Mohon tunggu...
Syaefunnur Maszah
Syaefunnur Maszah Mohon Tunggu... Senior Human Capital Strategist, Sekjen Parsindo, Wakil Ketua Peradi DPC

Concern pada masalah sosial kebangsaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Survei di AS: Israel Makin Negatif, Palestina Kian Disimpati

2 Oktober 2025   14:48 Diperbarui: 2 Oktober 2025   14:48 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Survei The New York Times/Siena Poll Desember 2023 vs. September 2025. (Sumber: The New York Times)

Hampir dua tahun sejak perang di Gaza pecah, peta dukungan masyarakat Amerika terhadap Israel mengalami pergeseran besar. Sebuah jajak pendapat terbaru dari The New York Times dan Universitas Siena menunjukkan bahwa opini publik Amerika kini tidak lagi condong pada Israel sebagaimana di masa awal konflik. Sebaliknya, semakin banyak pemilih yang menunjukkan simpati kepada Palestina atau memilih bersikap netral.

Perubahan ini menjadi sinyal kuat bahwa masyarakat Amerika mulai jenuh dengan konflik yang tak berkesudahan. Publik merasa perang hanya menghadirkan penderitaan tanpa ujung, terutama bagi warga sipil. Gambaran buruk krisis kemanusiaan di Gaza yang terus tersiar di media global mempertegas pandangan bahwa agresi militer Israel tidak lagi bisa ditoleransi sebagai "hak membela diri."

Hasil survei The New York Times/Siena menunjukkan perubahan besar dalam opini publik Amerika terhadap Israel. Pada Desember 2023, hanya 22% responden yang percaya bahwa Israel secara sengaja membunuh warga sipil, namun pada September 2025 jumlah itu melonjak menjadi 40%. Sementara itu, persepsi bahwa Israel mengambil langkah pencegahan menurun dari 30% menjadi 25%, dan yang menilai korban sipil terjadi tidak sengaja turun dari 21% menjadi 16%. Data ini menggambarkan semakin kuatnya persepsi negatif masyarakat Amerika terhadap tindakan Israel di Gaza, di mana semakin banyak yang melihatnya sebagai pembunuhan sipil yang disengaja, bukan sekadar akibat sampingan perang.

Lisa Lerer dan Ruth Igielnik dalam laporan mereka, "Americans' Support for Israel Dramatically Declines, Times/Siena Poll Finds," The New York Times, 29 September 2025, mencatat bahwa mayoritas pemilih Amerika kini menolak pengiriman bantuan ekonomi dan militer tambahan ke Israel. Fakta ini merupakan pembalikan mengejutkan dalam opini publik, mengingat pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, dukungan terhadap Israel sempat melonjak drastis.

Perubahan pandangan ini dapat dibaca dalam kerangka nilai-nilai kemanusiaan universal. Masyarakat Amerika, terutama generasi muda, semakin peka pada isu hak asasi manusia. Gambar rumah sakit yang hancur, anak-anak yang kehilangan keluarga, dan blokade kemanusiaan di Gaza menimbulkan empati yang sulit dibendung. Perang tidak lagi dipandang sebagai sekadar strategi geopolitik, tetapi sebagai tragedi moral yang meruntuhkan nilai dasar kemanusiaan.

Ahli kontemporer seperti Noam Chomsky sejak lama mengingatkan bahwa dukungan buta terhadap kebijakan militer Israel akan membawa Amerika ke jurang dilema etis. Teori politik moral John Rawls tentang "justice as fairness" juga relevan dibawa ke sini. Jika keadilan menuntut distribusi hak yang adil, maka membiarkan satu bangsa terus tertindas jelas bertentangan dengan prinsip keadilan tersebut.

Protes di San Diego, CA: Hentikan dana Amerika untuk Israel. (Poto: hasanmajed, under the Unsplash License)
Protes di San Diego, CA: Hentikan dana Amerika untuk Israel. (Poto: hasanmajed, under the Unsplash License)

Mayoritas pemilih Amerika yang menolak bantuan tambahan menunjukkan adanya perubahan kesadaran kolektif. Rakyat mulai mempertanyakan apakah pajak mereka seharusnya dipakai untuk memperpanjang konflik yang menelan ribuan nyawa, atau justru dialihkan untuk kepentingan domestik dan diplomasi damai.

Implikasi bagi Israel jelas terasa. Negara tersebut kini menghadapi krisis legitimasi di mata salah satu sekutu terbesarnya. Hilangnya dukungan publik Amerika berpotensi menggerus posisi Israel di meja diplomasi internasional. Bahkan, tekanan ini bisa memengaruhi keberanian politisi di Washington untuk terus menyalurkan bantuan tanpa syarat.

Bagi Amerika Serikat, fenomena ini membawa konsekuensi politik dalam negeri. Para kandidat pemilu mendatang tentu akan berhitung ulang: apakah tetap berada di jalur tradisional mendukung Israel sepenuhnya, atau merespons aspirasi publik yang semakin kritis? Demokrasi Amerika tengah diuji, apakah kebijakan luar negeri akan tunduk pada lobi politik atau suara mayoritas rakyat.

Bagi Palestina, pergeseran opini publik ini membuka ruang baru. Dukungan moral yang makin meluas di Amerika berpotensi memperkuat legitimasi perjuangan Palestina di forum internasional. Meski belum berarti pengakuan resmi negara, perubahan simpati publik bisa menjadi modal penting untuk mendorong resolusi yang lebih adil.

Di sisi lain, konflik Gaza mengajarkan dunia bahwa tidak ada solusi militer yang bisa menyelesaikan persoalan berakar panjang. Simpati publik Amerika yang berubah mencerminkan kebutuhan mendesak akan pendekatan baru: diplomasi, mediasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Perang yang berkepanjangan hanya akan memperdalam luka. Israel semakin terpojok dalam citra sebagai negara yang melampaui batas dalam penggunaan kekuatan. Amerika pun terancam reputasinya sebagai negara demokrasi jika terus mendukung kebijakan yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.

Kini, momentum ada pada pilihan: apakah AS dan Israel mau mendengar suara rakyat, atau tetap bertahan pada pola lama yang sudah terbukti menimbulkan krisis berulang? Jika perubahan opini publik ini terus menguat, bukan mustahil akan lahir kebijakan baru yang lebih berpihak pada penyelesaian damai.

Dunia menunggu, dan suara rakyat Amerika mungkin akan menjadi salah satu faktor paling menentukan arah konflik ini ke depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun