaksa hidup dalam ketidakpastian. Mereka yang berani menentang pengambilalihan lahan sering kali berhadapan dengan ancaman, bukan hanya dari perusahaan besar, tetapi juga dari aparat yang seharusnya melindungi hak-hak mereka. Petani yang menolak untuk menjual tanahnya sering kali dianggap sebagai "penghalang" bagi pembangunan nasional, padahal mereka hanya berusaha untuk mempertahankan hak atas tanah yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka selama ini.

Pemerintah Yang Tidak Mendengar Suara Rakyat

               Sebagai rakyat yang seharusnya dilindungi oleh negara, masyarakat Pantura merasa semakin terpinggirkan. Pemerintah yang seharusnya hadir untuk melindungi hak-hak warganya, justru terlihat lebih berpihak kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam proyek besar, tanpa memperhatikan nasib dan keberlanjutan hidup masyarakat kecil. Para petani dan nelayan merasa bahwa suara mereka tidak didengar,dan hak mereka untuk hidup layak terabaikan. Mereka merasa terisolasi dari proses pengambilan keputusan yang sangat penting bagi hidup mereka. Tuntutan untuk mempertahankan lahan dan keberlanjutan sektor agraris tidak dipertimbangkan dengan serius, meskipun sektor ini telah menjadi pilar utama perekonomian daerah selama bertahun-tahun.

            Ironisnya, dalam situasi ini, banyak kebijakan yang lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek dan ekspansi industri, tanpa memperhitungkan dampak jangka panjang bagi kehidupan masyarakat. Pada masa Orde Baru, Indonesia dikenal sebagai negara dengan swasembada pangan terbesar. Namun kini, sektor pertanian dan perikanan, yang seharusnya menjadi prioritas utama, justru kurang mendapat perhatian. Ketersediaan pupuk subsidi yang semakin terbatas, tingginya harga bahan bakar untuk nelayan, serta rendahnya harga jual hasil pertanian dan perikanan menunjukkan ketidakpedulian pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat agraris.

Tuntutan Masyarakat Pantura: Pembangunan berkelanjutan dan adil

             Dalam menghadapi situasi yang semakin berat ini, masyarakat Pantura tidaklah diam. Kami bukanlah kelompok yang menentang pembangunan, tetapi kami mendambakan pembangunan yang berkeadilan, yang tidak mengorbankan hak-hak dasar kami sebagai warga negara. Kami menuntut agar pemerintah dapat melihat pembangunan sebagai suatu proses yang harus memperhatikan keberlanjutan hidup rakyat dan lingkungan sekitar, bukan semata-mata keuntungan ekonomi jangka pendek.

Kami menginginkan agar pembangunan yang dilakukan tidak merusak ekosistem yang ada. Kami ingin agar pemerintah mengutamakan kebijakan yang mendukung keberlanjutan sektor agraris, dengan memastikan bahwa petani dan nelayan memiliki akses yang lebih baik terhadap pupuk subsidi, alat pertanian, bahan bakar yang terjangkau, serta harga jual yang adil. Kami juga meminta agar lahan pertanian dan tambak nelayan tidak diserahkan begitu saja kepada perusahaan industri tanpa ada kompensasi yang layak dan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kehidupan kami.

Pembangunan yang kami inginkan adalah pembangunan yang berbasis pada keberlanjutan dan kesejahteraan sosial. Kami ingin memastikan bahwa kami, sebagai masyarakat agraris, dapat terus mempertahankan mata pencaharian kami, menjaga tanah kami, dan menjaga kelestarian alam yang telah memberikan kehidupan bagi kami. Pembangunan harus memberi manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya pada mereka yang memiliki kekuasaan dan modal besar. Kami berhak untuk hidup layak dan mendapatkan perlindungan dari negara. Jangan biarkan pembangunan menghancurkan kehidupan kami yang telah terjalin dengan alam selama ini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun