Pernahkah Anda merasa haus luar biasa setelah menyantap  kripik asin di malam hari, saat sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah di kamar kos? Rasanya gurih dan asin, tapi tiba-tiba mulut kering dan gelombang haus datang begitu kuat. Ternyata, ini bukan sekadar kebetulan. Dari sudut pandang biopsikologi, fenomena ini adalah mekanisme tubuh untuk menjaga keseimbangan cairan. Banyak orang mengalami hal serupa, tapi jarang yang tahu alasannya. Fenomena ini melibatkan interaksi kompleks antara otak, hormon, sistem saraf, dan bahkan faktor genetik. Hal ini menarik karena menunjukkan kecerdasan tubuh dalam merespons asupan garam untuk mencegah dehidrasi. Dengan memahami ini, kita bisa lebih menghargai bagaimana biologi memengaruhi perilaku sehari-hari.
Untuk memahami mengapa haus muncul setelah mengonsumsi makanan asin seperti kripik, perlu dilihat mekanisme osmoregulasi tubuh. Saat seseorang makan makanan tinggi natrium, kadar natrium dalam darah naik. Ini mengganggu homeostasis, yaitu keseimbangan cairan. Tubuh merespons melalui aktivasi sistem saraf dan hormon untuk mengembalikan keseimbangan tersebut. Bagian otak utama yang terlibat adalah hipotalamus, yang bertindak sebagai pusat kontrol. Hipotalamus memiliki osmoreseptor, reseptor khusus yang mendeteksi perubahan konsentrasi natrium dan cairan. Jika kadar natrium meningkat, osmoreseptor mengirim sinyal ke sistem saraf pusat, memicu sensasi haus.
Sensasi haus ini tidak hanya berasal dari mulut yang kering, tetapi juga melibatkan hormon penting. Ginjal menghasilkan angiotensin II ketika volume darah menurun. Hormon ini merangsang hipotalamus untuk memproduksi hormon antidiuretik (ADH) dari kelenjar pituitari. ADH bekerja di ginjal untuk menahan air, mengurangi produksi urine, dan meningkatkan rasa haus agar tubuh segera mendapat cairan. Mekanisme ini adalah hasil evolusi yang membantu manusia purba bertahan di lingkungan kering. Jika sistem ini terganggu, seperti pada diabetes insipidus, seseorang bisa mengalami haus berlebihan karena ADH tidak berfungsi baik (Verbalis, 2007).
Selain itu, fenomena ini terkait dengan sistem reward di otak. Saat minum air setelah makan asin, otak melepaskan dopamin, neurotransmitter yang memberikan kepuasan. Ini menjelaskan mengapa minum air terasa menyegarkan, bukan hanya haus hilang, tetapi juga seperti mendapat hadiah. Genetika juga berperan; beberapa orang memiliki variasi gen yang membuat mereka lebih sensitif terhadap natrium, sehingga haus muncul lebih cepat. Misalnya, gen yang mengatur reseptor angiotensin bisa berbeda, mempengaruhi respons tubuh terhadap garam (Fitzsimons, 1998).
Dalam kehidupan sehari-hari, ini memiliki implikasi praktis. Orang dengan hipertensi disarankan membatasi garam agar jantung dan ginjal tidak terbebani. Namun, haus ini sebagai pengingat alami untuk mendengarkan sinyal tubuh. Jika diabaikan, seperti diet rendah garam ekstrem, bisa terjadi hiponatremia, kondisi berbahaya dengan natrium terlalu rendah. Dari biopsikologi, perilaku sederhana seperti minum air adalah hasil interaksi kompleks sistem biologis, hormonal, dan saraf. Pemahaman ini membantu pencegahan penyakit kronis seperti jantung melalui pola makan seimbang.
Haus setelah makan asin seperti kripik balado adalah contoh bagaimana tubuh menggunakan otak, hormon, dan neurotransmitter untuk menjaga homeostasis. Fenomena ini mengingatkan bahwa sensasi haus adalah hasil evolusi untuk kelangsungan hidup. Pesan utamanya adalah mendengarkan sinyal tubuh, mencukupi kebutuhan air, dan mengonsumsi garam bijak. Di era modern, memilih makanan rendah garam mencegah penyakit kronis. Dengan memahami biopsikologi ini, kita hidup lebih sehat dan sadar akan sinyal biologis.
1.Fitzsimons, J. T. (1998). Angiotensin, thirst, and sodium appetite. Physiological Reviews, 78(3), 583--686. https://journals.physiology.org/doi/full/10.1152/physrev.1998.78.3.583
2.Verbalis, J. G. (2007). Disorders of body water homeostasis. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism, 21(2), 251--270. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1521690X07000123
3.McKinley, M. J., & Johnson, A. K. (2004). The physiological regulation of thirst and fluid intake. News in Physiological Sciences, 19(1), 1--6. https://journals.physiology.org/doi/full/10.1152/nips.01470.2003
4.Stricker, E. M., & Sved, A. F. (2000). Thirst. Nutrition, 16(10), 821--826. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S089990070000082X
5.Bourque, C. W. (2008). Central mechanisms of osmosensation and systemic osmoregulation. Nature Reviews Neuroscience, 9(7), 519--531. https://www.nature.com/articles/nrn2400