Mohon tunggu...
Achmad Syamsudin
Achmad Syamsudin Mohon Tunggu... -

Apa yang Anda perbuat hari ini, menentukan nasib Anda di masa yang akan datang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suap atau Beli? Dosakah Orang-orang itu?

12 Januari 2012   16:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:58 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jumat 23 Desember 2011 saya pergi ke Satlantas Brebes (karena domisili KTP saya di Brebes) dengan tujuan membuat SIM C. Dengan pembuatan SIM ini, saya berharap dapat leluasa memperoleh pekerjaan. Karena, sebagian lowongan pekerjaan mensyaratkan akan adanya SIM, minimal SIM C yaitu Sim untuk sepeda motor.

Awal pertama mau masuk Satlantas tersebut, saya benar-benar merasa risih karena banyak calo yang menawarkan "jasa"nya dengan harga Rp. 370.000 . Tetapi saya menolaknya secara halus karena takut dosa (maaf bukannya sok alim atau pelit, takut nantinya ditanyain sama Allah SWT di akhirat). Saya tetap berusaha membuat SIM sesuai jalur resmi yang ditetapkan.

Setelah cek kesehatan bayar 25 ribu, langsung menuju ke ruang administrasi (kalau tidak salah) menyerahkan foto kopi KTP dan hasil cek dokter tadi. Saya diperintahkan untuk duduk. Tak lama kemudian saya dipanggil oleh petugas (seorang wanita) dan disuruh masuk ke ruangan dan pintu ruangan tersebut langsung ditutup. Ibu tadi menawarkan "jasa"-nya kepada saya, tetapi harus membayar sekitar 3x dari harga yg sebenarnya yang cuma sekitar Rp. 100.000-an. Lagi-lagi saya menolaknya dengan halus. Ibu itu pun tersenyum dan mempersilahkan saya untuk melangkah lebih lanjut.

Akhirnya saya menuju ruang tes teori  SIM C. Tesnya sudah menggunakan media Audio Visual (Avis) yaitu menggunakan suara dan gambar yang bisa kita temui di jalan raya.  Dalam tes tersebut saya gagal, karena hanya menjawab dengan benar sebanyak 23 dari 30 pertanyaan. Minimal lolos yaitu harus menjawab benar 24 dari 30 pertanyaan.

Walaupun begitu, saya beserta yang lain ikut tes praktek juga. Beberapa mereka menggerutu karena sudah "nembak" tetapi masih saja tes. Dalam tes praktek tersebut, tidak ada satu pun yang berhasil mlewati rintangan U karena memang sempit. Tak boleh menurunkan kaki ke jalan, menabrak pembatas atau melewati pembatas. Tapi saya heran, kenapa petugas yang mempraktekan itu bisa dengan mudah. Hmmm... mungkin sudah terbiasa.

Setelah itu, kami langsung dipanggil dan dikumpulkan di ruang Avis (ruang tes SIM C). Dan petugas tersebut mengatakan "sulit kan kalau membuat SIM sesuai jalur?". Kira-kira seperti itu yang dikatakannya. Kami hanya bisa tersenyum. Khusus buat saya (karena tidak "nembak") diberikan dua pilihan oleh petugasnya, milih ikut-ikutan seperti yang lain ("nembak") atau mengulang Jumat depannya. Saya memilih mengulang Jumat depannya (30 Desember 2011).

Di rumah, orang tua saya langsung menyarankan saya untuk "nembak" biar cepet. Kata orang tua saya, "Itu kan sama saja beli. Kamu butuh, ya kamu harus beli". Saya menjawab, "Saya gak mau nyuap. Yang nyuap dan yang disuap itu dosa". Orang tua saya selalu menghawatirkan saya. Mereka selalu mengusahakan agar apa yang saya mau lekas tercapai. Mendengar jawaban dari saya itu, orang tua saya, khususnya ibu hanya pasrah saja sambil mengelus dada.

30 Desember 2011 saya mendatangi Satlantas Brebes. Langsung menuju ruang tes Avis karena memang disuruh langsung ke situ. Di tes teori tersebut saya berhasil menjawab benar 25 dari 30 pertanyaan. Yang lolos langsung tes praktek. Lagi-lagi tak satu pun dari peserta yang lolos tes praktek, termasuk saya. Setelah itu saya dipanggil dan ditertawakan sambil diledek, "udah ngulang berapa kali, masih mau mengulang lagi hehe...?". Saya cuman tersenyum. Lalu saya disuruh kembali ke avis lagi setelah 30 menit kemudian (pada saat itu masih ada peserta tes di ruangan tersebut).

Kemudian saya pulang dan tak mendatangi petugas itu. Dalam pikiran saya pasti disuruh "nembak". Pulangnya saya diomelin orang tua. Apalagi orang tua saya dari sawah, pasti marah total. Saya tetap dengan prinsp semula.

Saya selalu teringat Hadits Nabi yang berbunyi, "Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap.” (HR. Abu Dawud (no. 3580), at-Tirmidzi (no. 1337) dan ia berkata: “Hadits hasan shahih.”). Orang yang menyuap dan yang disuap hukumnya sama bagi keduanya, yaitu berdosa. Suap menyuap hukumnya haram, meskipun mereka memakai istilah “hadiah”, “uang jasa”, “uang damai”, dan lainnya.

Ini semua bukan mutlak kesalahan pihak Kepolisian. Seandainya kita sebagai masyarakat tidak ada yang menyuap, pastilah pihak Kepolisian juga tidak akan menwarkan "jasa nembak" bahkan mungkin memberikan kemudahan seperti yang ditulis oleh Budi Wastono dalam blognya yang berjudul, "Tes Praktek Motor Buat SIM di Polres Kab. Bogor Sekarang Lebih Mudah dari Sebelumnya". Di situ disebutkan tes prakteknya jauh lebih mudah dari sebelumnya yang dinilai sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun