Mohon tunggu...
Suwardjoko Warpani
Suwardjoko Warpani Mohon Tunggu... profesional -

pemerhati angkutan lalu lintas dan pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Boros berbahasa

25 Mei 2014   03:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:08 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Keborosan bangsa ini juga melanda gaya bahasa yang boros, mubazir. Gaya bahasa seseorang memang termasuk hak azasi setiap orang. Yang ingin disampaikan di sini adalah perihal keborosan, bukan selera berbahasa. Dalam dunia politik, kaidah hemat berbahasa tidak berlaku; ungkapan politk seringkali jusru berbelit-belit, tidak lugas. Di bawah ini saya kutip beberapa contoh keborosan bertutur/menulis.

Para penutur bahasa Indonesia, dan tersiar sehari-hari di setasiun TV mana saja, banyak sekali memboroskan kata, misalnya : “kalau seandainya”, “kalau misalnya”. Sisipan kata yang tidak perlu, misalnya :

·Jokowi dan Ahok yang merupakan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI ----- dst.

·HB X yang merupakan Gubernur DIY ----- dst.

·Jembatan K mengalami kemiringan x0.

·Denpom 88 melakukan penembakan kepada teroris.

·Polisi melakukan penangkapan pencopet.

·Persibo belum bisa melakukan penekanan.

Kata-kata yang tertulis tebal dan miring, sama sekali tidak diperlukan, sehingga ungkapan-ungkapan tersebut lebih efisien sebagai berikut :

·Jokowi dan Ahok, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI ----- dst.

·HB X, Gubernur DIY ----- dst.

·Jembatan K miring x0.

·Denpom 88 menembak teroris.

·Polisi menangkap pencopet.

·Persibo belum bisa menekan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun