Implikasi etis-moral dalam politik amat jelas, termasuk bagi Indonesia. Demokrasi kita masih rentan oleh praktik politik uang, korupsi, dan polarisasi identitas. Semua itu terjadi karena legitimasi moral belum benar-benar menjadi standar politik. Pemilu masih dipandang sebagai arena perebutan kekuasaan, bukan sarana menghadirkan kebaikan publik.
Padahal, masyarakat Indonesia religius dan kaya akan nilai moral. Seharusnya, politik mengambil inspirasi dari nilai luhur agama dan Pancasila untuk membangun legitimasi etis. Jika ini terjadi, maka politik akan menjadi ruang pengabdian, bukan sekadar alat mencari keuntungan kelompok.
Lebih jauh, legitimasi etis-moral juga penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga politik. Riset-riset terbaru menunjukkan bahwa kepercayaan publik berbanding lurus dengan efektivitas kebijakan. Politik yang bermoral membuat kebijakan lebih mudah diterima dan dijalankan oleh masyarakat.
Demokrasi substansial hanya mungkin lahir jika etika menjadi dasar. Demokrasi bukan hanya soal siapa yang menang, melainkan bagaimana kekuasaan dijalankan dengan adil, transparan, dan penuh tanggung jawab moral. Legitimasi inilah yang membedakan antara demokrasi sejati dan demokrasi semu.
Karena itu, urgensi legitimasi etis-moral dalam praktik politik harus ditempatkan sebagai etika demokrasi itu sendiri. Tanpa moralitas, politik hanyalah perebutan kuasa yang gersang. Tetapi dengan moralitas, politik bisa menjadi jalan menghadirkan kebahagiaan bersama, sebagaimana diimpikan Aristoteles, Al-Farabi, dan Dahl, sekaligus sesuai dengan harapan masyarakat demokratis di abad ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI