Mohon tunggu...
Syaefunnur Maszah
Syaefunnur Maszah Mohon Tunggu... Senior Human Capital Strategist, Sekjen Parsindo, Wakil Ketua Peradi DPC

Concern pada masalah sosial kebangsaan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pro & Kontra Tim Reformasi Polri Bentukan Kapolri

24 September 2025   09:06 Diperbarui: 24 September 2025   09:06 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang perempuan menghadapi polisi anti huru-hara saat aksi protes di luar Kompleks DPR Senayan. (Reuters/Willy Kurniawan/ The Jakarta Post)

Sebuah tim reformasi yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan seluruh anggota berasal dari perwira aktif menuai sorotan publik. Langkah ini dipandang sebagian kalangan sebagai upaya internal Polri untuk merespons tekanan masyarakat yang semakin keras menuntut perubahan mendasar. Namun, di sisi lain, tim tersebut justru memunculkan keraguan besar atas independensi dan efektivitasnya.

Publik masih segar mengingat kasus tragis pada 28 Agustus lalu, ketika seorang pengemudi ojek online tewas terlindas kendaraan lapis baja polisi saat unjuk rasa. Peristiwa itu kembali mempertegas citra buruk aparat yang selama ini dituding brutal, kebal hukum, dan sarat intervensi politik. Wajar jika masyarakat mendesak reformasi nyata, bukan sekadar kosmetik.

Seperti dicatat dalam artikel "Doubts cast on police's own reform team", oleh Dio Suhenda, The Jakarta Post, 24 September 2025, kehadiran tim bentukan internal Kapolri dinilai problematik. Para aktivis menilai langkah itu berpotensi tumpang tindih dengan komisi independen yang sudah disetujui Presiden Prabowo Subianto, atas dorongan kelompok pro-demokrasi lintas iman, Gerakan Nurani Bangsa.

Di negara demokrasi, reformasi institusi penegak hukum idealnya lahir dari mekanisme yang terbuka, transparan, dan melibatkan unsur independen. Jika seluruh anggota berasal dari perwira aktif, besar kemungkinan yang terjadi adalah sikap saling melindungi dan minim evaluasi kritis. Hal inilah yang dikhawatirkan akan membuat reformasi Polri hanya menjadi slogan tanpa perubahan substansial.

The Jakarta Post juga mengutip Maidina Rahmawati dari ICJR bahwa tim internal sulit diharapkan menghasilkan terobosan berarti. Pandangan ini sejalan dengan pengalaman banyak negara demokratis lain yang menunjukkan, ketika reformasi kepolisian diserahkan sepenuhnya kepada internal aparat, hasilnya cenderung stagnan.

Dalam kerangka teori demokrasi, Robert Dahl menekankan pentingnya akuntabilitas publik dan mekanisme pengawasan eksternal sebagai syarat mutlak demokrasi yang sehat. Teori ini relevan untuk menyoroti persoalan Polri: tanpa pengawasan independen, akuntabilitas akan rapuh dan potensi penyalahgunaan wewenang tetap besar.

Di sisi pro, ada argumen bahwa tim internal lebih memahami dinamika dan kultur organisasi Polri. Perwira aktif dinilai lebih mengetahui problem teknis di lapangan dan bisa cepat mengeksekusi perubahan prosedur. Dari sudut pandang manajerial, efisiensi dan kedekatan dengan struktur internal bisa menjadi modal.

Namun di sisi kontra, independensi menjadi taruhan. Tanpa keterlibatan sipil, akademisi, dan tokoh masyarakat, hasil rekomendasi tim rawan dianggap sekadar formalitas. Publik bisa semakin skeptis jika tidak ada transparansi maupun indikator keberhasilan yang jelas. Dalam konteks demokrasi, ini justru melemahkan legitimasi institusi kepolisian.

Berikut beberapa saran untuk efektifnya reformasi Polri. Pertama, struktur tim reformasi perlu diperluas dengan unsur independen: akademisi, tokoh masyarakat sipil, hingga perwakilan korban kekerasan aparat. Kehadiran mereka akan membawa perspektif kritis sekaligus menjamin bahwa kepentingan publik tidak dikalahkan oleh kepentingan internal.

Kedua, proses reformasi harus berbasis pada transparansi. Laporan berkala yang dapat diakses publik, termasuk evaluasi kasus-kasus pelanggaran, akan memperkuat kepercayaan. Di era digital, publik terbiasa dengan keterbukaan, sehingga kerahasiaan berlebihan justru memperdalam krisis kepercayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun